Kita melangkah mengikuti aliran kehidupan, membawa kenangan yang berpendar redup serupa bintang-bintang kecil berpencar di langit malam. Â
Cahaya yang barangkali tak cukup untuk menerangi seluruh perjalanan kita, tetapi cukup untuk memberikan kompas penunjuk jalan. Â
Apakah kita hanya berjalan tanpa tahu ke mana arah pasti? Apakah kenangan-kenangan itu benar-benar membantu kita menemukan jalan, atau justru hanya mengikat kita pada tempat yang sudah jauh kita tinggalkan? Â
Kita tidak pernah benar-benar tahu, hanya merasakan kehadiran mereka sebagai sesuatu yang begitu nyata tapi tak terjangkau. Â
Apakah cahaya kenangan itu memberi kita kehangatan, atau justru membuat kita semakin merasa dingin karena kesadaran bahwa waktu itu sudah tiada? Â
Kita mencari makna dari kenangan-kenangan itu, berharap mereka memberi kita jawaban tentang siapa kita sebenarnya, atau mengapa kita harus terus berjalan meski terjebak dalam kubangan kenangan. Â
Barangkali kita tidak pernah menemukan jawaban pasti tentangnya. Kenangan tetap hidup dalam diri kita, membawa jejak-jejak waktu yang tidak pernah bisa dilupakan. Â
Tetapi, apakah kita harus terus mengandalkan kenangan memandu langkah-langkah kita ke depan? Ataukah kita cukup diberkahi dengan kehadiran masa lalu sebagai sebuah pelajaran, tanpa harus terjebak di dalamnya? Â
Rasanya hanya perlu melangkah, membiarkan waktu mengarahkan. Beban kenangan terasa begitu berat, dan langkah terasa menguji kita. Â
Bahwa perjalanan itu sendiri, dengan keraguan dan ketidak-pastiannya, adalah bagian dari kehidupan yang paling nyata. Â
Segala sesuatu dalam hidup ini, betapapun indahnya, bersifat sementara. Dan justru karena itulah, ia menjadi berharga.