Mohon tunggu...
Zulfi Ifani
Zulfi Ifani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lahir di Magelang, namun bertahun-tahun besar di Kupang, NTT. Sehingga merasa tidak sepenuhnya berdarah Jawa. Kini sedang mengumpulkan energi untuk mengakhiri status sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seabad Muhammadiyah dan Implementasi Al Ma'un

12 Februari 2010   07:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:58 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada cerita yang cukup populer di kalangan warga Muhammadiyah mengenai KH Ahmad Dahlan (KHAD) dan para muridnya. Diceritakan bahwa KH. Ahmad Dahlan selalu saja mengulang-ulang pelajaran surat al-Ma'un dalam jangka waktu yang lama. Bahkan hingga tidak pernah beranjak kepada ayat berikutnya, meskipun murid-muridnya sudah mulai bosan.

Karena jenuh, salah seorang muridnya, KH. Syuja' -yang masih muda waktu itu-, bertanya mengapa KHAD tidak beranjak ke pelajaran berikutnya. KHAD pun balik bertanya, "Apakah kamu benar-benar memahami surat ini?". KH. Syuja' menjawab bahwa ia dan kawan-kawannya sudah memahami benar-benar arti surat tersebut dan bahkan telah menghafalnya di luar kepala.

Kemudian KHAD bertanya kembali, "Apakah kamu sudah mengamalkannya?". Dijawab oleh KH. Syuja', "Bukankah kami membaca surat ini berulang kali sewaktu salat?"

KHAD lalu menjelaskan maksud mengamalkan surat al-Ma'un bukanlah sekedar menghafal atau membacanya semata, namun lebih dari itu semua. Yaitu mempraktekkan al-Ma'un dalam bentuk amalan nyata. "Oleh karena itu', lanjut KHAD, "setiap orang harus keliling kota mencari anak-anak yatim, bawa mereka pulang ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu pelajaran ini kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian." (dari buku "Teologi Pembaharuan" karya Dr. Fauzan Saleh).

Memaknai Al Ma'un

Surat ini begitu penting di kalangan Muhammadiyah. Bahkan hingga muncul istilah surat Muhammadiyah untuk menjelaskan begitu eratnya hubungan antara surat ini dengan kehadiran Muhammadiyah. Secara ekstrim, bisa jadi inilah landasan ontologis dan epistemologis dari Persyarikatan Muhammadiyah.

Sayyid Quth (dalam Tafsir fi Zhilalil Qur'an Vol. 24) menjelaskan bahwa surat pendek ini mampu memecahkan hakikat besar yang mendominasi pengertian iman dan kufur secara total (ibid, hlmn. 263). Boleh jadi definisi iman dan kufur di sini sangat berbeda bila dibandingkan definisi tradisional. Karena kufur (mendustakan agama) di sini diartikan sebagai menghardik anak yatim dan atau menyakitinya (Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, ayat 2-3). Logika kufur muncul karena seharusnya saat iman seorang sudah mantap di hati niscaya anak-anak yatim dan orang miskin tentu tidak akan diterlantarkan.

Pada dasarnya, Allah tidak hanya menghendaki pernyataan-pernyataan dari manusia. Tetapi menghendaki pernyataan itu disertai dengan amalan-amalan sebagai pembuktiannya. Kalau tidak, pernyataan tersebut tidak lebih hanya debu yang tidak ada bobotnya di sisi Allah (ibid , hlmn. 264). Karena memang, islam bukanlah agama simbol dan lambang semata. Iman akan tidak berwujud bila tidak direfleksikan ke dalam gerakan amal shaleh (ibid, hlmn. 263).

Tafsir dari Sayyid Quthb ini lahir jauh setelah meninggalnya KH Ahmad Dahlan. Namun, saya yakin pemikiran dari Sayyid Quthb tidak jauh berbeda dengan spirit dakwah yang diharapkan oleh KH Ahmad Dahlan semasa hidupnya. KH Ahmad Dahlan tentu menginginkan bahwa dakwag adalah semangat untuk beramal shaleh sebanyak-banyaknya. Akibatnya, selama hidupnya memang tidak adanya buku/tulisan ilmiah yang lahir dari beliau, namun jika berbicara warisan amal usaha niscaya decak kagum akan banyak terbetik.

Pencapaian Muhammadiyah

Selama perjalanan panjang 1 abad berdirinya, Muhammadiyah telah mengalami berbagai macam tantangan zaman. Mulai dari zaman penjajahan, zaman revolusi, demokrasi parlementer, hingga reformasi. Selama itu pula Muhammadiyah menjalani pasang-surut pergerakan. Namun, tetap saja bahtera Muhammadiyah mampu bergerak dengan mantap (Amien Rais, Tauhid Sosial, hlmn. 278).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun