kupetik dari sebuah kitab
ayat-ayat yang menjadi suratku padamu
tentang bagaimana cinta seharusnya meleleh atau mendidih
dan di antara kita siapa yang harus berjalan lebih dulu
terbakar atau beku
engkau selalu suka berjalan di depan
dan aku tak menolak mengikuti pangkal tumitmu
yang kurus seperti sumatera
pangkal jala yang terkembang ke beberapa samudera
tempat semua pertama
ke tempat yang ingin kau tuju
ke situ pula aku melaju meneruskan kicau
mungkin sampai kita akan lelah
berdebat tentang siapa yang akan lebih dulu
menjadi bisu
aku tak terima bila kau
karena kucinta setiap kicaumu
lalu ke tempat yang kau sebut rumah
tempat memulangkan segala gundah
di sanalah aku ingin rebah
pulang
meinggalkan gelap sebengis sumpah
karena "kita adalah anak terang," katamu
dan cahaya adalah ibu terindah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H