Masyarakat desa Sujawi kembali dihebohkan dengan kabar burung. Mula-mula kabar itu terdengar dari warung kopi dideket balai desa. Naryoto penjual kopi itu memulai membubui kabar burung itu setelah ia tidak sengaja bertemu dengan sekdes, Pak Karmat.
''Ini info A1 lho kang, kemarin Pak Karmat sempet bisik-bisik padaku kemarin" ujar naryoto kepada para pembelinya.
Entah benar atau tidak, ketika cerita ini kembali ditulis, Kepala Desa Sujawi yang terkenal tampan itu memang beberapa kali terlihat ngobrol dengan Mbak sutini, janda kembang yang baru saja menyelesaikan masa idahnya.
"Kan mereka berdua itu sama --sama tidak punya pasangan, kang. Jadi sudah sewajarnya kalau saling mencari pasangan yang baru, iya kan kang karmin" salah satu pelanggan warung naryoto itu Nampak mencoba mewajarkan kabar yang terdengar
Karmin yang dari tadi Cuma diam tiba-tiba kaget setelah namanya disebut. Sebelum ia menjawab, diserutuplah kopi hitam yang sudah dihidangkan naryoto.
"Heleh, kang Naryoto ini memang pinter membuat cerita, seperti emak-emak, cerita biasa jadi seolah luar biasa"
jawaban bijak dari Karmin itu langsung membuat Naryoto menghentikan pekerjaanya. Warungnya memang masih sepi, hanya ada empat bapak-bapak yang ngopi setelah mereka bekerja di sawah bengkok Pak Kades. Maka bergabunglah ia dengan lingkaran bapak-bapak itu
"tapi kita ini seharusnya kaget lah, wong mendiang suami mbak sutini itu kan dulu teman dekatnya Pak Kades, kalau mau nyari suami lagi, mbok yao mbak sutini ini nyari yang lain, kan di desa sujawi ini pria tampan itu banyak, iya kan kang"
Namun, kabar burung itu sebenarnya sengaja diciptakan.
Pak Kades dan Mbak Sutini sering bertemu, bukan untuk urusan asmara, melainkan untuk menjalankan strategi. Pak Kades tahu ada isu besar yang harus ia tutupi: penyalahgunaan dana desa olehnya. Ia paham betul, gosip jauh lebih menarik perhatian masyarakat ketimbang transparansi anggaran.
"Jadi benar kita mau terusin ini, Pak?" tanya Mbak Sutini suatu sore di pendopo desa. Matanya tampak ragu, meski ia sudah terlibat cukup jauh dalam skenario ini.
Pak Kades hanya tersenyum tipis.
"Percaya saja, Mbak. Orang-orang lebih senang bicara soal cinta daripada soal angka. Apalagi kalau angka itu nggak ada hubungannya sama uang mereka."
Kabar tentang kedekatan mereka terus menyebar, membuat masyarakat Sujawi sibuk dengan dugaan-dugaan yang makin liar. Bahkan, isu lain yang sempat mencuat, seperti perbaikan jalan desa yang tak kunjung selesai atau laporan keuangan yang tak pernah jelas, perlahan-lahan terlupakan.
Di warung kopi, Naryoto semakin menikmati perannya sebagai "penyampai berita".
"Lha iya, Kang! Pak Kades itu katanya mau nikah sama Mbak Sutini bulan depan. Mungkin cuma akad kecil-kecilan di pendopo."
Karmin menatap Naryoto dengan tajam, tapi ia memilih diam. Dalam hati, ia menduga ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini. Namun, siapa yang mau mendengar?
Pak Kades berdiri di pendopo, melihat ke arah sawah bengkok. Dalam hati ia tersenyum. "Orang-orang memang lebih mudah teralihkan oleh gosip," gumamnya.
Namun, skenario ini tak selamanya mulus.
Setelah semua persekongkolan itu berjalan dengan baik, Naryoto, si penyebar berita, datang menemui Pak Kades. Ada sesuatu yang ingin ia tagih.
"Pak, kita sudah sepakat, ya?" Suaranya berbisik tetapi tegas.
Pak Kades mengerutkan kening. "Sepakat soal apa lagi, To?"
Naryoto mendekat, matanya memancarkan ancaman. "Soal hubungan saya dan Mbak Sutini dulu. Saya bantu Bapak tutupi penyalahgunaan dana desa ini, tapi Bapak juga harus pastikan tidak ada satu pun yang tahu kalau saya dan Mbak Sutini pernah... ya, Bapak tahulah."
Pak Kades membeku. Ia tahu apa yang dimaksud Naryoto. Hubungan gelap antara Naryoto dan Mbak Sutini yang dulu masih berstatus istri orang lain adalah rahasia besar yang bisa menghancurkan semuanya. Kini Naryoto mulai merasa punya kuasa untuk mengatur permainan.
Pak Kades tersenyum kecil, meski hatinya mendidih. "Tenang saja, To. Rahasiamu aman... selama kamu tidak lupa siapa yang punya kuasa di sini."
Naryoto tersenyum balik, tapi ketegangan di antara mereka tak terelakkan. Di balik gosip, ada lapisan rahasia yang lebih kelam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H