Mohon tunggu...
Zoga WisnuDinata
Zoga WisnuDinata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Hobi olahraga,bermain game online,akhir-akhir ini mulai suka membaca buku dan yang terakhir otomotif

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ibnu Bajjah: Filosof Muslim di Era Kejayaan Islam Spanyol

29 Desember 2022   16:52 Diperbarui: 29 Desember 2022   17:02 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Perkembangan Islam di Andalusia terbagi dalam enam periode, salah satunya pada periode kelima (1086-1248 M) dimana pada periode tersebut kekuatan Islam berasal dari Muslim Afrika Utara, yaitu Dinasti al-Murabithun dan Dinasti al-Muwahhidun. Puncak kejayaan Filsafat Islam di Andalusia terjadi pada masa Dinasti al-Muwahhidun dan menjadi sebuah kajian yang banyak diminati oleh bangsa Barat. Dinasti al-Muwahhidun terbentuk setelah melemahnya Dinasti al-Murabithun yang disebabkan karena kekuasaan setelah wafatnya Yusuf Ibn Tasyfin dipegang oleh pemimpin-pemimpin yang lemah. Selain itu, kondisi juga semakin kacau ketika pimpinan para Fuqoha dipegang oleh seorang sufi yang berpikiran ekstrim dengan ajarannya yang mulai menyimpang dari ajaran al-Qur'an dan Sunnah (muncul paham Tajassum, sebuah paham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai bentuk seperti tubuh manusia).

 

Bukan hanya itu, kehidupan masyarakat yang mulai materialistis disamping terjadinya stagnasi dalam pemikiran para pengikut Imam Malik yang mengatakan tidak perlu lagi mempelajari Tafsir al-Qur'an dan Hadis. Filsafat Islam juga agak sedikit dihalang-halangi ketika masa itu, tetapi meskipun demikian Ibn Bajjah berhasil menjadi pendobrak lahirnya Filosof Muslim hingga ke generasi berikutnya, seperti Ibn Thufail dan Ibn Rusyd. Para sejarawan juga banyak yang menyebutkan Ibn Bajjah sebagai Filosof Muslim pertama di Andalusia.

Gerakan keagamaan al-Muwahhidun muncul sebagai reaksi atas melemahnya Dinasti al-Murabithun yang dianggap telah melakukan banyak penyimpangan dalam aqidah yang berkembang di Afrika Utara dan berpusat di Marakesy sebagai wilayah Andalus (Spanyol). Dasar utama ajaran al-Muwahhidun ialah iman yang mutlak kepada ke-Esaan Allah SWT., karena itulah para pengikutnya disebut kaum Muwahhidun yang  memiliki arti "orang-orang yang mengimani ke-Esaan Allah SWT secara mutlak". Dinasti al-Muwahhidun mengalami puncak kegemilangan peradaban ketika dipegang oleh Abu Yusuf Ya'qub al-Mansur, bahkan Salahuddin pernah meminta bantuan kepada al-Mansur untuk membantu kaum muslimin dalam perang salib. Pada era khalifah al-mansur juga mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang Ilmu Pengetahuan, tetapi kemudian cukup disayangkan ketika sang khalifah digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Ya'qub Yusuf, Ilmu Pengetahuan khususnya pada bidang Filsafat mengalami stagnasi atau kemunduran. 

 

Abu Ya'qub Yusuf yang sangat anti terhadap filsafat memimpin banyak sekali razia terhadap karya-karya yang dianggap berbau filsafat bahkan para filsufnya pun disiksa hingga meninggal. Tetapi terdapat salah satu filsuf yang berhasil selamat dari razia tersebut, yakni Ibn Bajjah yang berhasil melarikan diri dari razia yang dipimpin khalifah saat itu dengan cara Uzlah (menyendiri) ke suatu tempat yang jauh dari pengetahuan khalifah. Disamping itu, beliau juga menyatakan pemikirannya dalam etika dan perbuatan manusia salah satunya konsep tujuan rasio yang didasarkan pada kepuasan berpikir dalam untuk berhubungan kepada Allah SWT., dimana manusia berada pada tingkat sempurna dan pada tahap ini disebut sebagai manusia penyendiri. Selain itu, pada era Dinasti Mutawahhidun kajian filsafat yang paling mendominasi ialah Filsafat Paripatetik yang diwakili oleh Ibn Bajjah.

 

Ibn Bajjah yang merupakan filsuf pertama di Andalusia terkenal dengan nama Abu Bakar Muhammad Ibn al-Saigh, beliau merupakan ahli filsafat, astronomi, matematika, ilmu alam, ilmu kedokteran, sastra arab, bahasa, dan musik. Selain itu, karena ilmu pengetahuannya yang dianggap luar biasa, beliau juga disejajarkan atau dianggap semaqom dengan Ibn Sina oleh sejarawan dan tokoh-tokoh pada zamannya. Beberapa karya Ibn Bajjah, yaitu Risalat al-Wada', Tadbir al-Muwahhidun, Kitab an-Nafs dan Risalat al-Ittisal. Beliau dalam pemikiran filsafatnya banyak terpengaruh oleh beberapa pemikiran filsuf pendahulunya, seperti al-Farabi (870-950 M) dan Ibn Sina (980-1037 M), serta ia juga merupakan komentator pemikiran Aristoteles. Salah satu karya beliau yang berjudul Tadbir al-Muwahhidun (De Regimine Solitarii, rezim sendirian) merupakan karya filsafatnya yang paling terkenal.

Biografi atau Riwayat Hidup Ibn Bajjah

Abu Bakar Muhammad ibn Yahya ibn al-Shaigh ibn Bajjah al-Tujibi al-Andalusi al-Sarakosti atau biasa dikenal dengan nama Ibn Bajjah merupakan Filsuf Muslim pertama di Andalusia. Masyarakat Eropa maupun luar Eropa yang masih dalam kawasan Barat memanggil nama beliau dengan sebutan yang berbeda-beda sesuai dengan logat wilayah mereka. Di wilayah Andalusia, Ibn Bajjah terkenal dengan nama Abu Bakar Muhammad ibn al-Shaigh atau Ibn Bajjah yang memiliki arti "Anak dari Tukang Emas" , sedangkan orang-orang di Eropa sendiri menyebutnya dengan sebutan Avempace atau Avenpace yang dalam Bahasa Eropa memiliki arti "Perak". Untuk nama al-Tujibi sendiri berasal dari nama keluarganya, yakni keluarga al-Tujib, sedangkan nama al-Sarakosti dinisbahkan kepada nama tempat kelahirannya, beliau lahir di Saragosa pada 1082 M, lalu setelah itu ia hidup di Sevilla, Granada, dan Fas, beliau wafat pada 1138 M di Fez, Maroko. Beliau memiliki perbedaan dengan al-Ghazali dalam cara memperoleh kebenaran. Menurut Imam al-Ghazali, kebenaran hakiki hanya dapat diperoleh dengan ilham, sedangkan menurut Ibn Bajjah sendiri ialah harus melalui kekuatan akal pikiran, bagi beliau manusia harus menjadi panutan masyarakatnya dan bukan tenggelam terbawa arus masyarakatnya.

 

Di kota kelahirannya, beliau dikenal sebagai ilmuwan, penyair, dan politikus yang sangat dekat dengan penguasa sehingga beliau pernah diangkat menjadi menteri oleh Abu Bakar ibn Ibrahim ibn Tifalwit. Saat berada di Shatibah (sebelah selatan Valencia), beliau pernah ditangkap dan dipenjarakan oleh Amir Abu Ishaq Ibrahim ibn Yusuf ibn Tashifin karena dianggap sebagai seorang zindiq atau ahli bid'ah di kalangan para ulama dikarenakan Dinasti Murabithun menganut paham Ash'ariyyah yang tidak setuju terhadap pandangan filsafat. Namun setelah beberapa tahun dipenjara, beliau berhasil keluar dari sel tahanan atas bantuan kerabat Ibn Rusyd. Karena kemampuan dan pengetahuannya yang luar biasa langka, beliau juga pernah diangkat menjadi wazir atau pejabat tinggi di Istana Gubernur Fez oleh Abu Bakr Yahya Ibn Yusuf Ibn Tasyifin. Beliau meninggal di Fez pada tahun 533 H/1138 M akibat diracun oleh Dokter Ibn Zuhri yang iri kepada Ibn Bajjah.

Dalam pembahasan filsafat dan jiwa, Ibn Bajjah banyak dipengaruhi oleh pemikiran al-Farabi sehingga bisa dikatakan beliau dianggap sebagai pengulas filsafat al-Farabi, sedangkan mengenai tasawuf beliau bertolak belakang dengan gagasan al-Ghazali. Menurut Ibn Bajjah makrifat hanya dapat dicapai dengan menggunakan akal bukan dengan menggunakan rohani seperti yang diungkapkan oleh al-Ghazali atau dengan kata lain menurut Ibn Bajjah makrifah tertinggi dapat berhubungan dengan akal aktif, sedangkan menurut al-Ghazali makrifah tertinggi adalah mencapai Tuhan bukan akal aktif. Oleh karena itu, Ibn Bajjah membagi makrifat ke dalam tiga tingkatan, yaitu pertama, makrifah dalam bentuk material (Hayulani) yang didapatkan melalui indra. Kedua, makrifah dalam bentuk rohani yang didapatkan melalui indra beserta dengan khayal. Ketiga, makrifah dalam bentuk akal pikiran. Bukan hanya itu, pemikiran Ibn Bajjah sendiri mirip dengan al-Farabi dalam hal minat mengenai menyendiri, merenung, dan dalam penalaran nasional.

 

Karya-Karya dan Pemikiran Ibn Bajjah

Ibn Bajjah merupakan seorang Filsuf Muslim yang beraliran Paripatetik Neoplatonik "Aristoteles mengajar di sebuah sekolah filsafat yang bernama Paripatetik School yang berasal dari Bahasa Yunani yan memiliki arti 'Berjalan-jalan' karena ketika mengajar Aristoteles tidak pernah mengajar murid-muridnya duduk di kelas melainkan berjalan-jalan ke luar sembari menjelaskan". Sedangkan, "Neoplatonik berasal dari kata Neoplatinonisme sebuah aliran filsafat yang dicetuskan oleh Plotinus yang hidup pada 205-207 SM, seorang filsuf kelahiran Mesir yang menggunakan dasar teori 'Emanasi' yaitu segala sesuatu yang pada akhirnya adalah Yang Esa". Menurut muridnya yang bernama al-Wazir Abu al-Hazan 'Ali ibn 'Abd al-Aziz ibn al-Imam, Ibn Bajjah mempelajari filsafat dari buku-buku atau naskah kuno maupun karya buku dari para Filsuf Muslim Timur yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Ibrani (Hebrew), Bahasa Arab, dan Bahasa Latin yang kemudian diteliti oleh beliau dan dibuatkan catatan-catatan penting berupa hasil kesimpulan dan beberapa tambahan lainnya. Dari penelitiannya tersebut beliau menghasilkan beberapa karya dan pemikiran baik dalam bidang filsafat maupun bidang lainnya. Tetapi sayangnya, karangan beliau sebagian besar banyak yang hilang dan hanya  

sebagian kecilnya saja yang masih ada. Karangan-karangan beliau yang masih ada hingga sekarang berasal dari muridnya yang bernama Abi Bakr al-Hasan 'Ali ibn 'Abdil-'Aziz atau Ibn al-Imam yang mengumpulkan seluruh buku Ibn Bajjah ke dalam sebuah jilid tebal yang kemudian menjadi sumber penukilan murid-muridnya. Ibn Thufail pun berkomentar bahwa "sebagian besar karangan beliau tidak lengkap dan terpisah dengan bagian akhirnya misalnya buku yang membahas tentang jiwa, Tadbir al-Mutawahhid, serta buku-buku lainnya di bidang logika dan ilmu alam.

 

Risalat al-Wada'

 Karya yang berisi Penggerak Pertama (Tuhan), manusia, alam ,dan kedokteran. Konon disebut-sebut risalah ini ditulis untuk temannya yang akan merantau dan sang teman tersebut takut tidak akan bisa berjumpa lagi dengan Ibn Bajjah.

