Alisku mengernyit seolah menolak merasakan sakit yang tiba-tiba muncul dihatiku. Setiap cerita yang berawal indah, tak akan mungkin berlangsung indah selamanya. Seperti malam yang ditemani siang. Seperti itu pula Tuhan menciptakan tangis mendampingi tawa. Aku ingin bercerita padamu, mimpi. Tawaku, tangisku, rinduku. Semuanya.
Namun hari itu, kutemukan kau berjalan di jalanmu. Kau tertawa di duniamu. Kau terlihat begitu berkilau di mataku. Menyaksikan apa yang ada di belakangmu, merasakan semua yang ada di belakangku. Seperti terbangun, tersadar sepenuhnya. Kutarik mundur langkahku, setapak demi setapak..menjauh. Mencoba menjauh. Kakiku..Mulai melewati batasanku. Tak boleh kubiarkan. Kakiku berusaha melangkah, untuk memasuki hidupmu..mimpi. Tak akan kubiarkan. Meskipun aku tau, hatiku telah melewati batasannya sejak lama.
Kupejamkan mataku sejenak mencari jawaban, masihkah perasaan itu di sana. Dan kembali mengetik.
Aku terjaga, tersadar sepenuhnya. Hidup ini tak ada yang berlangsung selamanya.
Apa yang harus kulakukan kini? Mengikuti keserakahanku melangkah masuk ke hidupmu? Dengan menutup mata, menutup telinga mengacuhkan semuanya. Atau sanggupkah aku meninggalkan semua dan menawarkan persahabatan? Dan saat aku terdiam termangu disini, tiba tiba saja kau pergi...dan menghilang.
Jemariku berhenti, sebulir air menetes di pipiku. Aku, masih bisa merasakan sakitnya. Walau lukanya tak lagi segar. Tapi perasaan sakit itu masih bisa kuingat dengan jelas. Dengan cepat, kuseka pipiku dan kulanjutkan tulisanku.
Taukah kau apa yang aku rasakan saat itu mimpiku? Rindu..begitu merindukanmu. Aku menangisimu hingga aku lelah menangis. Ingin aku berlari menyeret kakiku menemuimu, akan kugunakan alasan apapun itu agar aku bisa melihatmu. Tapi kakiku membeku. Ingin aku berteriak betapa aku merindukanmu, tapi hatiku tak mengizinkan.
Mengapa? Bukankah sejatinya cinta menyatukan dua hati yang berbeda? Lalu mengapa aku merasa takut melihat perbedaan kita? Bukankah seharusnya cinta memperjuangkan, mempertahankan? Lalu mengapa aku hanya sanggup terdiam dan menarik langkah mundur? Pengecutkah aku? Atau ini semua hanya sebuah bentuk dari pertahanan diri.
Apa yang harus aku lakukan wahai mimpiku? Aku bukan penjaga waktu yang menguasai masa lalu. Aku pun tidak akan sanggup memanggilmu. Aku hanya mampu bertahan dan menjalani hidupku. Membiarkan semuanya berlalu. Berharap waktu yang menyelesaikan semuanya, menghapus semuanya.
Dan saat ini?
Aku... hanya akan merindukanmu sampai aku merasa bosan.