Mohon tunggu...
Zein Muchamad Masykur
Zein Muchamad Masykur Mohon Tunggu... Dosen - UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

"Yang penting nulis, bukan nulis yang penting"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Scroll-scrollan, Ketika Jempol Lebih Sibuk dari Otak

23 Juli 2024   20:59 Diperbarui: 23 Juli 2024   21:27 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Lombe K: https://www.pexels.com 

Pernahkah kamu merasa jempol dan matamu bekerja lebih keras dari otakmu? Yap, kamu tidak sendirian. Di era digital ini, kita semua mungkin pernah terjebak dalam pusaran "scroll-scrollan" tanpa henti. Tapi tunggu dulu, sebelum kamu scroll lagi, mari kita bahas fenomena ini lebih dalam. Siapa tahu, kita bisa menemukan cara untuk menyelamatkan jempol (dan otak) kita dari kebiasaan ini.

Apa Itu "Scroll-Scrollan"?

Bayangkan ini: kamu baru saja bangun tidur, masih mengumpulkan nyawa, tapi tangan sudah refleks meraih smartphone. Dalam sekejap, jempolmu sudah asyik bergerak naik-turun di layar, menjelajahi timeline sosial media atau feed berita tanpa henti. Tanpa sadar, satu jam berlalu, dan kamu masih belum beranjak dari tempat tidur. Nah, itulah yang disebut dengan "scroll-scrollan".

Secara teknis, scrolling adalah tindakan menggeser layar perangkat digital untuk melihat konten yang tersembunyi. Namun, dalam konteks artikel ini, "scroll-scrollan" merujuk pada kebiasaan mengonsumsi informasi secara berlebihan dan tanpa tujuan jelas melalui perangkat digital.

Mengapa Kita Terjebak dalam Perilaku Ini?

1. Dopamin, Si Biang Kerok

Dr. Anna Lembke, penulis buku "Dopamine Nation", menjelaskan bahwa scrolling dapat memicu pelepasan dopamin di otak kita. Dopamin adalah neurotransmitter yang berperan dalam sistem reward otak, membuatmu merasa senang dan puas. Nah, setiap kali kamu menemukan konten yang menarik saat scrolling, otakmu mendapat "hadiah" berupa dopamin. Akibatnya? Kamu jadi ketagihan dan sulit berhenti.

2. FOMO (Fear of Missing Out)

Kamu takut ketinggalan berita terbaru? Atau khawatir tidak up-to-date dengan tren terkini? Itu namanya FOMO, bro! Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Social and Clinical Psychology menunjukkan bahwa FOMO dapat mendorong penggunaan media sosial yang berlebihan, termasuk perilaku scrolling.

3. Procrastination in Disguise

Kadang, scrolling bisa jadi bentuk prokrastinasi yang terselubung. Daripada mengerjakan tugas yang menumpuk, kita malah memilih untuk scroll tanpa henti. Psikolog Dr. Fuschia Sirois menyebut ini sebagai "self-regulatory failure", di mana kita gagal mengendalikan diri untuk fokus pada tugas yang lebih penting.

Dampak Negatif Scroll-Scrollan: Lebih dari Sekadar Jempol Pegal

Photo by SHVETS production: https://www.pexels.com
Photo by SHVETS production: https://www.pexels.com
1. Produktivitas Menurun

Coba hitung, berapa jam yang kamu habiskan untuk scroll-scrollan setiap hari? Bayangkan jika waktu itu digunakan untuk hal yang lebih produktif. Studi dari University of California, Irvine, menemukan bahwa butuh rata-rata 23 menit bagi seseorang untuk kembali fokus setelah terdistraksi. Jadi, setiap kali kamu berhenti bekerja untuk scroll sebentar, kamu sebenarnya kehilangan lebih banyak waktu dari yang kamu sadari.

2. Kesehatan Mental Terganggu

Scrolling berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Computers in Human Behavior menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang intens dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan. Belum lagi efek compare and despair, di mana kita membandingkan hidup kita dengan highlight reel orang lain di media sosial.

3. Gangguan Tidur

Cahaya biru dari layar gadget dapat mengganggu produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur-bangun kita. Akibatnya? Kualitas tidur menurun. Penelitian dari King's College London menemukan bahwa penggunaan smartphone sebelum tidur berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk dan kelelahan di siang hari.

4. Postur Tubuh Bermasalah

Istilah "text neck" mungkin sudah tidak asing lagi. Yap, terlalu lama menunduk ke layar smartphone bisa menyebabkan nyeri leher dan punggung. Dr. Kenneth Hansraj, ahli bedah tulang belakang, menyatakan bahwa menunduk 60 derajat ke smartphone bisa menambah beban hingga 27 kg pada leher kita. Autsch!

Bagaimana Cara Mengatasi Kebiasaan Scroll-Scrollan?

1. Digital Detox

Mulailah dengan digital detox ringan. Misalnya, tidak menggunakan smartphone satu jam sebelum tidur atau saat makan. Penelitian dari University of East London menunjukkan bahwa digital detox selama 24 jam dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis.

2. Atur Notifikasi

Matikan notifikasi yang tidak penting. Setiap notifikasi adalah undangan untuk membuka aplikasi dan mulai scrolling. Dengan mengurangi notifikasi, kamu mengurangi godaan untuk scroll-scrollan.

3. Gunakan Aplikasi Pengatur Waktu

Ada banyak aplikasi yang bisa membantu kamu membatasi penggunaan smartphone, seperti Forest atau Space. Aplikasi-aplikasi ini bisa memblokir akses ke aplikasi tertentu selama periode waktu yang kamu tentukan.

4. Temukan Hobi Offline

Cobalah menemukan aktivitas yang menyenangkan tanpa melibatkan layar. Membaca buku, memasak, atau berolahraga bisa jadi alternatif yang menyehatkan untuk mengisi waktu luang.

5. Mindful Scrolling

Jika kamu memang harus scrolling, lakukanlah dengan sadar. Tentukan tujuan dan batasi waktumu. Misalnya, "Aku akan scroll Instagram selama 15 menit untuk melihat update teman-teman."

6. Terapkan Aturan "One In, One Out"

Setiap kali kamu menemukan konten baru yang menarik, hapus satu konten lama dari feed-mu. Ini akan membantu menjaga agar feed-mu tetap segar tanpa membuat kamu kewalahan dengan informasi.

Kesimpulan: Jempol Boleh Istirahat, Otak Harus Tetap Jalan

Photo by Anna Pou : https://www.pexels.com
Photo by Anna Pou : https://www.pexels.com
Scrolling, seperti banyak hal dalam hidup, bukanlah sesuatu yang mutlak baik atau buruk. Yang penting adalah bagaimana kita mengelolanya. Dengan memahami mengapa kita terjebak dalam perilaku ini dan dampak negatifnya, kita bisa mulai mengambil langkah untuk mengontrolnya.

Ingat, teknologi seharusnya membantu kita, bukan mengendalikan kita. Jadi, mulai sekarang, bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Mari kita gunakan jempol kita untuk hal-hal yang lebih bermakna daripada sekadar scroll-scrollan tanpa henti. Siapa tahu, dengan begitu, kita bisa menemukan keseimbangan yang lebih baik antara dunia digital dan dunia nyata.

Nah, sekarang giliranmu. Apa pengalamanmu dengan scroll-scrollan? Apakah kamu punya tips lain untuk mengatasinya? Yuk, share di kolom komentar! (Eh, tapi jangan lupa scroll dulu sampai bawah ya. Hehe, bercanda!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun