Urusan utang-piutang (uang), hampir selalu ada bagi setiap manusia. Orang yang berani berhutang dan berani lama membayarnya atau melunasinya, jangan anggap dia orang yang nakal. Kita selaku manusia yang baik, sudah seharusnya kita menghilangkan anggapan yang nggak-nggak itu.Â
Intinya, ketika ada orang yang lambat atau  bahkan sangat lambat sekali membayar utangnya, kita sudah sepantasnya berpikir: kenapa orang itu bisa lambat bayar utang. Kok bisa gitu ya. Ya, mari kita coba menelusuri keadaan dia. Â
Lupa itu manusiawi
Yang sangat jelas, manusia nggak luput dari sifat lupa. Mau dalam waktu singkat atau lama, sifat lupa bisa masuk ke pikiran seseorang kapan saja. Maka, adalah hal yang wajar jika ada salah satu orang yang pinjam uang sampean hingga detik ini belum dikembalikan.Â
Gambaran konkretnya begini: saking lamanya dia nggak bayar utang, sampai lupa kalau orang tersebut sebetulnya sedang punya utang, misalkan.Â
Sibuk dengan pekerjaannya
Jika kau membantah poin yang pertama, bahwa: punya utang ke orang lain itu nggak mudah dilupakan, selalu kepikiran, takut sampai mati duluan, dan sebagainya, maka kita mestinya memahami kesibukan atau pekerjaan orang nggak nggak bayar utang itu. Barangkali, dia punya kesibukan yang benar-benar melelahkan.Â
Mungkin karena "dia lelah", bisa jadi sampai lupa kalau orang itu sedang punya kewajiban yang harus diselesaikan, yakni bayar utang.Â
Contoh. Sekarang kan lagi musim panen tembakau kan yak. Nyaris tiap hari memetik, dan memikul daun tembakau. Paginya punya sendiri, siang dan sore gotong-royong punya tetangga. Malamnya, keluyuran.Â
Tak sampai sempat sedih mikirin utang, dia udah ngorok dan tidur pulas duluan. Esoknya, ya kek gitu. Capek, ketiduran lagi. Apa itu mikirin utang tak dibayar? Astaga.Â
Ketika ingat, uangnya kepepet dibelanjakan lagi
Baiklah. Jika kau masih membantah dua poin di atas, saya kasih gambaran begini saja. Mungkin, orang itu ingat kalau ia sedang punya utang. Namun, ketika ingat pada utangnya, kebetulan uangnya kepepet mau dibelanjakan atau dipakai lagi. Ilustrasinya, lagi-lagi soal panen tembakau.
Misal, detik ini dia ingat kalau ia sedang punya utang. Besok (lebih baik) harus dibayar tuntas layaknya rindu--harus segera bertemu (dengan orang yang ada sangkut-pautnya dengan dia), ya orang yang dihutangi maksud saya.Â
Namun, kebetulan besok orang itu mau dipakai belanja, buat panen. Maka, uangnya kepepet mau dibelanjakan sembako macam beras, telur, daging ayam, rokok dan lainnya untuk bahan makanan atau seruputan ke orang-orang yang membantu panen tembakaunya. Gagal sudah dia membayar utangnya.Â
Ingat punya utang, tapi dia dalam keadaan bokek
Ketika seseorang dalam keadaan nggak punya uang, pikiran orang itu akan berkecamuk. Mau beli ini-itu nggak bisa. Atau bisa, tapi nggak cukup, jadinya tetap saja nggak bisa beli ini-itu, (lha?). Maka solusinya, ya kadang nekat berhutang lagi. Dalam situasi ngutang lagi itulah orang itu akan ingat, kalau dia sedang punya utang pada sampean tapi belum dibayar.
Mana bisa orang itu mau bayar utang pada sampean, lha wong dianya sedang berhutang lagi, kok. Jadinya, ya lama dia nggak bayar utang pada sampean. Dan ketika dalam posisi seperti itu, kita mestinya ya sabar saja.Â
Ingat! Sa...bar...!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H