Hari pertama pondokku dibuka. Beberapa santri datang, sebagian besar membawa harapan tinggi, meskipun mereka ragu dengan biaya yang kutetapkan. Mereka tidak tahu bahwa ini adalah langkah pertama menuju masa depan cerah. Aku sudah merencanakan semuanya dengan sangat teliti. Namun, ketika aku melihat mereka semua memasuki ruang asrama yang sempit, terasa ada sesuatu yang ganjil---sesuatu yang tidak sesuai dengan bayanganku tentang kesuksesan. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa ini hanya masalah waktu, dan bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar begitu mereka melihat visi besar yang kutawarkan. Tapi di dalam hatiku, ada sedikit keraguan, yang mulai tumbuh semakin besar. Apakah aku benar-benar tahu yang terbaik?Â
Meskipun ada sedikit keraguan, namun aku selalu harus sadar bahwa ini adalah permulaan yang baik, dunia harus segera tahu kesuksesanku . Disini dipondok yang baru dibangun ini akan ada banyak santri, datang dari segala penjuru.
Meski sudah aku sampaikan berkali-kali, namun ada saja wali santri yang meragukan visi besarku.
"Pak Yai, bagaimana santri punya kualitas istirahat yang bagus jika kamarnya sesempit ini?"
Aku tidak langsung menjawabnya, bagiku ini hinaan. Tapi aku memaklumi karena sebagian besar wali santri tidak pernah mondok, mereka tidak tahu apa itu perjuangan. Mereka pasti tidak tahu arti dari tirakat.
"Bapak tenang saja, mondok itu bukan untuk beristirahat seperti di hotel, santri harus di gembleng baik fisik maupun batinnya. Dua hal itu yang akan membuat anak bapak menjadi manusia berkualitas seperti saya. Coba lihat pondok mana yang punya pimpinan sekualitas saya"
Aku sangat percaya diri mengatakannya.
"Tapi Pak Yai, apakah anak saya tidak berhak istirahat dengan nyaman, apakah itu juga dalam pendidikan"
"Ah, itu kan sudah saya jelaskan tadi, percayalah, anak Bapak akan berkembang lebih baik di sini---kalau saja orang tua mereka tidak ragu-ragu seperti ini. Bapak harus paham betul, tugas santri dan wali santri itu Cuma mengikuti apa kata Kiai, dalam hal ini saya. Sudah pasti keberkahan itu akan mengikuti Bapak dan Anak Bapak dimanapun---kapanpun"
Terang juga akhirnya, aku tidak butuh kritik dan saran dari orang yang tidak paham pondok pesantren. Mereka tidak tahu kapasitas, wawasanku yang luas.
Pondok yang aku bangun kini sudah beroperasi selama dua bulan, kalua disyaratkan manusia memang pondokku ini seperti bayi yang baru bisa mengenal siapa orang tuanya. Tapi itukan bayi, beda dengan pondokku. Hem, bagiku dua bulan adalah dua langkah menuju kesuksesan, tidak ada langkah yang dimulai dari melompat, tapi langkahnya ini sangat lebar, beda dengan pondok -- pondok lain. Meski baru memperoleh lima santri, tapi aku tidak patah semangat. Berkelas itu ekslufipp!!!