Kerinduan itu bukan tentang keinginan untuk mendapatkan kembali apa yang telah hilang, melainkan tentang hasrat untuk kembali ke tempat yang lebih sederhana, lebih murni: sebelum dunia membawa kita pergi jauh dari sana. Â
Namun waktu dengan segala ketetapannya, tidak memberikan kita izin untuk kembali. Kehidupan terus berjalan, membawa kita pada perjalanan yang tak bisa diulang. Â
Kita terikat oleh garis waktu yang tak dapat dilawan. Kita hanya bisa mengenangnya, menghidupkan kembali potongan-potongan kenangan yang kita bawa dalam ingatan, meskipun pudar seiring berjalannya waktu. Â
Masa lalu terus menggantung berbentuk kenangan dan terlindungi oleh halaman-halaman buku yang tersimpan rapat dalam lemari waktu. Â
Ada ketika kita mendekati kenangan itu, kembali ke tempat lama yang sudah tidak dikenalnya, ada jua ketakutan untuk kehilangan apa yang pernah ada mencegah kita melangkah lebih jauh. Â
Kita terus berputar di sekitar kenangan itu, mengingat rasa, bau, atau suara yang sudah lama tak kita temui. Â
Dan kita berdialog dengan diri sendiri: apakah kenangan itu masih dapat memberi kita kedamaian, atau semakin memperdalam kekosongan yang ada di dalam diri? Â
Berjalannya waktu, kenangan mulai berubah, tidak lagi berupa gambaran utuh yang bisa kita pegang, tetapi seperti serpihan-serpihan yang melayang dan hanya dapat ditangkap sesekali. Â
Kita mencoba merangkai mereka kembali menjadi satu kesatuan yang utuh. Pada akhirnya kita sadar, bahwa bahkan kenangan pun tergerus oleh waktu. Â
Keinginan untuk kembali menjadi semakin mengabur, membentuk peta yang tak lagi sesuai dengan tempat yang kita tuju. Â
Rindu bukan lagi sekadar keinginan, tetapi membawa kita semakin jauh dari sesuatu yang pernah kita anggap begitu nyata. Â