 

Risalat Tadbir al-Muwahhidun

 Karya dari Ibn Bajjah yang paling fenomenal berisi pembahasan mengenai akhlak (perbuatan) dan politik, serta usaha-usaha individu dalam menjauhkan diri dari keburukan yang ada dalam diri masyarakat. Karya ini juga memiliki kesamaan atau kemiripan dengan karya atau konsep negara utama yang digagas oleh al-Farabi yang berjudul Risalat fi 'Ara' Ahl al-Madinah al-Fadilah atau al-Madinah al-Fadilah (Risalah yang berisi tentang penduduk kota ideal). Meskipun ada beberapa perbedaan pemikiran dengan al-Farabi, menurut al-Farabi manusia merupakan mahluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendiri-sendiri atau individualis, manusia harus hidup bermasyarakat dan saling tolong menolong untuk kepentingan bersama dalam mencapai tujuan hidup yaitu kebahagiaan, serta lebih menekankan kepada gagasan mengenai kota dan politik. Berbeda dengan Ibn Bajjah yang menurutnya masyarakat tidak lagi memerlukan seorang dokter dan hakim (menyangkut konsep individu sehingga disebut Mutawahhid) sebab manusia hidup dalam keadaan puas terhadap rezeki yang diberikan oleh Allah SWT., dan dalam istilah agama dikenal dengan sebutan al-Qana'ah. Karya Ibn Bajjah ini merupakan salah satu karya yang banyak diterjemahkan kedalam berbagai Bahasa Eropa sehingga beliau menjadi sosok filsuf muslim yang terkenal.

 

Kitab An-Nafs

Kitab yang berisi penjelasan mengenai jiwa, Ibn Bajjah melanjutkan tradisi lama dari Filsafat Yunani melalui kitab ini. Kitab an-Nafs itu sendiri berisi mengenai kegemaran beliau tentang pemusatan dalam batas kemungkinan penyatuan jiwa manusia dengan Tuhan sebagai aktifitas dan kebahagiaan yang tertinggi.

 

Risalat al-Ittisal

 Karya beliau yang satu ini menjelaskan tentang hubungan akal manusia dengan akal Fa'al (dapat berhubungan dengan Tuhan yang hanya dimiliki oleh nabi dan filsuf). Ibn Bajjah sebagai seorang filsuf yang rasionalis menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Menurutnya, pengetahuan yang paling tinggi dan benar ialah terbebas dari unsur-unsur materi. Menurutnya sumber pengetahuan dimulai dari akal aktif atau fa'al lalu akal mustafad (kemampuan akal manusia menangkap makna dan bentuk-bentuk murni yang berada di luar manusia atau alam spiritual dan dianggap mampu menangkap akal fa'al  baru setelah itu akal manusia. Sedangkan metode dalam mendapatkan pengetahuannya yaitu dengan cara menjadi seorang penyendiri (Mutawahhid) atau Uzlah Nafsiah (memisahkan diri dari masyarakat rohani).

 

Untuk akal budi manusia sendiri, Ibn Bajjah membedakannya menjadi tiga tingkatan karena perbedaan kecerdasan dan imajinasi manusia, diantaranya yaitu : Pertama, para nabi berada dalam tingkatan yang paling tinggi karena memperolehnya dari karunia Tuhan tanpa perlu dilatih. Kedua, para sahabat nabi dan orang-orang yang sholeh yang memperoleh sebagian pengetahuan mengenai segala hal yang bersifat ghaib melalui mimpi. Dan yang ketiga, ialah orang-orang yang mendapatkan karunia Tuhan dengan akal budinya setapak demi setapak dapat memperoleh pengetahuan mengenai Tuhan, malaikat, nabi, kitab-kitab suci dan hari akhir.

 

Metafisika (Ketuhanan)

Menurut pemikiran Ibn Bajjah, segala sesuatu yang ada itu dibagi menjadi dua, yakni yang bergerak dan tidak bergerak. Menurutnya, segala hal yang bergerak itu disebut dengan materi (Jisim) yang bersifat terbatas dan terjadi karena perbuatan dari sang penggerak terhadap yang digerakkan. Sang penggerak tersebut berbeda dengan materi (Jisim) karena penggerak memiliki sifat azali. 'Aql sendiri diungkapkan Ibn Bajjah sebagai gerak materi yang terbatas berasal dari gerakan yang tidak terbatas. Dengan kata lain  

materi yang terbatas tersebut disebut dengan alam yang digerakkan oleh 'Aql, sedangkan 'Aql sendiri tidak bergerak 'Aql inilah yang disebut dengan Allah SWT. Tuhan yang menggerakkan keseluruhan alam semesta. Ibn Bajjah berangkat atau mendasarkan pemikiran filsafat metasikanya melalui konsep fisika yang digunakan oleh Aristoteles namun tetap kembali kepada ajaran Islam. Ibn Bajjah berpendapat bahwa Allah SWT. adalah azali dan gerakannya bersifat tidak terbatas, Allah bukan hanya sebagai penggerak tetapi juga pencipta dan pengatur alam semesta ini.

 

Konsep an-Nafs (Jiwa)

 Ibn Bajjah mengungkapkan bahwa manusia memiliki satu jiwa yang menggerakkan manusia dan tidak akan mengalami perubahan sama halnya dengan jasmani, lalu jiwa tersebut juga digerakkan oleh jasmani dan rohani seperti kaki, tangan, naluri, atau pun insting. Menurutnya, setelah mati jiwa akan kekal di akhirat dan menerima pembalasan pertanggung jawaban baik di surga maupun di neraka. Ibn Bajjah mendasarkan konsep pemikiran jiwa pada filsafat al-Farabi dan Ibn Sina. Ibn Bajjah berpendapat bahwa psikologi memiliki peran yang penting dan mulia untuk sampai pada ilmu lain terutama ilmu mengenai ma'rifatullah (mengenal Allah Swt.) karena menurutnya seseorang tidak akan mengenal atau mengerti prinsip-prinsip ilmu jika ia tidak mengenal jiwa atau hakikatnya sendiri. 

Menurut Ibn Bajjah jiwa adalah kesempurnaan paling utama bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik karena jiwa memiliki beberapa daya, yaitu berupa : Pertama, daya nutrisi atau penyuplai makanan karena semua organ yang bernafas terkandung kekuatan yang akan membentuk fisik baru dan berasal dari makanan guna mengganti sel-sel tubuh yang rusak, daya nutrisi ini pun dibantu oleh dua daya lainnya seperti daya penumbuh dan daya generatif. Kedua, daya indra yang didefinisikan sebagai penerimaan perseptor terhadap gambaran objek indrawi yang dipersepsikan dengan cara bebas dari materi dan memiliki beberapa tingkatan yaitu indera, khayalan, dan logika sebagai tingkatan yang tertinggi. Ketiga, daya khayalan yang akan menangkap jejak-jejak hilangnya objek inderawi yang ada di dalam indera kolektif. Keempat, daya memori yang disebutkan dalam bukunya yang berjudul Tadbir al-Mutawahhid mengenai gambar Ruhaniyyah, menurutnya daya memori hanya ada pada diri manusia sebab memori terjadi hanya dengan maksud dan keinginan, serta hanya dapat dilakukan oleh daya khayalan .

Kelima, daya rasional yang tidak selalu bersifat aktual, tetapi terkadang juga bersifat potensial, daya rasional dapat melakukan penalaran dengan Basirah-nya terhadap objek khayalan sehingga dapat menangkap makna-makna yang umum atau rasional dengan bantuan iluminasi akal aktif. Terakhir, daya hasrat yang menggerakkan manusia dan hewan terhadap segala sesuatu yang mereka sukai dan yang tidak mereka sukai, penggerak jiwa hasrat sendiri terbagi menjadi 2 jenis dan aksi yang berlawanan : pertama yaitu mahabbah yang merupakan sumber usaha dan pencarian misalnya daya syahwat seperti makan dan minum; dan yang kedua ialah Karahiyah yaitu ketidaksukaan atau kebencian yang menjadi dasar pelarian atau meninggalkan seperti jenuh dan ketakutan.

 

Akal dan Pengetahuan

 Akal berada dalam posisi yang paling penting dalam mengetahui segala sesuatu. Menurut Ibn Bajjah akal dibagi menjadi 2, yaitu akal teoritis dan akal praktis. Akal teoritis sendiri ialah akal yang diperoleh melalui pemahaman terhadap sesuatu yang konkret maupun yang abstrak, sedangkan akal praktis sendiri itu didapatkan dari eksperimen atau diuji sehingga ditemukanlah ilmu pengetahuan. Menurutnya, manusia hanya dapat mencapai puncak pengetahuan dengan menggunakan akal setelah manusia menjauh dari segala sifat keburukan masyarakat, saat itulah manusia dapat bersatu dengan akal aktif dan berada dalam tahap mencapai puncak pengetahuan, bukannya dengan melalui jalan sufi.

 

Etika atau Perbuatan

 Ibn Bajjah membagi tindakan atau perbuatan manusia menjadi 2, yaitu Tindakan atau perbuatan hewani dan Tindakan atau perbuatan manusiawi. Menurut beliau, tindakan atau perbuatan hewani ialah tindakan yang lahir berdasarkan motif naluriah semata-mata memenuhi kebutuhan dan keinginan hawa nafsu, sedangkan tindakan atau perbuatan manusiawi ialah tindakan yang lahir dari pikiran yang lurus dengan kemauan yang bersih dan tinggi atau didasarkan atas rasio. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan hanya dapat dilihat dan dinilai sebagai tindakan hewani atau manusiawi dengan berdasarkan pada faktor eksternal yaitu berupa motif yang mendorong tindakan tersebut dan bukan pada tindakan itu sendiri. Lalu berdasarkan motif-motif tersebut, kebaikan yang dihasilkan juga bertingkat-tingkat seperti kebajikan formal yang merupakan sudah pembawaan sejak lahir tanpa ada pengaruh kemauan atau spekulasi seperti halnya pada hewan; dan kebajikan spekulatif yang didasarkan atas kemauan atau spekulasi sehingga menghasilkan tindakan yang dilakukan demi kebenaran itu sendiri atau oleh Ibn Bajjah biasa disebut sebagai Tindakan Illahi/ketuhanan karena sangat jarang atau langka berada dalam diri manusia.

 

Perbuatan yang dikehendaki oleh Ibn Bajjah ialah perbuatan dimana akal dapat menentang jiwa hewani sehingga masyarakat dapat hidup dalam negara utama. Untuk menjelaskan kedua macam perbuatan tersebut, beliau mengibaratkannya seperti orang yang terantuk batu sehingga berakibat cedera. Kemudian jika ia melempar batu tersebut karena kesal dan membuatnya terluka maka disebut sebagai perbuatan hewani karena didorong oleh naluri kehewanannya untuk memusnahkan setiap perkara yang dia anggap mengganggunya, sedangkan jika ia menyingkirkan batu tersebut agar tidak melukai orang lain dan tidak didasarkan atas kepentingan pribadi atau termakan emosi kemarahannya maka perbuatan tersebut disebut perbuatan kemanusiaan sebab menurut Ibn Bajjah hanya orang-orang yang bekerja di bawah pengaruh pikiran dan keadilan atau tidak terdapat segi hewani dalam perbuatannya tersebut yang patut dihargai perbuatannya. Pemikiran Ibn Bajjah tadi nampaknya telah mempengaruhi Kant dengan teori "wajib"nya (imperative), meskipun Kant telah menambahkan beberapa pikiran baru yang membuatnya jauh lebih maju daripada Ibn Bajjah.

 

Kesimpulan

 

Dalam bidang filsafat biasanya para filsuf memiliki beberapa sisi kemiripan dan perbedaan pada pemikirannya tak terkecuali Ibn Bajjah yang memiliki kemiripan dengan pemikiran al-Farabi bahkan beliau dianggap sebagai pengulas filsafat al-Farabi terutama pada konsep negara utama yang digagas oleh al-Farabi berjudul al-Madinah al-Fadilah. Akan tetapi Filsafat Ibn Bajjah dianggap belum tuntas oleh para filsuf lainnya, beliau juga mengungkapkan bahwa Ibn Bajjah berpikiran singkat dan tidak berpandangan jauh kedepan. Walaupun begitu, beliau dikenal sebagai Ilmuwan Muslim yang terkemuka di era kejayaan Islam Spanyol.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun