Mohon tunggu...
Zulfa Izzatur
Zulfa Izzatur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mahasiswa aktif program studi Komunikasi Penyiaran Islam di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Baritan Sedekah Laut, Harmoni Tradisi Jawa dan Ajaran Islam di Pesisir Pemalang

14 November 2024   15:19 Diperbarui: 14 November 2024   15:23 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baritan Sedekah Laut di Asemdoyong, Pemalang. Sumber: joglojateng.com

Tradisi Baritan Sedekah Laut di Pemalang: Menjaga Warisan Budaya dan Keagamaan

Pemalang, sebuah kabupaten yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah, memiliki beragam tradisi budaya yang kaya dan menarik, salah satunya adalah Baritan Sedekah Laut. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk ungkapan rasa syukur dan permohonan keselamatan kepada Tuhan, yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Pemalang melalui berbagai upacara adat yang melibatkan unsur keagamaan, sosial, dan budaya lokal. Baritan Sedekah Laut memiliki makna yang mendalam, bukan hanya sebagai ritual adat, tetapi juga sebagai sarana untuk menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan alam, serta antara manusia dengan sesama.

Apa Itu Baritan Sedekah Laut?

Baritan Sedekah Laut adalah sebuah tradisi syukuran yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di Pemalang, khususnya di daerah pesisir, untuk memohon keselamatan, keberkahan, serta hasil laut yang melimpah. Biasanya, acara ini dilakukan di pesisir pantai atau di tempat yang dianggap suci oleh masyarakat setempat. Baritan sendiri merujuk pada acara syukuran atau selamatan yang dilakukan dengan makan bersama dan mengadakan doa-doa untuk kesejahteraan dan keselamatan.

Pada tradisi sedekah laut, masyarakat biasanya memberikan sejumlah hasil tangkapan laut atau sesaji kepada laut sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan sebagai ungkapan terima kasih atas hasil laut yang diperoleh. Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk memohon perlindungan dari bahaya atau bencana yang mungkin terjadi selama para nelayan melaut.

Sejarah dan Asal-Usul Baritan Sedekah Laut

Tradisi Baritan Sedekah Laut di Pemalang memiliki akar budaya yang dalam dalam masyarakat nelayan yang telah ada sejak lama. Di masa lalu, masyarakat pesisir Pemalang sangat bergantung pada laut untuk mencari nafkah. Oleh karena itu, mereka meyakini bahwa laut memiliki kekuatan yang harus dihormati dan dijaga. Baritan Sedekah Laut muncul sebagai bentuk penghormatan kepada laut dan sebagai permohonan agar para nelayan diberikan keselamatan dan hasil tangkapan yang melimpah.

Di samping itu, tradisi ini juga dipengaruhi oleh ajaran agama Islam yang masuk ke Pemalang melalui dakwah Wali Songo dan para ulama. Meskipun sedekah laut adalah bagian dari tradisi budaya lokal, baritan ini kemudian dipadukan dengan unsur-unsur doa dan dzikir yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini menjadikan Baritan Sedekah Laut sebagai contoh dari akulturasi antara budaya lokal Jawa dengan ajaran Islam.

Pelaksanaan Tradisi Baritan Sedekah Laut

Pelaksanaan Baritan Sedekah Laut di Pemalang melibatkan beberapa rangkaian acara yang cukup menarik dan sarat dengan makna. Berikut adalah tahapan-tahapan utama dalam tradisi ini:

1. Persiapan dan Pembuatan Sesaji

Sebelum hari pelaksanaan Baritan Sedekah Laut, masyarakat akan mempersiapkan sesaji yang terdiri dari berbagai macam makanan, seperti nasi tumpeng, buah-buahan, ikan hasil tangkapan, serta makanan tradisional lainnya. Sesaji ini dipersiapkan dengan penuh ketelitian dan kesungguhan, karena dianggap sebagai simbol rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan serta laut agar memberikan hasil yang berlimpah.

Selain itu, beberapa desa di Pemalang juga menyiapkan perahu hias yang dihias dengan sesaji dan bunga sebagai bentuk penghormatan kepada laut. Perahu ini nantinya akan dilepaskan ke laut sebagai simbol pemberian atau sedekah kepada laut.

2. Doa Bersama dan Tahlilan

Pada hari pelaksanaan, masyarakat berkumpul di tempat yang telah ditentukan, biasanya di tepi pantai atau pelabuhan. Acara dimulai dengan pembacaan doa bersama yang dipimpin oleh seorang tokoh agama setempat, seperti kiai atau ustaz. Doa yang dibacakan berisi permohonan kepada Tuhan agar memberikan keselamatan, kesehatan, dan hasil tangkapan laut yang melimpah.

Selain doa, dalam beberapa kasus, acara ini juga disertai dengan tahlilan atau pembacaan kalimat dzikir. Pembacaan tahlil atau doa lainnya bertujuan untuk memohon keberkahan, keselamatan, dan perlindungan dari segala marabahaya yang mungkin mengancam kehidupan para nelayan dan warga pesisir.

3. Melepas Perahu Sesaji ke Laut

Salah satu momen puncak dalam Baritan Sedekah Laut adalah pelepasan perahu hias yang berisi sesaji ke laut. Perahu ini dilepaskan ke laut sebagai simbol "sedekah" atau pemberian kepada laut. Masyarakat percaya bahwa dengan memberikan sesaji kepada laut, mereka akan mendapatkan perlindungan dan hasil laut yang baik selama musim melaut.

Pelepasan perahu ini diiringi dengan doa bersama agar laut memberikan hasil yang melimpah, tidak ada bencana alam seperti badai atau gelombang besar, dan para nelayan dapat melaut dengan selamat. Setelah pelepasan perahu, masyarakat biasanya melanjutkan dengan makan bersama atau kenduri sebagai bentuk rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan.

4. Makan Bersama dan Kenduri

Setelah semua rangkaian ritual selesai, acara dilanjutkan dengan makan bersama di tempat yang telah disediakan. Makanan yang disajikan adalah hasil dari persembahan, termasuk nasi tumpeng dan hidangan lainnya yang menjadi simbol syukur kepada Tuhan. Makan bersama ini juga menjadi momen untuk mempererat hubungan sosial antara warga, sekaligus memperkuat rasa kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat pesisir.

Makna dan Tujuan Baritan Sedekah Laut

Baritan Sedekah Laut di Pemalang memiliki beberapa makna penting bagi masyarakat pesisir:

  1. Rasa Syukur kepada Tuhan dan Laut: Tradisi ini merupakan ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan melalui laut, serta penghormatan terhadap laut sebagai sumber kehidupan. Masyarakat percaya bahwa laut memiliki kekuatan dan bisa memberikan hasil melimpah apabila diperlakukan dengan hormat.
  2. Permohonan Keselamatan: Masyarakat Pemalang, khususnya para nelayan, memohon perlindungan agar mereka dapat melaut dengan aman dan terhindar dari bahaya atau bencana alam. Mereka juga memohon agar hasil tangkapan laut mereka berlimpah dan membawa keberkahan.
  3. Penyatuan Sosial: Tradisi ini juga berfungsi sebagai ajang berkumpul dan mempererat hubungan antarwarga. Makan bersama dan doa bersama menjadi simbol persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat pesisir Pemalang.
  4. Akulturasi Budaya: Meskipun tradisi ini berasal dari adat lokal, Baritan Sedekah Laut di Pemalang telah terakulturasi dengan ajaran Islam, menjadikannya contoh harmonisasi antara tradisi budaya dan ajaran agama.

Islam dan Baritan: Akulturasi Budaya dan Agama dalam Tradisi Jawa

Baritan adalah salah satu tradisi yang sangat kental dengan budaya Jawa, yang di dalamnya tercermin nilai-nilai sosial, budaya, dan keagamaan. Tradisi ini sudah ada sejak zaman sebelum Islam masuk ke Indonesia, namun seiring berjalannya waktu, baritan mengalami akulturasi dengan ajaran Islam. Akulturasi ini membawa perubahan dalam cara pandang dan praktik budaya tersebut, tanpa menghilangkan esensi asal-usulnya yang masih menghargai budaya dan tradisi lokal.

Di banyak wilayah Jawa, termasuk di Pemalang, baritan tidak hanya sekadar tradisi budaya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai agama yang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Melalui proses akulturasi, baritan yang awalnya merupakan ritual adat atau perayaan kelahiran, pernikahan, atau hari-hari besar lokal, kini diintegrasikan dengan doa-doa Islam, seperti tahlil, doa untuk orang yang telah meninggal, dan doa keselamatan.

Agama Islam mulai masuk ke Jawa sekitar abad ke-13 hingga ke-15, melalui jalur perdagangan dan dakwah para ulama, termasuk Wali Songo. Para wali ini mengajarkan ajaran Islam dengan cara yang sangat bijak, menghormati dan mengadaptasi kebiasaan dan budaya lokal tanpa harus menghapuskan sepenuhnya tradisi yang ada. Akulturasi inilah yang memungkinkan agama Islam berkembang pesat di Jawa, termasuk di Pemalang dan daerah pesisir lainnya.

Dalam konteks baritan, Islam tidak datang untuk menghapus tradisi tersebut, tetapi lebih kepada memperkenalkan nilai-nilai spiritual yang sesuai dengan ajaran Islam. Proses ini disebut sebagai akulturasi budaya dan agama, di mana elemen-elemen agama Islam mulai diterima dan diterapkan dalam praktik budaya yang telah ada sebelumnya.

Perkembangan dan Tantangan

Meskipun tradisi Baritan Sedekah Laut masih dilaksanakan di beberapa daerah di Pemalang, keberlanjutannya menghadapi beberapa tantangan. Pengaruh modernisasi, perubahan gaya hidup, serta pergeseran minat generasi muda dapat mempengaruhi pelestarian tradisi ini. Namun, banyak kelompok masyarakat yang terus berusaha mempertahankan tradisi ini dengan melibatkan generasi muda dalam setiap kegiatan, sekaligus mengedukasi mereka tentang pentingnya menjaga warisan budaya ini.

Pemerintah setempat dan tokoh masyarakat juga berperan penting dalam melestarikan Baritan Sedekah Laut sebagai bagian dari identitas budaya Pemalang yang kaya dan unik. Dengan terus menjaga nilai-nilai tradisi ini, masyarakat Pemalang berharap Baritan Sedekah Laut tetap dapat dilaksanakan dan memberikan manfaat baik bagi kehidupan sosial maupun spiritual masyarakat pesisir.

Kesimpulan

Baritan Sedekah Laut di Pemalang adalah tradisi yang kaya dengan nilai-nilai budaya, sosial, dan keagamaan. Melalui acara ini, masyarakat pesisir Pemalang mengungkapkan rasa syukur, memohon keselamatan, dan memperkuat kebersamaan dalam komunitas mereka. Meskipun berakar pada budaya lokal, Baritan Sedekah Laut telah beradaptasi dengan ajaran Islam, menciptakan harmoni antara tradisi dan agama. Sebagai bagian dari warisan budaya, tradisi ini terus dijaga dan dilestarikan sebagai simbol hubungan manusia dengan alam dan Tuhan yang penuh rasa syukur dan kedamaian.

Penulis:

Zulfa Izzatur Rohman

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun