Maka KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha) melakukan serangkaian kegiatan secara metode analisis ekonomi yang dilakukan melalui variabel-variabel, daftar harga, kinerja perusahaan, laporan keunganan dan seluruh seluruh kegiatan unsur perusahaan akan ditelusuri oleh KPPU untuk dilakukan penilaian apakah, telah terjadi suatu kegiatan kartel. Secara kewengan  KPPU  memang diberikan kewengan untuk  melakukan penilaian tentang dugaan adanaya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha  hal ini terdapat didalam pasal 36 (b) UU No.5 Tahun 1999.
Bahwa menurut penulis terdapat polemik dalam pembuktian secara tidak langsung yang dilakukan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) , disatu sisi diterima karena susuahnya mencari alat bukti sehingga dimasukkan dalam bukti petunjuk sebagai mana dalam Pasal 42 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang alat bukti berupa, keterangan saksi, keterangan ahli, surat atau dokumen, petunjuk, keterangan pelaku usaha, disisilain kerena sistem pembuktian di Indonesia dikenal dengan teori pembuktian positif maka mengalami kendala kekuatan pembuktian secara tidak langsung tersebut.
Selain hakim harus tunduk pada prinsip bukti minimum, hakim juga dibatasi dengan alat bukti menurut undang-undang. Layaknya Majelis Hakim, Majelis Komisi fungsinya sama di dalam persidangan KPPU, yakni untuk memeriksa, menilai, dan menjatuhkan sanksi maka terdapat kelemahan dalam pembuktian secara tidak langsung (indirect evidance) tersebut untuk itu perlu untuk memperkuat pembuktian secara tidak langsung agar pelaku usaha kartel daging sapi dapat dijerat dengan hukuman yang pantas dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk melakukan penilitan dan Penilaian oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
***
anggota DPC PERMAHI Medan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H