Dulu aku bebas dalam bergaul walaupun orang tua yang ketat terhadapku. Tetapi untuk teman bergaul di sekolah maupun rumah aku memilikinya. Semenjak mengenal Biru sudah tidak lagi. Bahkan teman lamaku menjauh secara teratur. Bukan mereka yang menjauh, tapi aku yang menjauh agar tidak menimbulkan masalah.
Aku sayang sama Biru. Semua sikap Biru aku mencoba untuk memahami. Walaupun seperti itu sikapnya, ia tetap care terhadapku. Karena memang Cuma ia yang aku punya. Teman sekolah hanya sebatas kenal. Biru adalah pacar, teman, bahkan saudara yang ku miliki saat ini. Tapi untuk saat ini aku merasa tidak adil. Kupikir ia sama sepertiku yang sudah tidak ada teman. Pemikiran bodoh, mana mungkin tidak punya. Sedangkan aku? Aku benar-benar sudah tidak memiliki teman. Biru selalu membantuku yang akhirnya membuatku bergantung kepadanya. Bagaimana tidak selalu membantu kalau ia selalu cemburu jika aku dibantu oleh teman. Aneh!
Mungkin benar hubunganku dengannya harus berakhir. Sakit rasanya di saat ia mengiyakan ajakan putus dariku. Aku berpikir Biru akan menahanku seperti sebelumnya. Mungkin ia sudah memiliki pasangan atau bahkan dekatan baru. Menaruh harapan kepada manusia adalah seni paling indah dalam menderita.
Sudah sebulan lebih aku putus darinya kita lost contact. Tapi aku tahu bahwa Biru baik-baik saja. Di lihat dari story sosmed temannya yang selalu menandai akun Biru walaupun tidak di re-post olehnya. Sungguh! Aku merasa ini tidak adil bagiku. Demi Tuhan, aku sakit hati melihatnya. Aku merasa bodoh selama 3 tahun ini. Aku merasa ia mengurungku dan menguncinya hingga akhirnya aku tak bisa keluar dari kurungan yang ia buat. Membuat aku bergantung, menyayangi nya, merasa hanya ia satu-satunya yang akan bersamaku, bodoh. Biru bebas, ia bisa seperti dulu. Tapi aku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H