Mohon tunggu...
Sarifuddin Zuhri
Sarifuddin Zuhri Mohon Tunggu... Hoteliers - Manusia Pembelajar

Sudah dari kecil hobi membaca. Semua yang ada tulisannya dilahap habis. Bukan hanya sekedar kutu buku melainkan predator buku. Supaya seimbang kegiatan membaca diimbangi dengan menulis tentang apa saja. Bertambah dewasa semakin menyadari bahwa menulis dan membaca dapat mengantarkan manusia menuju ke kebahagiaan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengakhiri Hidup

12 Juli 2020   09:58 Diperbarui: 12 Juli 2020   09:56 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Gue punya cerita seru nih", ujar Ucup, salah satu kawan akrab saya. 

Saya terdiam sejenak. Betawi tulen yang nama aslinya Yusuf tetapi orang-orang lebih senang memanggilnya Ucup. Dan Yusuf sendiri tidak keberatan dengan panggilan itu. 

Dari obrolan selama ini dengan Ucup kalo dia bilang seru berarti memang begitulah adanya. Menegangkan, diselipin humor dan akhir kisah kerapkali mengejutkan. 

"Cerita apaan?" Setelah beberapa detik membisu, saya menyahut.

"Begini ceritanya." Ucup tampak siap mulai bercerita dan saya langsung merubah posisi duduk supaya lebih enak dengerin dia ngomong.

"Suatu hari timbul keinginan untuk bunuh diri," kata Ucup datar tanpa emosi. Saya melongo dan memastikan kuping tidak salah dengar.

"Haaa? Serius lo?" ujar saya tidak percaya. Ucup yang kelihatan normal-normal aja hidupnya ternyata punya segudang masalah yang membuatnya ingin bunuh diri. Pandai sekali Ucup menutupi semua problem yang dialaminya. Sebagai salah satu sahabat karib sungguh saya belum pernah dengar dia curhat. Atau bisa jadi dia menceritakan masalahnya kepada teman yang lain. 

"Dari sekian banyak cara untuk bunuh diri, gue milih terjun bebas dari ketinggian," Ucup serius ngomong.

"Emang gak ada jalan keluar dari semua masalah lo?"

"Puyeng pala gue," jawabnya singkat.

"Trus?"

"Sehari sebelum gue lompat dari lantai 7 Mall X, gue pulang kerja seperti biasa. Nyampe rumah ketemu bokap. Say hello. Tahu gak apa yang dibilang Bokap gue?"

"Apaan?" saya semakin penasaran mendengar kelanjutan ceritanya.

"Kata bokap, kemaren siang jalanan di depan gang heboh. Orang-orang berkerumun ngumpul semua," Ucup nyerocos.

"Emang kenapa, Pak?" tanya Ucup kepada bokapnya penuh rasa ingin tahu.

"Di dalam bengkel ada yang bunuh diri. Tapi baru ketahuan siang hari. Bengkel yang biasanya buka kok tumben hari itu tutup. Pas dibuka, gak tahunya ada yang gantung diri. Kata orang-orang udah dari pagi kejadiannya. Sayang ya, kenapa sih harus berbuat seperti itu? Bukankah gak ada masalah yang gak ada solusinya? Bokap gue trus nglanjutin omongannya. Kata beliau gak tahu kali ya kalo orang yang bunuh diri itu bakal disiksa di neraka sesuai dengan alat yang digunakan untuk mengakhiri hidup. Kalo bunuh diri pake piso, dia akan disiksa pake piso juga, pake tali buat mencekik leher disono juga bakalan disiksa dengan jeratan. Demikian juga yang matinya lompat dari tempat tinggi akan dijorogin. Sereeem deh pokoknya. Sebab apa die disiksa seperti itu? Karena die udah berani melanggar ketentuan Allah swt. Belum waktunya meninggal dunia, eh malah nekat bunuh diri."

Ucup asyik bercerita. "Gara-gara cerita bokap, gue gak jadi bunuh diri. Gue buang jauh-jauh keinginan itu. Lagian gue ingin mati dalam keadaan yang baik. Khusnul khotimah, kata Ustadz."

"Ahamdulillah, elo gak jadi. Kalo sampe elo lakuin apa yang sudah elo niatin, bakalan bikin sedih banyak orang. Rugi lo, dunia akherat," kata saya sok nasehatin.

"Iya bro, elo bener," jawab Ucup singkat mengakhiri obrolan sambil tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun