Ada kerinduan yang tidak pernah benar-benar bisa diungkapkan dengan kata. Kerinduan yang bukan sekadar menginginkan sesuatu kembali, tetapi sebuah rasa kehilangan: bagai akar yang mencoba menggali ke tanah yang tak lagi subur. Â
Kata nostalgia berasal dari bahasa Yunani: nostos, yang berarti kembali, dan algos, yang berarti penderitaan. Bersama mereka mencipta satu konsep yang penuh luka: penderitaan karena keinginan yang tak terpenuhi untuk kembali. Â
Namun, apakah benar "kembali" itu ada? Â
Nostalgia bukan tentang tempat, melainkan tentang waktu yang telah memudar. Kita tidak benar-benar merindukan rumah seperti apa adanya sekarang, tetapi seperti apa ia dulu, ketika kita pertama kali mengenalnya. Â
Kita tidak mencari jalan pulang, tetapi mencari versi diri kita yang pernah tinggal di sana: bayangan diri yang telah hilang dalam aliran waktu. Â
Setiap bahasa punya cara mengungkapkan rasa itu. Dalam bahasa Jerman, Sehnsucht berbicara tentang kerinduan yang hampir tak tertahankan, sebuah pencarian tanpa akhir. Â
Dalam bahasa Prancis, nostalgie terasa lembut, seperti luka lama yang masih basah. Dalam bahasa kita sendiri, mungkin kerinduan itu hanya disebut rindu. Â
Tapi apa pun istilahnya, rasa itu selalu sama: sebuah jarak yang tak terjembatani antara apa yang ada sekarang dan apa yang dulu. Â
Kerinduan, dalam bentuknya yang paling murni, bukan sekadar kehilangan sesuatu yang pernah kita miliki, tetapi lebih pada sebuah kekosongan yang datang dari dalam diri. Â
Ia adalah bayangan dari masa lalu yang tak pernah benar-benar terhapus, sebuah jejak yang terus membayangi, meskipun kita berusaha maju.Â