Mohon tunggu...
Zulfaisal Putera
Zulfaisal Putera Mohon Tunggu... Administrasi - Budayawan, Kolumnis, dan ASN

Berbagi dengan Hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Horor

1 September 2019   19:44 Diperbarui: 2 September 2019   21:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Horor yang dilakukan para orang tua terhadap anaknya atauaparat terhadap rakyatnya adalah upaya menghapus topeng yang selama ini dikenakankepada mereka. Topeng ketakutan yang diciptakan para pendahulunya.

Horor sesungguhnya sesuatu yang biasa-biasa saja. Jikaberpatokan pada definisi horor sebagai sesuatu yang menimbulkan perasaan ngeriatau takut yang amat sangat (KBBI V), maka horor hadir karena diciptakan. Horormenjadi luar biasa ketika manusia di bawah alam sadarnya membuat imajinasi atasitu hingga menimbulkan perasaan ngeri atau takut.

Pakar psikoanalisis Sigmund Freud (1856--1939) menyatakanbahwa horor adalah hasrat terpendam manusia di bawah alam sadar. Ia berasaldari sesuatu yang ganjil, ditandai dengan kemunculan imaji dan pikiran dari ideprimitif manusia yang tertekan oleh ego yang beradab. Saya memaknai ini bahwahoror hanya mampu diciptakan oleh manusia yang berpikiran maju.

Horor menjadi komoditi yang laku di tengah masyarakatdari zaman ke zaman. Tidak hanya menjadi jualan pada masyarakat tradisional,tetapi juga masyarakat modern. Horor juga laku tidak hanya di negara miskinatau sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju yang sudah canggih,digital, dan serba robotic.

Lihatlah bagaimana film-film horor diproduksi besar-besaran oleh para sineas dunia. Negara semacam Inggris, Amerika, dan Cina sangat piawai menjual 'ketakutan' melalui layar perak. 

Masih ingat film The Exorcist (1973) yang dianggap sebagai film horor terseram sepanjang masa. Mereka mampu menyedot 441,3 juta USD dari saku penonton fanatik film horor masa itu.

Indonesia lebih lagi. Film-film horor menjadi dagangan laris, melebihi film drama, laga, apalagi sejarah. Sejak film horor perdana berjudul Doea Siloeman Oeler Poeti enItem (1934), sampai film PengabdiSetan (2017) yang berhasil meraup 16,2 juta USD. Walaupun mereka tahu film horor itu hanya tipu-tipu, tetapi penonton puas menikmatinya.

Menurut Aristoteles (384-322 SM), manusia senangdengan kisah-kisah seram penuh kekejaman karena bisa membawa katarsis ataukelegaan emosional dalam dirinya. 

Sepertisenangnya netizen menikmati kisah horor KKN di desa Penari yang lagi viral.Sementara, kita juga terbiasa dengan horor setiap hari, seperti lampu PLN yangsering padam atau air PDAM yang sering tidak mengalir. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun