Pada hari Selasa tanggal 15 September 2015, di Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan sidang pertama terhadap 32 perusahaan yang diduga melakukan kartel sapi. Dalam sidang yang diketuai oleh Chandra Setiawan ini, salah satu investigator KPPU M. Noor Rofieq menyampaikan 32 perusahaan yang diduga melakukan tindakan kartel tersebut telah melanggar pasal 11 dan pasal 19 huruf (c) Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Kompas.com).
Kartel yang merupkan kerjasama sejumlah perusahaan yang seharusnya saling bersaing, tetapi justru mengkoordinasi kegiatannya yang dapat mengendalikan jumlah produksi dan mempengaruhi harga barang dan atau jasa untuk memperoleh keuntungan diatas tingkat yang wajar, dalam Pasal 11 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tetang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Untuk menjerat para pelaku usaha yang melakukan kartel tersebut seringkali para penegak hukum menggunkan Unsur-unsur dari pasal 11 Undang-undang No.5 Tahun 1999 yang apabila unsur-unsur itu terpenuhi maka sudah dapat dibuktikan telah melakukan kartel, namun dalam penyidikan apakah terbukti suatu perusahaan tersebut terjadi kartel atau tidak mungkin tidak cukup hanya menggunakan unsur-unsur dari pada pasal 11 undang-undang No. 5 Tahun 1999, tatapi juga lebih kepada “dapat mengakibatkan”. Dalam hal ini pendekantan Rule of Reason dipergunakan untuk penilaian mengenai akibat dari perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, yang berfungsi untuk menilai apakah kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.
Dalam Pendekatan Rule Of Reason dapat dilihat pendekatan dari suatu tidakan yang perlu dibuktikan seberapa jauh tidakan itu yang merupakan anti persaingan akan berakibat kepada pengekangan persaingan pasar atau kenyataan pebuatan tersebut terbukti telah dilakukan. Subtansi dari Rule of Reason tergambar dari kalimat yang membuka aternatif interprestasi bahwa tidankan tersebut harus dibuktikan terlbih dahulu.
Untuk menentukan apakah pelaku usaha telah melakukan kartel secara bersama-sama yang dapat mengakibatkan terjadinya prektek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat maka dalam pasal 19 huruf (C) Undang-undang No.5 Tahun 2015 disebutkan bahwa, “Pelaku Usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa membetasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang bersangkutan”.
Fakta-fakta Terjadinya Kartel Danging Sapi
Bahwa fakta-fakta yang terjadi dari 32 perusahaan terlapor adalah pelaku usaha yang merupakan pesaing satu sama lain, dalam pertemuan di asosiasi pelaku usaha diduga melakukan pembicaraan mengenai harga jual sapi, perilaku pelaku usaha menahan pasokan untuk mengatur agar pasokan sapi tetap tersedia merupakan bentuk pengaturan pemasaran yang berdampak pada harga yang mencapai puncaknya dan pembicaraan mengenai harga melalui asosiasi dan kemudian prilaku harga dipasar yang cendrung sama serta adanya kesamaan prilaku mengatur pasokan sapi dengan alasan yang sama untuk menjaga keberlangsungan pasokan merupkan bentuk tindakan saling menyesuaikan pemasaran, sehingga mempengaruhi harga yang telah dibahas melalui asosiasi. Tindakan yang saling menyesuaikan tersebut dan pembahasan harga melalui asosiasi merupkan perilaku yang saling mengikatkan diri satu sama lain merupakan indikasi adanya suatu perjanjian.
Bahwa fakta tersebut diperkuat lagi dengan menunjukkan bahwa adanya 14 prilaku Feedloter yang mengarah ke indikasi kartel yaitu, Pertama., Akibat harga daging dari Feedloter lebih mahal, kejadian ini terjadi pada tahun 2013 dimana asosiasi Rumah Potong Hewan (RPH) di Jabotabek melakukan aksi mogok, dan pada Agustus 2015 kembeli terulang Aksi mogok dengan alasan yang sama. Kedua., Feedloter mengurangi pasokan daging sapi ke Rumah Potong Hewan (RPH), dengan alasan menjaga pasokan sehingga membuat harga daging sapi naik dan menaikkan keuntungan Feedloter .
Ketiga., Pengaturan pasokan selalu dilakukan Feedloterpada saat momentum Pemerintah berencana menaikkan impor sapi, yakni pada tahun 2013 dan 2015.Keempat., Prilaku Feedloter yang menaikkan harga degan cara mengurangi pasokan, dan kembali keharga yang diminta oleh pemerintah tidak mencerminkan harga yang sebenarnya pada kondisi itu. Kelima., Selisih biaya dan harga yang ditetapkan pelaku usaha diduga semakin besar meskipun pelaku usaha menurunkan harga sesuai yang diinginkan oleh Pemerintah. Ini terjadi pada 2011 dimana kenaikan tidak normal, dimana kenaikan pada November 2012 secara Year on Year (YoY) sebesar 23% dibanding November 2011, yang mana kenaikan itu terjadi di November tahun 2010 dan 2011 yang kenaikan hanya sebesar 5-7%. Keenam.,Ketidak wajaran harga daging sapi di farm gate yang saat harga sapi Rp.37.000/Kg di JABODETABEK sementara di Sumatera Utara hanya Rp. 32.000/Kg.
Ketujuh.,Fakta menunjukkan harga daging sapi lokal lebih mahal dibanding sapi impor. Sehingga membuat sapi lokal sulit masuk kepasar Jabodetabek, hal ini menunjukkan dominannya Feedloter lewat sapi impor. Kedelapan.,Sejak Pemerintah mencanangkan program swasembada daging sapi dan kerbau pada tahun 2014 dan kebijakan baru keluar pada tahun 2010 harga daging sapi mulai naik puncaknya dapat dilihat dari Juni-juli 2013 dimana harga sapi Rp.38.000/Kg, Kemudian Menteri Perdagangan meminta harga untuk turun Rp. 33.000/Kg harga itu tetap memberikan keuntungan dan bertahan hingga 2014.
Kesembilan., Keseimbangan harga yang terjadi tahun 2014 diduga tidak mencerminkan hubungan permintaan dan penawaran sebagaimana alasan Feedlotermenaikkan harga tahun 2012 dimana puncaknya pertengahan 2013, dan harga sama mendekati harga puncak 2013 pada awal tahun 2014 hal ini membuktikan kesetabilan harga tidak tebentuk dari permintaan dan penawaran.Kesepuluh., Kriteria pembagian alokasi impor tidak memperhitungkan adanya afiliasi perusahaan sehingga dari 6 perusahaan afiliasi bisa menguasai sekitar 58% pasar Jabodetabek, dan meningkat jadi 61% sampai triwulan III 2015.