Mohon tunggu...
Zulfi Ifani
Zulfi Ifani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lahir di Magelang, namun bertahun-tahun besar di Kupang, NTT. Sehingga merasa tidak sepenuhnya berdarah Jawa. Kini sedang mengumpulkan energi untuk mengakhiri status sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mbah Maridjan dan Peran Opinion Leader

13 November 2010   11:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:39 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meninggalnya Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi, pada erupsi Selasa (26/10) menyisakan duka dan juga pertanyaan dari berbagai kalangan. Para tetangga menilai beliau sebagai sosok pemimpin yang sederhana dan bertanggungjawab, sebagian besar media pun tidak jauh berbeda dalam menilai. Akan tetapi, tak sedikit pula yang mengkritik bahwa sikap beliau yang keras kepala dengan mengabaikan paksaan untuk segera turun menyebabkan korban yang tak sedikit. Tak hanya beliau yang kehilangan nyawa, namun juga belasan warga desa lainnya yang sami'na wa atho'na atas segala keputusan beliau.

Dalam dunia komunikasi, tindakan sebagian warga yang lebih percaya dengan Mbah Maridjan ketimbang pemerintah dapat dianalisis, salah satunya dengan pendekatan opinion leader. Opinion leader yang dimaksud adalah pemimpin pendapat, pemuka agama (kyai) atau bahkan tetua adat. Mereka bisa jadi tidak memiliki posisi struktural apapun dalam pemerintahan. Namun sikap, tindakan dan pembicaraan mereka sangat berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan para audience (atau dalam pendekatan opinion leader disebut follower/pengikut).

Opinion Leader dalam Masyarakat Desa

Dalam pemahaman komunikasi ala Laswell, komunikasi merupakan sebuah sistem yang didirikan oleh berbagai unsur, salah satunya adalah "who" (atau komunikator, pemberi pesan). Tidak semua komunikator (unsur "who") membawa efek pesan yang sama. Efek pidato yang disampaikan oleh Presiden SBY tentu berbeda dengan yang saya ucapkan. Beda orang, beda pula efeknya.

Orang-orang yang membawa efek pesan yang kuat terhadap audiensnya,  seringkali disebut dengan opinion leader. Umumnya opinion leader lebih berperan di lingkungan pedesaan. Lingkungan ini cenderung masih tradisional dan minim akses media. Hal ini berkebalikan dengan daerah perkotaan yang lebih modern dan tinggi aksesnya terhadap media. Sehingga opini di daerah perkotaan acapkali lebih banyak tercipta dari persinggungan masyarakatnya dengan media.

Opinion leader yang ada di desa seperti tetua adat, tentu bukanlah orang yang serba tahu. Akan tetapi, mereka diakui oleh masyarakatnya sebagai orang yang peka dan in group terhadap berbagai permasalahan yang ada di desanya. Secara relatif mereka adalah tempat meminta pendapat dan nasehat para warga. Mereka juga dapat mempengaruhi sikap dan tingkah warga untuk bertindak dalam cara tertentu (Nurudin, 2007:166-169).

Alasan lain yang menyebabkan opinion leader begitu dihormati dan ditaati oleh para warganya adalah status sosialnya yang tinggi. Dengan status ini, ia akan selalu memelihara nilai-nilai serta norma-norma kelompoknya sebagai syarat minimal untuk memelihara statusnya (Homans, 1961, dalam Nurudin, 2007:161-162). Dalam kasus Mbah Maridjan, titah dari Sri Sultan HB IX untuk menjaga Merapi adalah status sosial tersebut. Amatlah wajar bilamana status tersebut beliau pertahankan mati-matian.

Bila ditelisik lebih luas, tidak hanya kisah Mbah Maridjan yang mengingatkan akan peran opinion leader. Puluhan tahun lalu, keberhasilan program keluarga berencana (KB) di era Presiden Soeharto pun sedikit-banyak berkat jasa para opinion leader ketimbang media massa. Begitu pula dengan pembangunan Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) yang sempat terbengkalai begitu lama, terjadi juga karena penolakan kelompok opinion leader dalam hal ini para kyai. Tentunya masih banyak kisah lainnya yang bisa menunjukkan signifikansi peran opinion leader.

Akhir Cerita Opinion Leader

Pemahaman opinion leader ini sebenarnya berkembang di barat. Tesis awalnya melihat bahwa media memiliki peran yang kuat dalam masyarakat, termasuk masyarakat yang kurang mengakses media sekalipun. Pada masyarakat model ini berlaku model two step flow of communication, informasi dari media akan melewati opinion leader terlebih dahulu untuk kemudian disampaikan kepada masyarakat luas.

Akan tetapi, model ini tentu tidak sepenuhnya berlaku dalam kasus Mbah Maridjan. Mbah Maridjan adalah opinion leader yang tidak mengakses media dengan aktif. Posisi yang istimewa di mata masyarakat tersebut lebih didadasarkan oleh titah ngarso ndalem Sultan Hamengkubuwono IX. Pasca meninggalnya Mbah Maridjan, menurut saya, era peran opinion leader di kawasan Merapi pun akan semakin surut. Hal ini sebenarnya sudah dapat terbaca dari pesan-pesan Mbah Maridjan sebelum meninggal. Mbah Maridjan sempat menyatakan, "Kalau sudah merasa harus mengungsi, mengungsi saja. Jangan mengikuti orang bodoh yang tak pernah sekolah seperti saya ini," (Kompas, 28 Oktober 2010). Bila dibaca lebih dalam, seharusnya itu jadi pertanda bagi masyarakat untuk mempercayai sumber informasi alternatif selain dirinya. Peran teknologi komunikasi kini semakin besar dan akan terus membesar di dalam masyarakat sekitar Merapi.

Di berbagai belahan dunia lain, perkembangan teknologi komunikasi adalah musuh dari opinion leader. Akses teknologi komunikasi yang makin mudah, mengubah pola interaksi antara masyarakat dengan opinion leader. Hubungan dulu yang amat intim, perlahan tapi pasti mulai tergantikan. Faktanya "ilmu tentang Merapi" kini tak hanya dikuasai oleh elit tertentu, namun secara luas lewat kecanggihan teknologi vulkanologi. Di situlah teknologi komunikasi mendukung penyebaran segala informasi yang berkaitan dengan Merapi.

Pada akhirnya, gugatan bahwa kehadiran teknologi akan membunuh tradisi yang telah lama ada seharusnya tidak terjadi. Keduanya dapat bersinergi - saling melengkapi. Arus informasi dari media massa adalah alternatif bagi opinion leader. Bahwa kebenaran pendapat dan sikap dari opinion leader tentulah tidak selalu benar, karena mereka juga manusia biasa. Dan dalam kondisi genting bencana seperti ini, ketepatan komunikator ditujukan untuk meminimalisir jatuhnya korban. Itulah harapan kita bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun