Mohon tunggu...
Zuhriyatul
Zuhriyatul Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Mazhab Iqtishaduna dalam Perspektif Ekonomi

27 Februari 2018   18:49 Diperbarui: 27 Februari 2018   18:51 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Madzab iqtishaduna

A.Madhzab ini berpandangan bahwa ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan islam. Para tokoh madhzab ini diataranya, muhammad baqir as-sadr, abbas mirakhor, baqir al-hasani, kadim as-sadr, iraj toutounchian, hedayati.

Iqtishad bukan hanya sekedar terjemahan dari ekonomi. Iqtishad berasal dari kata bahasa arab qashd, yang secara harfiah berarti "ekuilibrium" atau "keadaan sama, seimbang, atau pertengahan". Sejalan dengan itu, maka semua teori yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya, madzab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru yang langsung digali dan didekuksi dari al-quran dan sunnah.

Madzab ini berpendapat bahwa ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan islam. Ekonomi tetap ekonomi dan islam tetap islam. Ada perbedaan dalam memandang masalah ekonomi (kelangkaan). Baqir menolak adanya kelangkaan. Dengan alasan, allah menciptakan bumi, langit dan segala isinya adalah untuk manusia.baqir menolak pandangan tidak terbatasnya keinginan manusia. Masalah muncul karena distribusi yang tidak merata dan ketidak adilan. Teori ekonomi seharusnya didesikasikan dar al-qur'an. Salah satu tokoh madzab adalah Muhammad baqir as Sadr.

Biografi, pemikiran dan karyan Muhammad baqir as sadr.

Muhammad Baqir As-Sadr berasal dari keluarga shi'tie yang dilahirkan pada tanggal 1 maret 1935 M/25 Dzul Qa'dah 1353 H di Bagdag. Buku Iqtishaduna merupakan karya besar yang mengharumkan namanya di kalangan cengdekiawan muslim. Dari karyanya dalam aspek kehidupan ekonomi, yakni Iqtishaduna melahirkan madzab tersendiri. Menurut madzab ini, ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan islam. Baginya ekonomi islam hanyalah madzab, bukan ilmu.

Menurut teori ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sedangkan sumber daya yang tersedia terbatas. Madzab iqtishaduna menolak hal ini karena dalam islam tidak pernah dikenal adanya sumber daya yang terbatas.

Sadr berpendapat bahwa permasalahan ekonomi muncul dikarenakan oleh dua faktor. Pertama karena perilaku mnusia yang melakukan kezaliman dan kedua karena mengingkari nikmat Allah SWT. Yang dimaksud zhalim disini adalah proses kecurangan seperti penimbunan atau ikhtikar. Sedangkan yang dimaksu ingkar adalah manusia cenderung menafikan nikmat Allah dengan melakukan eksploitasi sumber daya alam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan ekonomi bukan akibat dari keterbatasan alam dalam merespon setiap dinamika kebutuhan manusia.

Lebih lanjut, madzab ini berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya ditribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya. Sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu, masalah muncul  bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.

Ditegaskan dalam surah Al-Furqan(25) ayat 2:

Yang artinya: "Kepunyaan-nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.

Selain itu, menurut mereka perbedaan filosofi akan berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Madzab Baqir menolak pertanyaan ini, karena menurut mereka, islam tidak mengenal adanya sumber daya yang  terbatas. Dalil yang dipakai adalah al-qur'an surat al-qamar ayat 49:

"sesungguhnya telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya."

Dengan demikian, karena segala sesuatunya sudah terukur dengan sempurna, sebenarnya Allah telah membrikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia di dunia.  

Hubungan milik

Kepemilikan pribadi dalam pandangan Sadr hanya terbatas pada hak memakai dan adanya prioritas untuk menggunakan serta hak untuk melarang oran lain untuk menggunakan sesuatu yang telah menjadi miliknya. Dalam hal ini Sadr mengganggap bahwa kepemilikan yang dimiliki manusia hanya bersifat sementara, sedangkan kepemilikan yang mutlak adalah milik Allah SWT.

Baqir As-Sadr memandang format kepemilikan bersama menjadi dua yakni; kepemilikan publik dan milik negara.

Perbedaan antara kepemilikan publik dan negara terletak pada tata cara pengolahannya. Kepemilikan publik digunakan untuk seluruh kepentingan masyarakat. Misalnya rumah sakit, sekolah, dan sebagainya. Sedangkan kepemilikan negara dapat digunakan tidak hanya bagi kebaikan semua orang, melainkan dapat pula digunakan untuk suatu bagian dari masyarakat, jika negara memang menghendakinya. Misalnya ghanimah, jizyah,  pajak, cukai, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, dsb.

Peran negara dalam perekonomian

Negara memiliki kekuasaan sehingga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memastikan bahwasanya keadilan berlaku. Di antaranya ialah fungsi-fungsi sebagai berikut:

  • Distribusi sumber daya alam kepada individu yang berdasarkan pada keinginan dan kepastian untuk  bekerja.
  • Pelaksanaan yang tepat sesuai dengan undang-undang yang sah pada penggunaan sumber daya.
  • Memastikan keseimbangan sosial. Intinya, negara harus memenuhi standar kehidupan masyarakat yang seimbang secara keseluruhan. Negara pun harus memberikan keamanan sosial serta memastikan keseimbangan sosial dan keamanan secara keseluruhan. Sehingga masyarakat percaya bahwa negara yang menjalankan tugas sebagai pengatur keseimbangan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

Larangan Riba dan Perintah Zakat.

Sadr tidak banyak membicarakan riba. Penafsirannya pada riba terbatas pada uang modal. Sedangkan mengenai zakat, ia memandang hal ini sebagai tugas negara. Mengenai pemikiran ekonominya, ia memisahkan antara produksi dan distribusi sebagai pusat di dalam ekonomi. Menurutnya, produksi adalah suatu proses dinamis, mengubah dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan distribusi sebagai bagian dari sistem sosial, yaitu total hubungan antar sistem sosial yang memancar dari kebutuhan orang dan bukan dari gaya produksi.

Teori Produksi Islam

Sadr mengklasifikasikan dua aspek yang mendasari terjadinya aktivitas produksi. Pertama adalah aspek obyektif atau aspek ilmiah yang berhubungan dengan sisi teknis dan ekonomis yang terdiri atas sarana-sarana yang digunakan, kekayaan alam yang diolah dan kerja yang dilakukan dalam aktivitas produksi.

Yang kedua yaitu aspek subyektif. Terdiri atas motif psikologis, tujuannya yang hendak dicapai lewat aktivitas produksi, dan evakuasi aktivitas produksi menurut konsepsi keadilan yang dianut.

Selain menurut Sadr sumber asli produksi terdiri dari tiga kelompok yaitu, alam, modal, dan kerja. Adapun sumber alam yang digunakan untuk produksi dibagi menjadi tanah, substansi-substansi primer, dan air.

  • Strategi doctrinal/intelectual
  • Strategi legislatif/hukum

Untuk menjamin lancarnya strategi doktrinal tersebut, diperlukan aturan hukum antara lain:

  • Tanah yang menganggur dapat disita oleh negara untuk kemudian didistribusikan kepada orang yang mampu menggarapnya.
  • Larangan memiliki tanah dengan jalan paksa.
  • Larangan kegiatan yang tidak memiliki semangat produktif.
  • Pelarangan riba, ikhtikar, pemusatan, kekayaan, dan juga tindakan mubazir.
  • Melakukan regulasi pasar dan juga pengawasan terhadapnya (pasar)
  • Kesimpulan

Madzab iqtishaduna dipelopori oleh Baqir As-Sadr dengan bukunya yang fenomenal: Iqtishaduna (ekonomi kita). Madzab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi(economics) tidak pernah bisa sejalan dengan islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan islam tetap islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainya Islam.

Referensi

http://duniapendidikan33.blogspot.co.id

http://makalahhanna.blogspot.co.id

Al-Arif, M. Nur Rianto. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011.

Chamid, Nur. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun