"Dek, kamu ngerasa kesulitan pelajaran apa di sekolah?". Atau "Kalau misalnya kita lagi ngga les dan kamu ngerasa kesulitan, kamu bisa lho tanya mbak lewat chat atau SMS. Nanti langsung mbak kerjain deh," kataku. Tahu sendiri kan anak kecil zaman sekarang sudah punya smartphone. Jadi aku berani bilang begitu agar lebih memudahkan dia juga untuk bertanya. Lihat saja muridku yang lain. Aku tidak memberitahukan nomor teleponku pada mereka, tiba-tiba mereka mengirimkan pesan padaku di WA. Saat kutanya dari mana mereka mendapatkan nomorku, mereka menjawab bahwa mereka telah bertanya pada ibu atau ayah mereka.
Modern betul
Aria hanya mengangguk-angguk sambil mengerjakan soal matematika yang kubuat untuk mengukur kemampuannya. Wajahnya sih kelihatan polos. Namun saat aku perhatikan kaki dan tangannya, banyak bekas luka. Lecet, goresan, lebam, dan lainnya. Apakah ia sering jatuh saat bermain sepeda? Kulihat ada dua sepeda di depan garasi rumahnya.
"Hei, kamu suka main sepeda?" tanyaku tiba-tiba pada Aria untuk mengatasi keheningan.
"Tidak juga. Aku bahkan tidak pernah menggunakan sepeda itu. Memang kenapa mbak?" tanyanya balik.
Aku menggeleng sambil berkata tidak apa-apa dan menyuruhnya kembali mengerjakan soal yang kubuat. Ah sudahlah. Kenapa juga aku repot-repot memikirkan bekas lukanya. Ingat, cukup perbaiki nilainya di sekolah dan bukannya mengurusi urusan lain.
Tetapi susah sekali untuk berusaha tidak-mau-tahu dengan kehidupan pribadi murid les. Aku bekerja sebagai guru les privat di rumah mereka. Jadi mau tidak mau ya aku memperhatikan juga kehidupan keluarganya.
Aku tidak pernah melihat ayah Aria. Padahal aku selalu datang malam hari untuk jadwal lesnya. Seharusnya ayahnya sudah pulang kan?
Aria bilang, ayahnya bekerja di luar kota sehingga jarang pulang ke rumah. Tetapi ia tidak ingat kapan terakhir kali melihat ayahnya. Ouch.
Oh ya, Aria punya satu adik perempuan yang lucu bernama Aliya. Aliya lucu sekali dan ia sudah lancar berbicara padahal usianya baru tiga tahun. Biasanya saat les dimulai, Aliya selalu datang ke kamar Aria (di mana tempat aku dan Aria belajar) dan mulai iseng mengganggu kakaknya. Kelihatannya Aria sayang sekali dengan adiknya karena saat dengan Aliya ia bisa tertawa lepas sambil balik menggoda adiknya. Kalau sudah begitu, terpaksa ibu Aria menggendong Aliya agar tidak mengganggu jalannya les.
Aku baru tahu kalau Aria dan keluarganya dulunya adalah non muslim. Setelah dua bulan aku menjadi guru les, Aria bercerita padaku bahwa ia dan keluarganya sudah menjadi mualaf dan masuk Islam. Sehingga saat naik ke kelas empat, ia sudah bisa mengambil mata pelajaran agama Islam di sekolahnya.