PENDAHULUAN
Setiap bangsa menginginkan kehidupan nasionalnya memiliki ciri khas nilai kebangsaan yang dimiliki, dihayati, dan dilestarikan sebagai pengikat kehidupan berbangsa dan bernegara serta mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberadaan kehidupan bangsa. Nilai-nilai kebangsaan yang dimiliki oleh setiap negara akan dijadikan rujukan untuk diinternalisasikan dan dipelihara karena erat kaitannya dengan mutu penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Dengan demikian adanya kehidupan bangsa ditentukan oleh kemampuan bangsa memandang pentingnya pendidikan dan mengelola pendidikan nasionalnya. Plato pernah menyatakan bahwa idealnya dalam suatu negara, pendidikan mesti mendapat tempat yang penting dan istimewakan, mengingat kontribusinya dalam pembangunan bangsa dan negara (Idi, 2011).
Pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia, menuju kearah kebahagiaan batin serta keselamatan hidup lahir (Ki Hajar Dewantara). Budaya akan terus berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu, percepatan dan pembangan ilmu dan teknologi, serta perkembangan kepandaian manusia. Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik, bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa ikut berubah dan begitu juga bila pendidikan berubah, maka akan dapat mengubah kebudayaan. Didesa Ambowetan tradisi Besik Nyadran dilaksanakan menjelang bulan Ramadhan, di bulan Rajab pada hari kamis wage malam jumat kliwon. Dalam budaya sadranan sebenarnya sangat penuh dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Diantaranya adalah pendidikan untuk berbhakti kepada kedua orang tua yang sudah meninggal dunia. Mengirimkan doa dan memohonkan ampunan kepada Allah atas segala salah dan khilaf orang tua semasa hidupnya. Bersedekah kepada orang lain, saling tolong menolong, ikhlas, menjalin tali silaturahmi dan lain sebagainya.Nah Besik Munggah pun tergolong mirip dengan Besik Nyadran namun dilaksanakan 7 hari atau hari-hari sebelum hari raya idul fitri.
Tradisi Besik Nyadran ialah tradisi masyarakat Jawa untuk menyambut bulan Ramadhan. Besik Nyadran biasanya dilakukan saat bulan Sya'ban(Ruwah), menjelang Ramadhan. Biasanya warga sekitar membawa bunga dan alat untuk membersihkan makam adapun yang mengecat makam. Nah Besik Munggah dilaksanakan 7 hari sebelum Ramadhan atau beberapa hari sebelum Ramadhan, biasanya warga mengganti tengok (batu nisan) sehingga tidak ada pantangan, karena biasanya kalua sebelum itu ada pantangan(disebut oleh narasumber) Warga sekitar berbondong-bondong ke makam Ambowetan "meleng" dan "blegedet", , tidak hanya sesepuh yang ikut berpartisipasi dalam mengikuti Tradisi tersebut tetapi pemuda atau remaja yang ada di Desa Ambowetan.
Setelah bersih-bersih makam biasanya dilakukan doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh dari rt atau keluarganya Doa bersama bertujuan untuk memanjatkan puji syukur kepada Sang Pencipta sekaligus mendoakan para leluhur. Momen ini juga sering dimanfaatkan untuk bermaaf-maafan sebelum melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan.Pulang dari makam biasanya warga-warga disini melaksanakan makan bersama tujuannya untuk mempererat tali persaudaraan, biasanya hidangan yang disiapkan yaitu sesuai kemampuan dan hasil bumi wilayah tersebut Umumnya menyajikan hewan ternak seperti daging ayam maupun daging kambing. Bila ada warga yang berhalangan hadir biasanya di bagikan. Dengan dilestarikannya Tradisi tersebut dapat mempererat tali silaturahmi antar warga, menjadikan warga rukun, damai, dan aman.
METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, sumber data utama penelitian ini adalah kondisi sebenarnya dari tokoh masyarakat dan lokasi penelitian. sedangkan data pendukung penelitian ini berasal dari berbagai sumber, antara lain: buku, laporan jurnal, dan lain-lain. Waktu penelitian April 2024. Lokasi penelitian berada di area makam/TPU Meleng dan Blegedet di Ambowetan, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Hasil menunjukkan bahwa Tradisi Besik Nyadran dan Besik Munggah ini ialah suatu tradisi masyarakat sekitar, berupa rasa syukur, berjalannya tali silaturahmi dan bersih-bersih makam menjadikan masyarakat lebih mengenal keluarga, tetangga dan kerabatnya. Momen-momen ini biasanya dijadikan bermaaf-maafan sebelum puasa(nyadran) dan sebelum hari raya idul fitri(munggah).
