Mohon tunggu...
Zulfikri
Zulfikri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Zulfikri tinggal di kota Meulaboh kabupaten Aceh Barat dan menjadi salah satu Mahasiswa jurusan Teknik Sipil di Universitas Teuku Umar. Ia senang dengan beragam karya tangan kerajinan yang unik dan menarik.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Awasi Anak: Smartphone Ladang Timbulnya Cyberbullying di Usia Remaja

28 Mei 2024   20:25 Diperbarui: 28 Mei 2024   20:29 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di zaman sekarang, hampir semua remaja sudah memiliki smartphone pribadi. Hal ini dikarenakan smartphone diperlukan sebagai media belajar yang mampu menjangkau banyak ilmu di dalamnya dan media komunikasi satu sama lain dari jarak jauh. Jika seorang remaja tidak memiliki smartphone maka ia akan dianggap kuno oleh teman- temannya, sehingga seorang remaja wajib memilikinya.

Remaja saat ini sudah diidentifikasi sebagai kelompok yang mengalami resiko utama dari kecanduan smartphone dan tidak bijak dalam menggunakanya, karna diusia remaja keingintahuan mereka sangat tinggi tentang dunia luar melalui media sosial. Walaupun sangat bermanfaat, smartphone juga sering digunakan remaja untuk hal hal negatif seperti memposting kata-kata dalam bentuk hinaan, ujaran kebencian, dan penyebaran berita hoax yang bisa merugikan pihak bersangkutan. Tidak heran pada kalangan remaja cyberbullying kerap terjadi pada saat ini.

Dikutip dari Unicef.org cyberbullying (perundungan dunia maya) ialah bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan smartphone. Adapun menurut Think Before Text, cyberbullying adalah perilaku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Jadi, pada kasus bullying/cyberbullying terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam hal ini merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental.

Cyberbullying yang terjadi di dunia maya, tidak berbeda dengan bentuk-bentuk pelecehan. Seperti pelecehan umum, penggunaan bahasa yang kasar dan vulgar, serta pelecehan yang menggunakan gambar yang menghina atau melecehkan. Sejumlah peneliti menyebut cyberbulliying sesungguhnya adalah bentuk penindasan dan merupakan agresi modern, yang kerap terjadi para remaja. 

Cyberbulliying melibatkan penggunaan informasi yang cepat dan mudah diakses oleh smartphone serta platform online populer termasuk Instagram, Facebook, WhatsApp dan Twitter. Cyberbullying bisa dilakukan dengan mudah oleh seseorang yang suka berkomentar negatif melalui media sosial, dengan kemajuan teknologi memungkinkan informasi yang diterima tersebar secara cepat dan luas keseluruh dunia.

Cyberbullying memang tidak menimbulkan luka secara fisik, tetapi menimbulkan dampak yang mendalam pada psikis korban. Jika seorang yang sudah dewasa saja belum tentu tahan dengan hal–hal negatif terlebih lagi yang menjadi korban adalah anak anak remaja yang emosinya masih labil. Bisa kita temukan beberapa kasus cyberbullying yang membuat korbannya menjadi depresi bahkan berujung pada bunuh diri.

Dari beberapa kasus yang sudah dilihat mengenai cyberbullying ini, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya cyberbullying:

Kesal/marah: seringkali kita merasa kesal atau marah dengan tingkah dan perilaku seseorang yang kurang kita sukai, tapi tidak bisa meluapkan kekesalan atau kemarahan secara langsung kepada orang tersebut. Maka dari itu kita luapkan semuanya di media sosial untuk menghujat dan mengkritik orang tersebut.

Karakter seseorang: Ternyata sifat serta karakter dapat mempengaruhi apakah seseorang tersebut dapat melakukan cyberbullying. Sebagai contoh adalah, seseorang yang mudah untuk mengungkapkan amarahnya akan dengan mudah juga melontarkan kata-kata kasar atau negatif melalui media sosial.

Bosan: Beberapa orang yang melakukan cyberbullying juga bisa karena bosan atau ingin mencoba hal baru melalui media sosial. Hal ini lebih sering terjadi pada remaja yang masih mencari jati diri mereka.

Korban bullying: Terkadang pula, orang yang merundung adalah korban dari perundungan itu sendiri. Karena itu, orang tersebut ingin membalas atas apa yang pernah menimpanya kepada orang lain melalui media sosial.

Ikut ikutan: Hal ini sangat sering terjadi di mana karena pergaulan lingkungan sekitar yang sering melakukan cyberbullying yang mengakibatkan orang tersebut menjadi terpengaruh untuk berprilaku sama. Banyak faktor yang membuat mereka ikut–ikutan dalam melakukan hal ini karena akibat rasa solidaritas yang salah dan mereka menganggapnya sebagai suatu hal yang menyenangkan.

Peran orang tua dalam menghadapi cyberbullying sangat mempengaruhi cara anak anak remaja berinteraksi di dunia maya. Orang tua juga berfungsi sebagai panduan dan sumber dukungan emosional serta membantu untuk mengembangkan sifat positif, bijak dan supel untuk menghadapi tantangan dunia maya. Orang tua menjadi tanggung jawab untuk menjaga dan mendidik anak mereka agar tidak berperilaku negatif selama mencari identitas diri. Anak pada masa remaja memerlukan dukungan dan dampingan dari orang tua untuk menghindari perilaku menyimpang terutama di media sosial.

Selain memberikan pemahaman tentang dunia digital, orang tua juga harus membuka saluran komunikasi yang sehat dan terbuka dengan anak-anak mereka. Kemudian perhatian yang mendalam terhadap anak dapat membantu anak terhindar dari cyberbulyying, karena dengan merasa diperhatikan anak tidak akan pernah merasa sendiri, sehingga kepercayaan dirinyapun muncul. 

Membangun kepercayaan dan mengajarkan anak-anak untuk tidak takut untuk berbicara tentang pengalaman mereka secara online dan mengatur hal apa saja yang bisa dipublish ke media sosial serta hal yang harus diprivate adalah langkah penting dalam mencegah dan menangani situasi cyberbullying. 

Secara keseluruhan, peran orang tua bukan hanya tentang pengawasan, tetapi juga tentang mendidik anak-anak mereka untuk menjadi pengguna yang bertanggung jawab dalam lingkungan digital. Dengan melakukan hal ini, mereka dapat menjadi garda terdepan dalam meminimalisir cyberbullying dan melindungi kesehatan mental anak-anak dari dampak negatif yang mungkin akan timbul melalui media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun