Kampanye terbuka Prabowo Subianto di Stadion Kridosono, Yogyakarta, Senin (8/4), diwarnai aksi gebrak-gebrak meja podium. Hal itu terjadi saat dia mengingatkan aparat kepolisian dan TNI aktif untuk tidak menjadi alat segelintir elite, termasuk antek asing.
Awalnya Prabowo sempat menyinggung soal kekayaan Indonesia yang dirampok. Kemudian, nada bicaranya mulai meninggi ketika menyinggung aparat polisi dan TNI aktif.
Kepada mereka, Prabowo mengingatkan bahwa status mereka adalah tentara dan polisi rakyat. Prabowo mengatakan sebagai tentara dan polisi rakyat, tidak boleh membela segelintir orang.
"Apalagi antek-antek asing!," katanya dengan nada semakin tinggi.
Calon presiden nomor urut 02 ini lalu berjalan beberapa langkah menghampiri podium pidato. Tiba di podium, Prabowo tiba-tiba menggebrak meja sambil bicara dengan nada tinggi, mengulangi peringatannya bahwa polisi dan TNI tak boleh membela antek-antek asing.
Prabowo sempat diam sejenak. Lalu kembali menggebrak meja podium dengan keras. Tiga kali Prabowo tampak menggebrak meja secara emosional tanpa berkata apa-apa.
Massa kampanye bersorak riuh. Mereka meneriakkan nama Prabowo.
Jokowi Mengajak Gembira
Dalam waktu yang bersamaan, capres nomor urut 01 Joko Widodo juga menggelar kampanye terbuka. Agak lain, Jokowi menggelar kampanye dengan model karnaval di Tangerang, Banten, Minggu (7/4).
Jokowi memang terus mengampanyekan pesta demokrasi adalah kegembiraan. Karnaval dipilih Jokowi sebagai cara kampanye penuh kegembiraan tersebut. Dalam karnaval itu disajikan berbagai pertunjukan seni seperti tari, musik dan budaya Nusantara.
Di Alun-alun Tangerang, Jokowi menggelorakan pesta demokrasi penuh kegembiraan kepada pendukungnya. Dia menolak kampanye yang penuh kemarahan.
"Inilah yang dinamakan pesta demokrasi. Pesta itu harus senang, pesta itu harus gembira," kata Jokowi di panggung kampanye di Pendopo Wali Kota Tangerang, Minggu (7/4/2019).
Sepanjang karnaval, dari atas kereta kuda, Jokowi-Ma'ruf Amin terus melempar kaus warna putih. Jokowi dan Ma'ruf juga kerap menebar senyum.
"Jangan sampai dengan ada pesta demokrasi diciptakan ketakutan-ketakutan, pesta kegembiraan justru marah-marah," imbuh Jokowi.
Pernyataan Jokowi soal politik kegembiraan itu diulanginya lagi di depan ribuan anggota Komunitas Olahraga Bersatu serta Pemuda Influecer Disabilitas yang menyatakan dukungan kepada pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD Tangerang Selatan, Banten, Minggu (7/4) malam.
"Kita selalu ingin kampanye dalam keadaan gembira. Pesta demokrasi adalah kegembiraan sehingga yang kita sampaikan mestinya hal-hal yang menyejukkan, mengenai persatuan, persaudaraan, mengenai kerukunan jangan sampai kita kehilangan orientasi gara gara pilpres atau pileg," kata Jokowi ditemui di ICE BSD, Tangerang, Minggu (7/4/2019).
Jokowi menjelaskan soal kehilangan orientasi yang dia sebut. "Kehilangan orientasi itu seperti adu fitnah, menyebarkan hoax, kabar bohong seperti itu," katanya.
Dia mengatakan penyebaran kabar bohong dan fitnah harus tidak boleh ada lagi, terutama dalam pesta demokrasi. Dia ingin pesta demokrasi ke depannya harus diisi dengan kegembiraan.
"Sekarang ke depan harus dihindari, harus dihilangkan. Pesta demokrasi adalah kegembiaraan, misalnya tadi di Tangerang tadi, yang kita tampilkan adalah sebuah karnaval kegembiaraan untuk menarik agar orang gembira," katanya.
Perbandingan Jokowi vs Prabowo
Di atas ditampilkan perbedaan antara kampanye Prabowo dan Jokowi. Dari sana terlihat jelas ada perbedaan yang mendalam mengenai cara berkampanye antara kubu 01 dan 02
Meski sama-sama berkampanye, namun konten diantara keduanya sangat kontras. Bila Jokowi mengajak pendukungnya untuk bergembira, dan optimis, Prabowo lebih menekankan pada aspek kemarahan dan ketakutan.
Lebih lanjut, bila kubu 01 fokus membicarakan gagasan dan program Indonesia Maju, sebaliknya dengan kubu 02 yang lebih senang menawarkan perkataan yang emosional dan kebencian. Keduanya berbeda antara bumi dan langit.
Dari cara berkampanye seperti itu, publik harusnya bisa menilai mana yang lebih baik. Akan memilih calon pemimpin yang suka marah-marah dan menebar ketakutan, atau memilih presiden yang mengajak bergembira, santun dan menawarkan optimisme.
Bila kita waras dan berakal sehat, tentu saja, kita akan memilih cara kampanye Jokowi. Ini bukan soal sentimen pribadi, tetapi lebih pada perbandingan secara rasional membedakan mana yang baik dan buruk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H