Maka karung-karung gula itu seketika mendekap dada Kunyit dengan sejuta manisnya yang menggila di rongga hati. Suara-suara senyap pasar perbatasan mendendangkan lagu tidur yang mengalun teduh sepanjang kepak sayapnya menuju ke sebuah negeri di balik pijar rembulan.
Tak masalah lagi jika si gila itu kembali menggerayangi halte tua. Karena Kunyit kini telah beralas kasur gulung, dan berkemul sarung kumalnya yang hangat.
 Melingkarkan badan menghadap televisi berwarna yang gambarnya meliuk-liuk bagai ular padang pasir. Senyumnya lebar. Dan kedua bola mata keruh itu berbinar terang, seterang gemintang di luar sana. Bagi Kunyit, ketika tawanya melantang renyah menghadap televisi, dan bunga tidurnya mekar merekah di dalam sebuah pos ronda kecil, maka itulah hari raya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H