Jika sekarang para pemimpin yang terpilih memberikan kebijakan-kebijakan yang merugikan hak-hak umat Islam, maka tidak perlulah umat Islam merasa panik dan berteriak-teriak hingga kerongkonganpun terasa kering. Karena ini adalah bagian dari proses kausalitas (ada sebab dan akibat).
Orang tidak lagi berpikir dengan hati nurani. Adanya degradasi standar idealisme di kalangan umat, membuat umat menyesal berkepanjangan dan hanya bisa mengelus dada.
Pernyataan Tjahjo Kumolo ini adalah hasil dari apa yang kita pilih pada waktu memilih pemimpin.
Jika saat ini kita merasa tertekan dan takut, sepatutnya kita menyadari lebih dahulu apa yang dulu kita pilih.
Mungkin sebagian dari kita beberapa bulan lalu ada yang berpikir, “Pilih aja pemimpin yang tidak melanggar HAM.”
Lalu jika saat ini kaki tangan pemimpin tersebut mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, bukankah pemimpin itu ini telah melanggar HAM kaum Muslimin?
Bersabar sajalah wahai umat! Ketahuilah, bahwa hal ini adalah rentetan (domino effect) dari segenap perilaku kita pada saat memilih pemimpin.
Negara menjamin keberagamaan setiap warga negara, lalu jika seorang warga negara meninggal dan tidak disemayamkan menurut agama dan kepercayaannya (karena tidak terdata), lalu di manakah letak jaminan negara tersebut?
Apa mungkin seluruh pegawai kementerian dalam negeri mampu menghafal agama setiap individu yang jumlahnya sampai ratusan juta?
Penurunan idealisme dan kepudaran iman dikarenakan rendahnya pengetahuan tentang keislaman merupakan sumber dari segala rasa ketakutan yang menghinggapi umat. Jika boleh meminjam istilah psikologi, adanya gejala anxiety disorder dikalangan umat Islam.
Sebuah istilah psikologi ketika seseorang merasa khawatir yang sangat berlebihan hingga akhirnya ia tidak dapat lagi menjalani kehidupan sehari-hari secara baik dan normal. Selalu dihantui rasa khawatir,yang mana ia berawal dari pikiran mereka sendiri yang tertuang dalam perilaku.