Sumenep, sama seperti kabupaten lain pada umumnya. Kabupaten di ujung timur Pulau Madura ini sama-sama memiliki kota. Sayangnya, warga Sumenep, khususnya orang-orang di desa saya, teman-teman desa sebelah dan teman-teman kampus, kok ya sulit bener untuk bilang "kota".
(Misalnya). Apakah Kota Keris ini menyimpan kisah asmara yang tragis, bikin hati rakyatnya jadi teriris-iris meski bukan terong lalu hancur lebur tak menyisakan apa-apa kecuali gwenchana-gwenchana, sehingga mereka jadi ogah untuk mengucapkan "kota"? Saya nggak pasti penyebabnya apa.Â
Yang jelas, dari pengamatan saya, warga asal Sumenep ini kalau mau bepergian ke kota atau sedang ada di kota, bilangnya bukan ke atau di kota, tapi tetap bilang "ke Sumenep" atau "ada di Sumenep".Â
Tak ada penyebutan kata "kota" tapi "Sumenep"Â
Ada 16 desa yang masuk ke Kecamatan Kota Sumenep. Salah satunya adalah Desa Kolor, Bangkal dan Kebonagung. Dan desa yang masuk ke kecamatan kota, dari pengamatan saya, saat orang-orang hendak pergi ke sana, bilangnya bukan ke "kota". Tapi, ya tetap menyebut "Sumenep".
Ada beberapa contoh nyata tentang itu.Â
Pertama, Saat orang-orang di desa saya mau membeli pakaian ke kota, tepatnya ke Pasar Bangkal, Kecamatan Kota, bilangnya bukan mau ke kota. Tapi, ke Sumenep. Paling tidak, mereka bilang ke Bangkal. Bukan ke kota. Padahal, Bangkal sudah masuk daerah perkotaan.Â
Kedua, saat saya masih kuliah, tepatnya di semester akhir, teman-teman kampus banyak yang bikin ATM Bank BSI. Waktu ngumpul, saya tanya Bank BSI itu di mana. Teman saya menjawab: di Sumenep.
Saya paham, bikin ATM nya di Sumenep. Cuma, ketika saya tanya di mana, harusnya mereka juga paham bahwa lokasinya itu lho yang saya maksud.Â
Menyebut Sumenep, itu menyebut nama kabupatennya. Maka jadi bingung kan, Sumenep bagian mana anj.....lok? Sumenep itu kan luas.Â