Semua hadirin terdiam sambil memanggut-manggut. Sesekali bunyi suara korek api warga yang membakar rokok daun. Asap rokok mengepul dan keluar secara perlahan dari celah-celah jendela. Begitu juga para pecandu sirih, mereka sesekali meludah air sirih dari mulutnya melalui celah-lantai papan meunasah.
Jam sudah menunjukkan pukul 00.30. Nyala Lampu Petromak mulai mengecil, biasanya kalau dinyalakan selapsa mangrib. Minyeuk Gah (Minyak Tanah) akan bertahan sampai pukul 00.00. kalau sudah lewat pukul ini, Bang Tafa seorang petugas yang ditunjuk melalui rapat kampung untuk menjaga, memelihara lampu petromak
“Sial. Kita kehabisan Minyak” kata Apa Tafa tiba-tiba bersuara diantara orang-orang yang mulai berisik lagi.
“Kalau bisa cepat-cepat diambil keptusan rapat malam ini, karena tidak mungkin pada jam ini juga saya mengayuh sepeda ke Ibukota Kecamatan, Krueng Mane yang jaraknya satu Kilometer dari sini.
Lalu tak dalam sekejap, bluup, lampu petromak mati
Semua hadirian rapat malam itu sibuk, ada yang menyalakan kroek api, senter dan penerang ainnya.
“Benar Bapak Kepala Desa)” jawab Apa Tafa singkat.
“Coba jangan rebut dulu sebentar..! sergah Geuchik Din pada hadirin rapat semua.
“Apakah Tengku-teungku semua yang hadir dalam rapat malam ini setuju dengan pendapat geuchik Ben?”
“Setujuuuuuuuuuuuuuuuuuuu” jawab hadirin semua bagai paduan suara.
“Baik, kalau sudah setuju semua rapat saya tutup, sebetulnya malam ini juga kita kita pilih orang yang akan membeli Microphone, kita beli dimana? dan mereknya apa?”
Untuk masalah kita beli dimana, dan siapa yang akan belihampir delapan puluh persen masayarakat yang hadir dalam rapat tersebut mempercayakan geuchiek dan tetua kampung untuk menunjukanya.