Pergerakan tingkat inflasi dan stabilitas nilai tukar telah menjadi topik yang selalu menarik untuk dikaji. Pergerakan inflasi dan stabilitas nilai tukar dipengaruhi dari berbagai faktor dalam perekonomian suatu negara, salah satunya dipengaruhi oleh operasi moneter sebagai pelaksanaan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral.Â
Kebijakan moneter adalah kebijakan otoritas moneter dalam bentuk pengendalian moneter agar mencapai perkembangan aktivitas perekonomian sesuai dengan yang diharapkan. Mengenai perkembangan aktivitas ekonomi yang diinginkan seperti stabilitas ekonomi makro yang ditunjukkan oleh stabilitas harga (inflasi), perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), dan kesempatan kerja.
Stabilitas perekonomian akan menciptakan stabilitas harga. Dengan perekonomian yang stabil akan berdampak pada biaya yang rendah atau terjangkau bagi masyarakat. Namun sebaliknya, jika ekonomi tidak stabil akan berdampak pada biaya yang dikeluarkan masyarakat akan melambung tinggi. Dalam periode selanjutnya, sehingga akan mempersulit terkait investasi.
Bank sentral menetapkan kebijakan moneter, mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur tingkat inflasi dan stabilitas harga harus berada pada level aman agar dapat menjaga stabilitas perekonomian suatu negara dalam kondisi stabil. Dilansir dari situs resmi Bank Indonesia, inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi perekonomian yang berkesinambungan, dimana memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inflasi merupakan kenaikan harga-harga barang secara umum dan menyeluruh secara terus-menerus yang disebabkan oleh turunnya nilai mata uang dalam suatu periode tertentu (Nopirin, 2009).
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan atas pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif pada keadaan sosial ekonomi masyarakat. Bank Indonesia memberikan tiga alasan mengenai pentingnya kestabilan harga, antara lain: 1) Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan turun secara bertahap sehingga standar hidup masyarakat juga akan turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin bertambah miskin; 2) Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Berdasarkan studi empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan memberikan kesulitan bagi masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produk, dimana akan berimbas pada menurunnya pertumbuhan ekonomi; 3) Tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat suku bunga domestik riil tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Tingkat harga-harga yang stabil akan menyebabkan inflasi lebih terkendali sehingga kondisi makro ekonomi suatu negara akan baik. Laju inflasi dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri dan nilai tukar rupiah.
Kondisi perekonomian global di tengah pandemi Covid-19 mulai memasuki tahap resesi, dimana terjadi perlambatan yang cukup tinggi atas pertumbuhan ekonomi global. Hal ini disebabkan dari berbagai negara mengambil kebijakan lockdown yang dapat menghentikan sejumlah aktivitas ekonomi. Seperti hal nya yang dilakukan oleh Indonesia dalam mengurangi risiko penyebaran virus corona. Penerapan physical distancing yang dilakukan mulai pertengah bulan Maret 2020, dan kemudian mulai diterapkannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang mulai dilakukan pertengah bulan April 2020 di beberapa kabupaten/kota di Indonesia mengakibatkan tertekannya perekonomian yang kemudian terjadinya perlambatan aktivitas ekonomi. Pada tingkat inflasi selama kondisi ini berlangsung akan tertekan ke bawah. Sebab sisi permintaan terjadi penurunan yang sangat drastis.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan diberlakukannya PSBB akan menekan angka inflasi selama ramadhan. Biasanya pada periode tersebut, inflasi akan meningkat seiring dengan tingginya permintaan masyarakat selama bulan ramadhan. Selain itu, himbauan pemerintah pada masyarakat agar tidak melakukan mudik lebaran tahun ini untuk menekan penyebaran virus corona. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, kebijakan ini juga dinilai berimbas pada perekonomian khususnya angka inflasi.
Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi inflasi rendah yang terkendali adalah dari dampak nilai tukar rupiah dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari kemampuan produksi sehingga terdapat kesenjangan output. Gubernur BI Perry meyakini bahwa dampak nilai tukar rupiah terhadap inflasi yang rendah. Karena, dalam konteks permintaan yang rendah terhadap mata uang Rupiah sangat kecil yang ditransmisikan atau berpengaruh pada harga.
Dilansir dari situs Bank Indonesia, mengenai kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak penyebaran COVID-19, Bank Indonesia menyampaikan perkembangan indikator stabilitas nilai Rupiah secara periodik. Indikator yang dimaksud yaitu nilai tukar dan inflasi.
Perkembangan nilai tukar pada tanggal 11-14 Mei 2020. Pada akhir hari Kamis, 14 Mei 2020, nilai Rupiah ditutup pada level Rp 14.840, Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun naik ke 7,83%, Â DXY (indeks dolar yang menunjukkan pergerakan dolar terhadap 6 mata uang negara utama yaitu EUR, JPY, GBP, CAD, SEK, CHF) naik ke level 100.47, Yield UST (US Treasury Note) 10 tahun naik ke level 0,622%. Pada pagi hari Jumat, 15 Mei 2020, Rupiah dibuka pada level Rp 14.850, dan Yield SBN 10 tahun stabil pada 7,78%.