Mohon tunggu...
Zulfikri Nurfadhilla
Zulfikri Nurfadhilla Mohon Tunggu... Politisi - Live, Work, Create

Defear no time, delays have dangerous ends - William Shakespeare

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunikasi, Harmonisasi, dan Narasi Demokrasi

26 November 2019   04:45 Diperbarui: 27 November 2019   04:40 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perbedaan bukan malah menjadi sebuah jurang pemisah kesepahaman, ukurannya ada pada seberapa jauh dapat mengerti dan mengaktualisasikan asas dan teori ilmu komunikasi ini.

Komunikasi bukan hanya bertujuan untuk memberikan informasi, mendidik, mempengaruhi atau menghibur. Lebih dari sekedar itu komunikasi adalah manusia, bagaimana manusia dapat membangun pola kemanusiaan antar sesama. Segala proses yang terjadi merupakan wujud nyata dalam memanusiakan siapa saja. 

Menilik sedikit tentang kegaduhan belakangan ini, tentang Menteri Agama yang menyampaikan larangan memakai celana cingkrang dan cadar karena maraknya isu radikalisme. Sebagai masyarakat, hal ini menjadi sebuah narasi yang bias sekaligus multipersepsi, apakah ini bentuk tudingan kepada sejumlah umat atau kebenaran terkait radikalisme bahwa indikasinya pakaian.

Secara mendasar hal ini disebabkan dari pola komunikasi politik yang tidak efektif. Negara tidak bisa menjadi juru dialog yang baik kepada masyarakatnya. Pengertian terminologi tentang radikalisme pun tidak dijabarkan secara komprehensif. Semua berangkat dari komunikasi yang kurang baik.

Padahal tindakan komunikasi mencakup beberapa komponen yaitu, situasi, pengirim, penerima, media, hambatan, penerimaan, pemahaman, respons, dan efek. Komunikasi yang efektif terjadi bila pesan yang disampaikan masuk ke dalam benak sampai berujung pada kesamaan persepsi antar pengirim dan penerima.

Namun hal di atas justru akan menjadi pemicu kegaduhan di kalangan masyarakat. Nomenklatur pemerintah seakan hancur karena tidak dapat membangun persepsi yang sama antar negara dan masyarakatnya. Apa yang disampaikan hanya akan menjadi narasi busuk dengan bumbu penolakan masyarakat.

Mungkin kabinet yang ada di istana seolah hanya lulusan sekolah dasar yang tidak mengerti fungsi dan prinsip berkomunikasi. Iklim demokrasi tidak berjalan hangat dan bersahaja. "Demokrasi negeri sangat menjemukan, narasi komunikasi yang dibangun sangat menjenuhkan" tandas  Fathul Qorib, Kaprodi Ikom Unitri.

Menjadi hemat terbaik bagi negara adalah bagaimana pemerintah dapat menjadi juru komunikasi yang baik bagi rakyatnya atas setiap kebijakan. Keberadaan publik relation dalam kabinet yang dapat menyampaikan segala hal yang menjadi kebijakan pemerintah.

Masyarakat memiliki indra yang dapat menangkap segala persoalan. Terlebih masalah-masalah yang kiranya dinilai sebagai persepsi liar. Karenanya ilmu komunikasi adalah urat nadi bagi semua manusia.

Komunikasi merupakan kebutuhan wajib bagi semuanya. Kehangatan dan keharmonisan ini dapat dibangun dengan komunikasi yang cair antar sesama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun