KBBI, gelar adalah sebutan kehormatan, kebangsawanan, atau kesarjanaan yang biasanya ditambahkan pada nama orang seperti raden, tengku, doktor, sarjana ekonomi. Kebanyakan kita umumnya, sangat bangga dengan disematnya gelar. kita sangat bangga dengan gelar yang diberikan. Bahkan  terkadang berulang-ulang membagikan momen berharga saat pengukuhan gelar yang diberikan tersebut, baik melalui medsos atau lain sebagainya.
Dalam kamusGelar yang diberikan sebagai bukti bahwa kita sudah layak dan mampu memangku titel tersebut dengan melewati berbagai tantangan. tapi jangan terlalu bangga dan 'lupa ingatan' sehingga apa yang seharusnya kita lakukan terabaikan.
Mari kita mengambil sebuah pelajaran yang sangat berharga dari kisah Abu Hanifah yang ditegur oleh seorang anak kecil.
Alkisah, pada suatu hari Abu Hanifah melihat seorang anak kecil yang sedang bermain-main dengan memakai sepatu kayu yang agak tinggi. Melihat kejadian ini, Abu Hanifah menasehati anak tersebut,
"Hati-hati, Nak, jangan sampai kamu terjatuh dengan memakai sepatu kayu itu."
Mendengar nasehat Abu Hanifah, anak kecil ini bertanya kepada Abu Hanifah,
"Hai orang tua, bolehkah saya tahu siapa namamu?"
Maka Abu Hanifah pun menjawab Nu'man bin Tsabit.
      Nu'man bin Tsabit adalah nama asli Abu Hanifah.
Kemudian anak kecil tersebut kembali bertanya,
"Benarkah Engkau yang digelar dengan nama Imam A'dham (Imam yang Agung)?"
Abu Hanifah pun mengiyakan pertanyaan dari anak kecil tersebut. Gelar itu sebenarnya tidak disukainya, namun orang-orang memberikannya karena kelulusan ilmu yang dimiliki oleh Abu Hanifah.
Anak kecil tersebut melanjutkan pembicaraannya,Â
"Hati-hati dengan gelarmu, Jangan sampai gelar itu membuatmu tergelincir dalam neraka!"
Spontan, nasehat ini ternyata membuat Abu Hanifah menangis. Beliau begitu tergugah dengan nasehat yang begitu berharga ini meski disampaikan oleh anak kecil. Nasehat yang mengingatkan ia bahwa pujian manusia bisa saja menjadi musibah atau malapetaka tatkala membuat seseorang terbuai sehingga ia lupa kepada Allah.
Kisah di atas sejatinya menjadi renungan bagi kita untuk menerima nasehat yang baik dari siapa saja, tidak pandang bulu, apakah itu nasehat dari orang tua, guru, sahabat, kawan sejawat, atau anak kecil sekalipun. Jangan sampai karena kita sudah menjadi seorang guru, menjadi seorang pejabat, pengusaha dan lain sebagainya, kita tidak mau menerima saran atau nasehat dari orang lain, bahkan dari guru yang mengajari kita sekalipun. Mungkin karena guru kita memiliki kekurangan, kita enggan mendengarkan nasehatnya. Ketahuilah, gurumu bukan seorang malaikat. Di balik kelebihannya juga banyak kekurangan. Karena itu nasehat yang baik (positif) ambillah ilmunya, dan hal yang tidak baik atau syubhat ditinggalkan.
Dengan kisah Abu hanafiah,, kita pembaca sekalian juga dapat mengambil pelajaran. Gelar yang diberikan kepada kita, jangan sampai membuat kita sombong, angkuh, sehingga kita tergelincir kepada hal-hal yang tidak diinginkan yang menyeret kita kelak kepada penyesalan. Ingat, Penyesalan selalu datang terlambat.Â
 #Akhii/Zubaili
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H