PEMBAHASAN
Wawancara mendalam dengan warga yang terlibat dalam tradisi "Besik Nyadran dan Besik Munggah" menambahkan pemahaman lebih dalam tentang makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tradisi tersebut. Menurut H. Padmo Prisanto sebagai sesepuh di rt rumah saya. Beliau saya singgung berbagai pertanyaan. Dan berikut jawaban yang dilontarkan beliau ketika disinggung dengan pertanyaan mengenai kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) apa yang terdapat dalam tradisi " Besik Nyadran dan Besik Munggah" yang ada di Desa Ambowetan yang sejalan dengan pemikiran KHD? Beliau mengatakan "tradisi besik nyadran dan besik munggah ini adalah suatu adat yang berkelanjutan, artinya memang turun temurun dari jaman dulu. Dan tentunya tradisi tersebut sangat mencerminkan kekuatan konteks sosio-kultural, dengan konsep pemikiran ki hajar dewantara yang memang mendasarkannya kepada nilai-nilai luhur budaya, salah satunya yaitu mencakup nilai-nilai moral, agama dan etika yang kuat, seperti silaturahmi, kerja sama, tolong-menolong, rasa saling menghormat, juga gotong royong membersihkan makam dan memasak hidangan. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya Nyadran dan Munggah yang ada di Desa Ambowetan yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di Desa Ambowetan sendiri?. Beliau mengatakan "Untuk cara kontekstualnya para orangtua bisa saling membantu dengan bersih-bersih makam dan masak-masak bersama sedangkan untuk anak-anak sendiri bisa dengan gotong-royong membantu hal-hal kecil dan ikut erta meramaikan tradisi serta menjalin silaturahmi tersebut."
Pertanyaan selanjutnya tentang satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau sekolah sesuai dengan konteks lokal sosial budaya dalam tradisi Besik Nyadran dan Besik Munggah di Desa Ambowetan yang dapat diterapkan. Beliau mengatakan" Guru dapat menunjukkan beberapa perlakuan yang bisa keterkaitan dengan besik nyadran dan besik munggah dengan cara menanamkan sifat gotong-royong, saling tolong menolong, mudah bergaul dan rasa keingintahuan lebih agar siswa lebih tertarik dengan apa yang guru tersebut lakukan. Bisa menggunakan deskripsi antar kelompok dan melakukan proyek untuk anak-anak mengenai budayanya sendiri. Dalam pembelajaran yang memperkuat pemahaman dan pengalan peserta didik terhadap nilai-nilai budaya yang diyakini dan diamalkan kepada masyarakat desa Ambowetan. Menjadikan konsep pendidikan lebih maju dan lebih nyata.
Besik Nyadran dan Besik Munggah di Desa Ambowetan
Tradisi Besik Nyadran dan Besik Munggah ini dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat di Desa Ambowetan yang dilaksanakan di TPU/makam. Biasanya dilakukan sore hari setelah ashar. Besik Nyadran sendiri dilakukan sebelum bulan Ramadhan atau saat bulan Syaban. Warga berbondong-bondong pergi ke makam meleng atau blegedet. Dilanjutkan doa bersama, seperti yasin tahlil dan doa untuk keberkahan seluruh masyarakat, setelah itu kadang panitia membagikan nasi bungkus, atau berkumpul di mushola tempat penyelenggara, dan makan bersama hasil masakan dari ibu-ibu. Nah Besik Munggah pun sama seperti itu namun ada yang tidak menyenggarakan makan bersama dikarenakan masih puasa, atau dilanjutkan sampai setelah maghrib diiringi buka bersama, untuk menjalin silaturahmi antar masyarakat umum.
SIMPULAN DAN SARANÂ
Tradisi Besik Nyadran dan Besik Munggah yang masih dijalankan Desa Ambowetan memiliki nilai-nilai luhur budaya yang keterkaitan dengan Ki Hajar Dewantara. Menjadi sebuah tradisi sebuah Desa Ambowetan secara turun temurun menciptakan beberapa nilai-nilai yaitu: Pertama nilai agama/ibadah yang terkandung dalam tradisi tersebut bahwa bertujuan untuk beribadah kepada Allah SWT. Di dalam doa yang masyarakat panjatkan untuk sarana ibadah dengan menyembah Allah SWT. Kedua, Nilai Silaturahmi. Dalam Tradisi ini yang menjadi tujuan ialah menyambung silaturahmi antar masyarakat desa agar tidak putus. Dengan diadakannya tradisi ini masyarakat lebih mengenal, rukun, dan damai. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan tentang salah satu tradisi local yang ada di Jawa Tengah dan diharapkan dapat mendeskripsikan relasi pendidikan dengan kearifan local yang dimiliki oleh masyarakat Jawa Tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H