Mohon tunggu...
Zulfikar Likhdar
Zulfikar Likhdar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Hubungan Internasional - UPN Veteran Yogyakarta

Seseorang yang menyukai Premier League

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Destabilisasi Diskursus Oposisi: Analisis Post-Strukturalis atas Negosiasi Trump dengan Mayoritas Demokrat di Kongres Amerika Serikat

31 Mei 2024   10:19 Diperbarui: 31 Mei 2024   10:20 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat pada November 2016, membawa pendekatan yang tidak konvensional dan sering kali kontroversial ke Gedung Putih. Trump, seorang pengusaha dan bintang TV tanpa pengalaman politik sebelumnya, memanfaatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap status quo dan menyampaikan janji-janji kampanye yang berfokus pada "Make America Great Again."

Kebijakan-kebijakan Trump mencakup reformasi pajak yang besar, upaya membatasi imigrasi melalui pembangunan tembok perbatasan dengan Meksiko, dan pendekatan proteksionis terhadap perdagangan internasional.

Pendekatan Trump yang penuh konfrontasi dan sering kali retorika populis memecah belah opini publik dan menciptakan polarisasi yang tajam dalam politik Amerika. Di bawah kepemimpinannya, Partai Republik mendominasi baik Eksekutif maupun Legislatif selama dua tahun pertama masa jabatannya, memungkinkan pelaksanaan beberapa kebijakan besar tanpa banyak hambatan dari oposisi.

Pada pemilu sela (midterm elections) 2018, Partai Demokrat berhasil memenangkan mayoritas kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengakhiri dominasi Partai Republik di Kongres. Kemenangan ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan Trump, mobilisasi pemilih muda dan minoritas, serta isu-isu lokal yang memainkan peran penting dalam berbagai distrik.

Dengan kemenangan ini, Nancy Pelosi kembali menjabat sebagai Ketua DPR, membawa kembali kepemimpinan Demokrat yang lebih berpengalaman dan strategis. Mayoritas Demokrat di DPR menciptakan perubahan signifikan dalam dinamika kekuasaan di Washington. DPR yang dipimpin Demokrat mulai melakukan berbagai investigasi terhadap pemerintahan Trump, mengkritisi kebijakan-kebijakan kontroversialnya, dan menahan beberapa inisiatif legislatif Presiden.

Negosiasi antara Trump dan DPR yang dikuasai Demokrat pun menjadi arena pertempuran politik yang intens. Isu-isu besar seperti anggaran pemerintah, pendanaan untuk tembok perbatasan, dan kebijakan imigrasi menjadi pusat dari banyak negosiasi yang sering kali menemui jalan buntu dan mengakibatkan shutdown pemerintahan.

Dengan latar belakang ini, penting untuk menganalisis bagaimana negosiasi antara Trump dan mayoritas Demokrat di DPR menciptakan perubahan dalam diskursus oposisi tradisional dalam politik Amerika, menggunakan pendekatan post-strukturalis untuk memahami kompleksitas dan dinamika kekuasaan yang muncul dari situasi tersebut.

Post-strukturalisme adalah pendekatan teoretis yang berkembang dari strukturalisme, menekankan pada fluks dan kerentanan makna dalam wacana. Ini menolak ide bahwa struktur bahasa atau makna bersifat tetap, melainkan terus berubah dan terbentuk melalui interaksi sosial dan bahasa.

Post-strukturalisme berakar pada beberapa prinsip dasar, termasuk dekonstruksi, yang menyoroti kompleksitas teks dan identifikasi kontradiksi internalnya. Konsep intertekstualitas menunjukkan bagaimana teks saling terhubung dan saling membentuk makna. Subjektivitas dan identitas dipahami sebagai konstruksi sosial yang dinamis, bukan entitas tetap. Kritik terhadap metanarasi menggugat klaim teori yang mengklaim kebenaran absolut. Dan analisis kekuasaan dan pengetahuan, berdasarkan pemikiran Foucault, menyoroti hubungan antara wacana dan distribusi kekuasaan dalam masyarakat.

Dalam analisis politik, post-strukturalisme menyoroti bagaimana kekuasaan dan wacana saling terkait. Ini menggambarkan bahwa wacana politik membentuk dan membentuk pemahaman kita tentang realitas politik. Teori ini juga menyoroti bagaimana identitas politik dan oposisi terbentuk melalui wacana dan praktik sosial.

Tradisionalnya, oposisi dalam politik didefinisikan sebagai kelompok atau partai yang menentang pemerintahan yang berkuasa. Namun, post-strukturalisme menunjukkan bahwa diskursus oposisi tidaklah statis; ia terbentuk oleh konteks wacana yang lebih luas dan dapat berubah melalui negosiasi, kompromi, dan koalisi yang tak terduga. Ini menciptakan realitas politik yang lebih kompleks dan dinamis, di mana definisi oposisi tidak selalu sesuai dengan pola-pola tradisional.

Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat dengan pendekatan politik yang kontroversial dan tidak konvensional. Gaya kepemimpinannya dicirikan oleh retorika populistis, ketidaksukaan terhadap protokol politik tradisional, dan kebijakan yang menonjolkan kepentingan nasionalis dan proteksionis.

Trump mengimplementasikan kebijakan-kebijakan utama yang mencakup reformasi pajak besar-besaran, pembangunan tembok perbatasan dengan Meksiko untuk membatasi imigrasi ilegal, penarikan Amerika Serikat dari perjanjian perdagangan internasional, serta penekanan pada isu-isu keamanan dalam negeri.

Pada pemilu sela tahun 2018, Partai Demokrat berhasil merebut mayoritas kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengubah dinamika politik di Washington. Kemenangan ini menghasilkan Nancy Pelosi kembali menjabat sebagai Ketua DPR, membawa kembali kepemimpinan yang berpengalaman dan strategis untuk Partai Demokrat.

Negosiasi antara Trump dan mayoritas Demokrat di DPR sering kali berkisar pada isu-isu kunci seperti anggaran pemerintah, pendanaan untuk pembangunan tembok perbatasan, kebijakan imigrasi, dan masalah-masalah domestik lainnya. Konfrontasi dan kesepakatan yang dicapai dalam negosiasi ini sering kali mencerminkan pertarungan kekuasaan antara dua partai yang saling berlawanan.

Negosiasi antara Trump dan mayoritas Demokrat di DPR mencerminkan perubahan dalam struktur kekuasaan tradisional. Sebelumnya, oposisi dianggap sebagai lawan politik yang bertentangan dengan pemerintahan yang berkuasa.

Namun, dalam konteks negosiasi ini, kekuatan tidak lagi terbagi secara sederhana antara dua kubu yang berlawanan. Mayoritas Demokrat di DPR memperkuat posisinya dalam dinamika politik, memaksa Trump untuk bernegosiasi di luar pola oposisi tradisional.

Negosiasi antara Trump dan Demokrat sering kali menghasilkan kesepakatan yang tidak sesuai dengan harapan atau ekspektasi partai politik tradisional. Contohnya, dalam beberapa kasus, Trump telah menunjukkan kecenderungan untuk mencapai kesepakatan dengan mayoritas Demokrat, bahkan mengabaikan atau menentang pendekatan yang diharapkan oleh Partai Republiknya sendiri.

Ini menciptakan ketidakstabilan dalam diskursus oposisi, mengaburkan garis-garis partai politik dan menyulitkan identifikasi jelas siapa yang merupakan "lawan" dan siapa yang merupakan "sekutu" politik.

Interaksi antara Trump dan Demokrat, serta aktor politik lainnya, telah menciptakan wacana baru dalam politik Amerika. Misalnya, beberapa anggota Partai Republik menyatakan ketidaksetujuan terhadap pendekatan Trump dalam negosiasi dengan Demokrat, sementara beberapa anggota Demokrat menunjukkan kesiapan untuk bekerja sama dengan Trump dalam isu-isu tertentu.

Ini menciptakan nuansa kompleks dalam wacana politik yang tidak selalu sesuai dengan garis-garis partai tradisional. Dengan demikian, interaksi antara aktor-aktor politik menciptakan dinamika baru yang menantang pemahaman konvensional tentang politik dan oposisi dalam konteks negosiasi ini.

Negosiasi antara Trump dan mayoritas Demokrat di DPR memiliki implikasi signifikan dalam politik Amerika. Secara jangka pendek, negosiasi ini menciptakan ketidakpastian politik, menghasilkan kegagalan dalam mencapai kesepakatan penting seperti anggaran pemerintah dan kebijakan imigrasi. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kepercayaan publik terhadap efektivitas pemerintah dan meningkatkan polarisasi politik.

Secara jangka panjang, negosiasi ini memiliki potensi untuk mengubah struktur politik dan oposisi. Perubahan dalam dinamika kekuasaan antara Partai Republik dan Demokrat dapat mengarah pada peningkatan kompromi lintas partai dan pembentukan koalisi yang tidak konvensional dalam menyusun kebijakan. Namun, juga mungkin terjadi peningkatan polarisasi yang lebih besar jika negosiasi yang berkepanjangan gagal menghasilkan solusi yang memuaskan.

Analisis post-strukturalis membantu memahami kompleksitas dinamika politik dalam negosiasi ini dengan menyoroti perubahan dalam diskursus kekuasaan dan oposisi. Kekuatan analisis ini terletak pada kemampuannya untuk mengungkap cara-cara di mana politik Amerika melampaui batas-batas tradisional oposisi dan menciptakan realitas politik yang lebih kompleks.

Namun, kelemahan analisis post-strukturalis adalah terlalunya fokus pada pembacaan teks dan diskursus, sehingga mungkin mengabaikan faktor-faktor material dan struktural yang juga memengaruhi dinamika politik. Selain itu, analisis ini cenderung abstrak dan sulit diterapkan dalam konteks praktis.

Kesimpulan yang bisa diberikan adalah bahwa pada analisis atas negosiasi antara Trump dan mayoritas Demokrat di DPR menggunakan kerangka post-strukturalis memberikan pemahaman yang mendalam tentang perubahan dalam dinamika politik Amerika. Diskursus kekuasaan dan oposisi menjadi pusat perhatian, menyoroti bagaimana negosiasi ini tidak hanya mencerminkan perubahan dalam struktur kekuasaan tradisional, tetapi juga mengaburkan garis-garis antara oposisi dan aliansi politik.

Destabilisasi diskursus oposisi terungkap melalui contoh-contoh konkret di mana Trump dan Demokrat bernegosiasi di luar pola-pola tradisional, menciptakan ketidakpastian dan ketegangan dalam politik Amerika. Interaksi antara aktor-aktor politik memunculkan wacana baru yang menantang pola-pola konvensional dalam politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun