Mohon tunggu...
Ziyyan Rachmana
Ziyyan Rachmana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Semester 2 di Universitas Muhammadiyah Bandung

ENFJ, loves reading (thriller mystery, crime psychological thriller, drama, romance)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sosok Politisi sebagai Pelita dalam Negara Fatherless: Eksplorasi Sosok Inspiratif dan Pemikiran Pancasila

1 Maret 2024   11:37 Diperbarui: 1 Maret 2024   11:42 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam kategori "fatherless country" atau "negara kekurangan ayah". Hal ini disebabkan oleh kecenderungan masyarakat Indonesia untuk tidak memiliki sosok ayah yang signifikan dan hangat dalam kehidupan sehari-hari seorang anak di rumah.

Fatherless Country

Indonesia merupakan negara ketiga dengan anak-anak yang termasuk dalam kondisi "fatherless" di dunia. Fatherless country merupakan sebuah negeri yang ditandai keadaan atau gejala dari masyarakatnya berupa kecenderungan tidak adanya peran, dan keterlibatan figur ayah secara signifikan dan hangat dalam kehidupan sehari-hari seorang anak di rumah.

Indonesia Negara Fatherless di Dunia

Fatherless sebenarnya bukan hanya soal kehadiran dan keterlibatan secara fisik saja tapi juga secara psikologis.

Konsep lama yang membagi peran sesuai gender, seperti ayah bertugas mencari nafkah dan ibu bertugas mengurus urusan domestik, termasuk mengasuh anak menjadi salah satu penyebab utama kenapa banyak anak Indonesia kehilangan sosok ayah dalam proses tumbuh kembangnya.

Padahal, baik ibu dan ayah, keduanya memiliki tanggung jawab yang sama besar dalam merawat dan mendidik anak.

Kondisi ini dapat mempengaruhi pengembangan psikologis anak-anak Indonesia, seperti kondisi "father hungry" yang dapat berakibat pada rendahnya harga diri anak dan tumbuhnya dengan kondisi psikologis yang tidak matang.

Father Hunger

Father hunger, atau "father hungry," adalah kondisi psikologis yang terjadi ketika seorang anak merasakan tekanan emosional akibat ketiadaan atau kurangnya kehadiran figur ayah dalam kehidupannya. Kondisi ini dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seorang anak pada segala usia dan dapat disebabkan oleh faktor seperti kematian atau perceraian, yang mengakibatkan kurangnya perhatian dan kasih sayang dari figur ayah.

Anak-anak yang mengalami father hunger mungkin menghadapi masalah seperti rendahnya harga diri, masalah perilaku, performa akademis yang buruk, kenakalan remaja, kehamilan pada usia dini, kecanduan, gangguan kesehatan mental, dan kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat.

Father hunger bisa menghasilkan perasaan kekosongan, ketidakamanan, dan ketidakmampuan untuk membangun hubungan yang sehat dengan pria dalam kehidupan seseorang.

Arti Father Hunger


Daddy Issue

Father hunger dan daddy issue adalah dua konsep yang berbeda, tetapi keduanya menggambarkan kondisi yang menyebabkan anak merasakan tekanan emosional akibat ketiadaan atau kurangnya kehadiran figur ayah dalam kehidupannya.

Daddy issues adalah istilah yang sering digunakan secara informal untuk merujuk pada konsekuensi psikologis dari pengalaman negatif atau kurangnya keterlibatan ayah dalam kehidupan seseorang, terutama dalam konteks hubungan percintaan.

Ini sering kali mengacu pada pola perilaku atau masalah psikologis yang berkembang karena interaksi yang buruk atau kurangnya figur ayah yang mendukung.

Contoh daddy issues mungkin termasuk ketidakmampuan untuk mempercayai pria, peningkatan kecenderungan untuk mencari perhatian atau persetujuan dari pria, atau perilaku yang merusak hubungan yang mungkin dipicu oleh ketidakmampuan untuk membina hubungan yang sehat.

Jadi, sementara father hunger merujuk pada kebutuhan yang tidak terpenuhi untuk hubungan ayah yang sehat, daddy issues lebih berkaitan dengan dampak psikologis dari kurangnya hubungan yang sehat dengan ayah, terutama dalam konteks hubungan interpersonal yang lebih luas, seperti hubungan percintaan.

Arti Daddy Issue


Sosok Politisi yang Menjadi Titik Terang 'Fatherless Country'

 

Anies Baswedan, calon presiden nomor urut 1, telah berjanji untuk memberikan cuti selama 40 hari bagi suami ketika istri melahirkan anak. Ini merupakan langkah yang bertujuan untuk melibatkan para ayah secara lebih aktif dalam merawat bayi yang baru lahir.

Anies juga menyoroti pentingnya daycare atau tempat penitipan anak di lingkungan kerja agar para ibu dapat bekerja tanpa khawatir tentang anak-anak mereka. Program daycare ini sebelumnya telah diimplementasikan oleh Anies saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, di mana ia membuka 32 daycare di sekitar Balai Kota Jakarta

Langkah ini menunjukkan komitmennya untuk mendukung peran ayah dalam perawatan bayi serta memberikan dukungan bagi para ibu yang bekerja.

Anies Baswedan, selain dikenal sebagai seorang tokoh publik yang berpengaruh, juga dapat dianggap sebagai contoh ayah yang baik. Dari latar belakang keluarganya, terlihat bahwa Anies Baswedan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh dengan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan dedikasi tinggi terhadap pendidikan. Ayahnya sendiri, Awad Rasyid Baswedan, merupakan seorang pendidik yang memberikan teladan dalam hal komitmen dan dedikasi terhadap dunia pendidikan.

Selain kebijakan yang dijanjikannya, Anies Baswedan menarik banyak pendukungnya dengan cara kampanyenya yang menarik. Perilakunya yang sopan, penggunaan bahasa yang sopan dan lembut, percakapan dua arah, dan sikapnya yang menghargai semua orang dari berbagai golongan. Membuatnya dikagumi oleh remaja yang mendapati situasi fatherless karena dianggap dapat membagikan kehangatan dari sosok 'ayah' yang tidak mereka miliki.

Kaitan Kondisi Fatherless dengan Sila-Sila Pancasila

Kondisi fatherless, di mana seorang anak tumbuh tanpa ayah, dapat memiliki berbagai dampak pada kehidupan mereka. Dampak ini dapat dihubungkan dengan beberapa sila Pancasila: 

1. Ketuhanan Yang Maha Esa Kondisi fatherless dapat memengaruhi hubungan anak dengan Tuhan. Ketidakhadiran ayah dapat menimbulkan pertanyaan tentang peran Tuhan dalam hidup mereka. Hal ini dapat mendorong mereka untuk mencari jawaban dan memperkuat iman mereka, atau malah menjauhkan mereka dari agama. 

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Anak-anak fatherless mungkin mengalami diskriminasi atau perlakuan tidak adil dari orang lain. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa rendah diri dan tidak berharga. Penting untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan hak yang sama dengan anak-anak lain dan dilindungi dari perundungan. 

3. Persatuan Indonesia Ketidakhadiran ayah dapat membuat anak merasa terisolasi dan kesepian. Mereka mungkin merasa berbeda dari teman-teman mereka yang memiliki ayah. Penting untuk membangun komunitas yang mendukung dan membantu mereka merasa terhubung dengan orang lain. 

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Anak-anak fatherless mungkin memiliki kesulitan dalam mengekspresikan diri dan berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dapat menghambat partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Penting untuk menyediakan ruang yang aman bagi mereka untuk menyuarakan pendapat mereka dan didengarkan. 

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Anak-anak fatherless mungkin mengalami kesulitan dalam mencapai potensi penuh mereka karena kurangnya dukungan dan sumber daya. Penting untuk memastikan bahwa mereka memiliki akses yang sama dengan pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial lainnya. Secara keseluruhan, kondisi fatherless dapat memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan anak-anak. Penting untuk memahami dampak ini dan mengambil langkah-langkah untuk mendukung mereka. Dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila, kita dapat membantu anak-anak fatherless untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang bahagia dan sejahtera.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun