Mohon tunggu...
Zuhdi Triyanto
Zuhdi Triyanto Mohon Tunggu... Operator - Tenaga Administrasi

Suka kopi apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pedagang Mainan

22 Desember 2024   23:06 Diperbarui: 22 Desember 2024   23:06 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pedagang mainan (sumber: detik.com)

Hidup itu memang tidak adil kata Naryo, ia berusaha sebaik mungkin menjadi manusia, tapi kebaikan itu  tidak akan ada artinya kalau pekerjaannya masih belum jelas---mapan.

Setelah pecel dari Mbah Gito habis dilahap Naryo, ia segera menyulut rokok keteng yang tersedia di toples meja.

"Mbah Gito, aku ngutang dulu lagi ya, tolong catat, nanti aku akan melunasinya setelah pekerjaan menemuiku" ujar Naryo sambil meninggalkan warung Mbah Gito.

Mbah Gito hanya membalas Naryo dengan senyuman kecil.

Sambil berjalan kaki menuju rumah, Naryo kembali memikirkan perkejaan yang tepat untuk dirinya.

"Kalau seperti ini terus, wanita mana yang akan mau denganku" gumam Naryo . Tiba-tiba Naryo teringat pada isi ceramah Pak Yai yang sering mengisi pengajian di mushola dekat rumahnya.

"Orang itu kalau mau kaya, maka berdaganglah" kalimat inti yang sering didengar Pak Yai itu terdengar dan mengusik hatinya.

"Mbah Gito yang hanya jualan pecel saja bisa sampai menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi, apalagi jika aku serius menekuni bidang perdagangan, hmmm"

Setelah perenungan dalam perjalanan pulang kerumah pagi itu, Naryo benar -- benar bertekad menekuni dunia perdagangan. Awalnya Naryo mencoba mengambil barang dagangan dari toko mainan, dan menjualnya lagi didepan sekolah.

Setiap jam istirahat dan jam pulang sekolah, Naryo sudah mangkal di depan sekolah, menata barang dagangannya dengan rapi, berharap anak-anak sekolah itu menghampiri dan membelinya.

Hari pertama Naryo berdagang menjadi sangat melelahkan batinnya, boro -- boro laku, dilirik calon pembeli saja tidak. Sebelum memutuskan terjun ke dunia dagang, Naryo lebih dulu menguatkan keyakinannya bahwa berdagang itu kadang laku, kadang juga tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun