Mohon tunggu...
Sang Pangeran
Sang Pangeran Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita itu

18 Januari 2019   09:56 Diperbarui: 18 Januari 2019   11:43 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cahaya menerobos melewati celah celah dedaunan membuatku memicingkan mata. Silau. Gemuruh deburan ombak yang menghantam bebatuan pantai mengeluarkan suara yang memancing perasaan teduh. Ah, aku ingin lebih lama lagi di sini. Sesekali kuseka rambutku yang dibelai kasar oleh angin. Kubetulkan letak dudukku mencoba fokus mengerjakan laporan yang harusnya sudah selesai dari beberapa hari yang lalu. Aku bosan...Tidak satu katapun di dalam laporan itu yang aku mengerti. Seolah pekerjaan itu bukan milikku. Aku harus istirahat sebentar. Kugerakkan scroll laptopku naik turun mencari lagu untuk kuputar. Sebuah lagu yang pas untuk menemani suasana pantai sore ini. Padahal aku sudah sengaja jauh-jauh mencari tempat untuk menyepi agar bisa fokus menyelesaikan pekerjaanku yang terbengkalai. Tapi tetap saja sampai di sini, aku masih tidak mendapatkan ide apa-apa.

Tiba-tiba mataku tertuju pada satu foto yang sudah lama sekali. Yang seharusnya sudah lama kulupakan. Ternyata foto ini ada di sini. Mimpiku, mimpi terbesarku. Mimpi yang ada dalam tidur panjangku. Ada rasa rindu menggebu di sudut hati. Rindu ini bukanlah rindu yang datang tiba-tiba. Rindu ini sudah ada di sana sejak lama hanya saja mungkin tidak pernah ada cukup alasan untuk mengenangnya. Seperti biasa, rasa rindu yang pasti diikuti oleh rasa ingin tahu. Hatiku pun bertanya di mana dia? Apa yang sedang dilakukannya? Apa kabarnya kini? Dan...apa dia ingat padaku?

Jemariku mengikuti keserakahan hatiku. Mencoba menulis bait demi bait, seandainya saja. Cuma seandainya, aku memberikan padanya sebuah surat. Sebuah surat di mana aku ingin meluapkan seluruh isi otakku, meringankan beban rindu dihatiku. Seandainya kutulis sebuah surat. Lantas apa yang akan aku tuliskan. Kutarik laptopku dan mulai mengetik.

Apa kabarmu kini? Tiba-tiba saja aku ingin tau kabarmu. Ini aku. Masih perempuan yang sama yang pernah ada dalam ceritamu. Mungkinkah kau masih mengingatku? Ini aku... Masih perempuan yang sama yang bibirnya pernah kau hiasi senyum dan tawa. Dan kau... masih menjadi mimpi buatku. Sampai kini.

Hembusan angin seakan melayangkan pikiranku ke masa lalu..

Taukah kau wahai mimpi? Masih segar dalam ingatanku saat pertama aku menemukanmu, mimpiku. Lewat skenario terhebat dan termanis yang disiapkan Tuhan untukku. Pagi itu adalah pagi yang biasa, tempat yang biasa, suasana yang biasa. Dan aku datang dengan cara yang biasa pula, tak ada yang istimewa. Tapi kau di sana, di samping jendela. Menatapku tak berkedip sejak aku memasuki ruangan itu. Kau menatapku tak berkedip seakan duniamu terhenti sejak kedatanganku. Kau menatapku lekat, seakan waktumu membeku karenaku.

Aku tersenyum spontan mengingat saat itu. Seakan adegan masa lalu diputar kembali didepan mataku. Kamu mimpiku, dengan kemeja bermotif kotak, jas putih dan wajah sedikit berantakan. Pandanganku merasa aneh saat pertama kali melihatmu. Otakku berusaha mengenang hingga bagian bagian terkecilnya mengikuti jemariku yang mengabadikannya.

Kau menatapku, hanya menatapku. Tanpa berbicara. Hanya menatap. Itu gila! Respon apa yang harus aku berikan saat ditatap seperti itu? Aku hanya bisa menundukkan wajahku karena malu. Berharap kau berhenti menatapku atau wajahku akan berubah warna saking malunya.

"Semoga wajahku tidak memerah. Semoga aku tidak tersipu sipu dan senyum senyum seperti orang bodoh" doaku dalam hati.

Lagi, bibirku tersenyum simpul mengingat wajahmu yang terlihat bodoh saat itu. Atau mungkin aku sendiri menertawakan kebodohanku yang tertunduk dan merasa malu kau pandangi. Aku menghela nafas panjang, mencoba mengingat seperti apa suaramu. Menyusunnya dalam otakku dan memutarnya seolah aku mendengar suaramu ditelingaku. Ah..ya..suaramu. Tawamu, candamu..kulanjutkan tulisanku.

Aku hanya bisa diam dan menunduk merasakan tatapanmu. Ada rasa tersanjung dalam hatiku. Kau membuatku merasa bahwa aku makhluk paling indah di matamu. Aku merasa berharga, merasa bahagia. Kau yang membeku menatapku tanpa berkedip seolah aku adalah perempuan paling berwarna yang kau temui pagi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun