Peran manusia sebagai makhluk sosial sepertinya mendukung teori Schwarts di atas. Tersebab terikat oleh norma sosial dan agama yang berlaku di masyarakat tempat di mana mereka tinggallah, maka manusia 'terpaksa' harus menjadi setia.Â
Apalagi beberapa daerah punya spesifikasi adat tersendiri menyangkut 'kesetiaan' ini, sehingga membolehkan warganya berpoligami.
Ada fenomena menarik bahwa kecenderungan manusia untuk tidak setia pada satu pasangan itu disebabkan adanya gen 'selingkuh' di dalam tubuh manusia. Dalam rantai DNA ada gen DRD4 yang bertugas memproduksi hormon dopamin.Â
Mereka yang memiliki variasi DRD4 akan terbuka secara sosial dan suka mengambil risiko tinggi. Termasuk bercinta di luar komitmen pernikahan.
Ada lagi yang terkait dengan sistem kerja otak manusia. Menurut biological anthropologist Dr. Helen Fisher (72) dalam series Love, manusia memiliki tiga ketertarikan terhadap pasangan, yaitu ketertarikan seksual, romantis, dan kasih sayang.Â
Yang bermasalah adalah ketertarikan ini merujuk ke orang yang berbeda-beda sehingga seseorang bisa menginginkan dua orang sekaligus, satu hasrat seksual, satu soal romantika cinta dan komitmen bersama.
Yang terakhir adalah romantika rumput tetangga. Dampak psikologi "rumput tetangga jauh lebih hijau" menjadi fenomena tersendiri dalam ketidaksetiaan.Â
Ada studi komparatif setelah melihat rumput tetangga lebih cantik atau ganteng, lebih perhatian, lebih seru, lebih ini itu, dibanding di halaman sendiri. Hal itu dipaksa dijadikan pembenaran tindakan ketidaksetiaan.
Yang menarik, persoalan ketidaksetiaan kepada pasangan ini telah melahirkan sejumlah istilah yang sangat populer. Bahkan lebih populer dari kasus sebenarnya yang terjadi. Wanita Idaman Lain (WIL), Pria Idaman Lain (PIL), Selingkuh, sampai Perebut Laki Orang (Pelakor) dan Perebut Bini Orang (Pebinor) ini lebih lekat diingatan publik daripada pokok perbuatannya.
Di luar persoalan gen dan ini itu, masih ada yang bisa 'menyelamatkan' tragedi ketidaksetiaan ini, yaitu pengendalian diri. Klise, memang. Mampukah kita mengendalikan alam bawah sadarnya agar tak sekadar menggunakan insting hewan, tetapi juga akal manusia?
Jangan pedulikan peringatan ini: "Waspadalah, perselingkuhan terjadi bukan karena ada niat pelakunya, tetapi karena kita masih laku!" ***