Mohon tunggu...
Zulfan Ajhari Siregar
Zulfan Ajhari Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Buku

Penulis beberapa buku sastra kontemporer, sejarah dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Perlu Opstib II Obat Penyakit Negeri Ini Tarik Sebagian Kewenangan Daerah ke Pusat

11 Mei 2023   23:17 Diperbarui: 12 Mei 2023   02:48 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ongkos Politik, untuk jadi Kepala daerah itu sangat besar saat ini, disaat Rakyat sudah ngomong " Jangan Dia saja yang kenyang, kalau sudah duduk, apa yang enggak dijualnya. Dari mulai Kacang Goreng, sampai kepada Lontong, habis dia lego ". Itulah gerutu masayarakat yang disebut, ikut dalam pesta demokrasi saat ini. Diperhitungkan bayar suara di Pemiiihan terkecuali Pemilihan Presiden, lainnya akan dipatok masyarakat dengan harga tinggi. Kalau selama ini pakai tarif Rp.300.000,- nanti di 2024, sudah muncul bisik-bisik masyarakat tarif naik, bisa jadi Ro.1.000.000,- Itupun kalau tidak jadi pemain ganda, Intok sana Intok Sini. Comot Sana Comot Sini. Siapa Takut, siapa yang berani memperkarakan orang cerdas, yang makan uang calon pejabat politik, tapi dia tidak memilih orang itu.

Ongkos Politik semakin tinggi, Kepala Daerah yang buang uang, pasti akan cari pengembalian modalnya, plus keuntungan untuk cari kaya.  

Jual jabatan, bukan lagi barang baru. Bahkan ada berita, dana awal jabatan, lain dengan uang isi pulsa routine. Apa KPK tau itu ?. Pejabat bawahan Bupati, tidak berani melawan. Pejabat Politik itu, punya perangkat Inspektorat yang bisa dia gerakan untuk memeriksa pejabat bawahannya. Yang juga terpaksa tidak bersih lingkungan, disebabkan harus menutupi pengeluarannya beli jabatan. Bahkan ada yang sampai-sampai jual tanah. Karena dosa bawahan dipegang Pak Bos, bawahan tidak berkutik. Begitu juga para Kepala Desa, begitu digertak akan diperiksa Inspektorat secara ketat,  Kepala Desa, Kepala Sekolah jadi "Ampun Ndoro"

Potret Buram negeri ini sudah berlangsung, menghambat perkembangan bangsa ini, untuk maju. Hukuman Berat tidak ditemukan dalam tindak Pidana Korupsi, yaitu Hukuman Mati seperti yang diberlakukan di berbagai negara, utamanya China. Itulah sebabnya para Koruptor anggap remeh. Tertangkap, yah keluar masih gemuk. Tidak seperti di China, bak kata Zurong Zhi Perdana mentri China sampai dengan 2003. " Beri aku 100 Peti Mati, 99 akan kujadikan Peti Mati Para Koruptor, satu Peti Mati untukku, kalau aku Korupsi " Itu ungkapan yang konsisten. Di China Koruptor Kapok. Di Negeri ini yang Kapok, adalah Gitar "  Gitar Merk Kapok  ". Sampai dengan tahun ini di Negeri Tirai Bambu itu, Pemerintahnya sudah menghukum mati 240.000 orang Koruptor. Pemerintah China mengajak wisata, para Pejabat yang belum terkontaminasi,  wisata mengunjungi penjara, dimana mereka diharuskan melihat Narapidana Koruptor, yang sudah Kurus Kering, men derita dan milih mati dari pada hidup. Siapa yang enggak takut Korupsi. Kompasioner jumpa dengan seorang mantan Bupati, yang terkena hukuman Korupsi. Wah malah klimis, gemuk, bahkan sedang mempersiapkan diri katanya untuk maju dalam Pemilihan Anggota Legislatif Pusat.

Inilah gambaran kelemahan yang terjadi di negeri ini, terlalu besarnya peluang Kepala daerah untuk Korupsi. Tentu saja harus ada gebrakan dan pembatasan kewenangan Kepala Daerah, lebih baik sebahagian kewenangan itu, ditarik ke Pusat. Misalnya Pengangkatan Pejabat Echelon II dan III, itu perlu dialihkan dan ditarik ke Pusat, apa gunanya. Agar para Kadis dan Kabid tidak di takut-takuti Bupati dan Walikota. Kalau sudah takut, terpaksa harus sering-sering ngisi pulsa.

Perlu diingat, tertangkapnya Bupati Meranti, yang akhir namanya Adil, yang tidak adil itu. Makmumnya cukup banyak, yang ikut ke Penjara. Dari gestur dan bahasa wajahnya, mereka tidak takut. Yah mungkin mereka masih berfikir, selagi Ayam masih mau Makan Jagung, Matahari masih bisa Terbit. Bagaimana mau Kapok, Perbekalan untuk melintasi  hukuman, uangnya mungkin masih banyak tersimpan. Di Penjara hanya sekedar Makan Tidur. Pemerintah sudah saatnya mempertimbangkan, sebelum enam bulan pasca Pemilihan Kepala Daerah 2024. Penunjukan Pejabat Echelon II dan III, sudah diambil alih Pusat. Paling-paling yang jadi sasaran Kepling dan Pak Lurah. Jabatan Lurah, bisa jadi terkena Tarif Kelurahan Kelas I, Kelurahan Kelas II, dan Kelurahan Kelas III. Tak mungkin juga pengambil alihan penunjukan Lurah,  sampai ke Pusat. Tapi karena Echelon III bisa beralih ke Pusat, Pak Camat terpaksa berani,  harus bisa membela Pak Lurahnya. Agar tidak jadi sasaran bidikan panah kekuasaan. Disini Baperjakat, harus benar-benar bisa dilaksanakan. Pengambil alihan tugas Echelon II dan III itu, bisa menghempang berlangsungnya " Plt Jabatan " Tertentu yang sampai bertahun-tahun, yang penting Pak Bos diuntungkan. Mengapa di Plt.Kan Untuk dihunjuk sebagai pejabat Definitif Echelon II, bapak Plt, itu belum cukup syarat. Sementara Pak Bos butuh dia, yah jalannya harus di Plt.kan bertahun-tahun. Obatnya memang pengangkatan pejabat itu, harus lewat Pusat, agar tidak bisa ditakut-takuti si Pak Bos. Memang Konsekwensinya, kalau halnya diberlakukan seperti ini, memang Pilkada mendatang bisa sepi calon Kepala Daerah.*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun