Mohon tunggu...
Zubaili
Zubaili Mohon Tunggu... Guru - Guru Honorer - Aceh. "Belajar Harus Berguru, Bukan Meniru"

Menulis adalah bagian dari belajar. Dengan belajar, kita bisa mengajar... Dengan mengajar, kita bisa belajar...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita Berjubah Putih

20 Juni 2022   14:10 Diperbarui: 20 Juni 2022   14:13 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[gambar ilustrasi, Gambar ilustrasi, http://lunacyme.blogspot.com]

 


 

Kringg.. kring Suara Hp membuat Fajar terbangun dari lamunannya. Dia langsung mengambil hp dibalik kantong celana Jeansnya.

Adun, nama yang terpampang jelas di layar hpnya (Adun, nama yang dilakab bagi Faisal, Abang Sepupunya). Lalu Fajar mengangkat hpnya.

"Tolong sampaikan kepada Mus. Abi, Ummi, dan kakak belum ditemukan. Besok ajak dia pulang ke rumah Lampulo" ujar Faisal.

Terdengar suara samar dari selulernya itu.

"Iya, Adun". Jawab Fajar singkat.

Hp kembali dimatikan, komunikasi pun terputus.

***

Matahari mulai bersinar, Mus terbangun dari tidur. Selesai sarapan di rumah pamannya. Mus yang pada waktu itu masih berusia 14 tahun dipanggil abang sepupunya, Fajar.

"Dik, udah sarapan pagi?" Tanya Fajar.

"Udah, Bang!" Jawab Mus polos.

"Kalau udah, sekarang kita pulang ke Lampulo. Abi, Ummi, dan Kakak masih belum ditemukan." Sambung Fajar mengajak.

"Iya, bang" jawab Mus dengan raut muka yang gelisah dan sedih.

Akhirnya mereka segera bersiap-siap untuk berangkat

***

Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 20 menit.

Tibalah mereka di Lampulo.

Suasana hari itu menyedihkan. Rumah-rumah porak-poranda, sebagian mayit masih tergeletak di sana sini, sebagian terjepit, tersangkut, dan kebanyakan tergeletak di antara puing-puing dengan posisi telungkup. Mereka mulai melangkah bersama-sama menelusuri puing-puing bangunan tersebut. Angker sich. tapi demi mencari orang tua dan kakak mereka yang masih belum ditemukan, selamat atau sudah tiada. Tak ada rasa takut sedikitpun.

Terlihat, semua orang tampak sibuk mencari sanak keluarganya, tak terkecuali Mus dkk. Mereka sibuk mencari, terus berjalan setapak demi setapak mengelilingi kampung tempat tinggal mereka yang sudah luluh lantak diterjang badai besar Tsunami yang terjadi Minggu, 26 Desember 2004, sekitar jam 08.15 Wib.

 ****

Matahari pun mulai tenggelam sedikit demi sedikit. Pertanda malam segera datang. Mereka mulai berhenti mencari. Dan memilih kembali pulang ke tempat pamannya. Tiba dirumah, jam sudah menunjukkan pukul 20.00 Wib. dengan rasa capek dan lelah, mereka langsung menyapa pamannya yang sudah dari tadi menunggu dan berharap berita yang menggembirakan yang didapatnya.

 "Assalamu'alaikum.. "Sapa mereka.

"Wa'alaikum salam." Jawab paman dan keluarganya secara berjamaah.

"Bagaimana, Apakah sudah ditemukan?" Tanya pamannya.

"Belum." Jawab Faisal.

Yang disetujui oleh Mus  mengisyaratkan dengan kepalanya pertanda belum ditemukan.

Mus pun berlalu meninggalkan paman dan keluarganya menuju ke kamarnya.

Tiba-tiba....

"Tolong... Tolong.... " Terdengar suara Mus dari kejauhan. Sontak, paman dan kakaknya berlari kearah suara tadi. Mereka mendapati Mus sedang menangis tersedu-sedu dan menunduk kepalanya dengan raut muka seperti orang ketakutan. Sambil menangis Mus berkata,

"Di dalam kamar, ada Seorang wanita berambut panjang berpakaian serba putih sedang menyisir rambutnya, mukanya sangat menakutkan". Tangannya menunjuk kearah kamar yang dia tidur. Pamannya langsung kroscek ke kamar yang dimaksud oleh Mus. Dan dalam sekejap ia kembali. "Itu Hanya halusinasi belaka. Efek lelah dan dikejar-kejar rasa kehilangan kakaknya yang belum ditemukan." Ujar pamannya kepada kakkanya.

Kemudian kakaknya menyemangati Mus untuk tak perlu takut, dan menjelaskan kepadanya bahwa hanya halusinasinya yang sedang kelelahan.

Malam itu, Mus tidak berani tidur dikamar itu. Dia lebih memilih tidur di ruang tamu dan mengajak kakaknya tidur menemaninya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun