Mohon tunggu...
Ahmad Ziyaul Wahid
Ahmad Ziyaul Wahid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku bukanlah aku yang kupahami

-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pembacaan Semantika Jawa Guru Sejati RMP Sosrokarto

13 Juni 2020   10:30 Diperbarui: 13 Juni 2020   10:31 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru, adalah murid diri sendiri

Ajarannya, adalah penderitaan/tirakat/kesulitan sesama

Balasannya, benar nan selamat dan harumnya sesama...

Belajar merasakan dan mengetahui tunggalnya manusia, tunggalnya rasa, tunggalnya asal, dan maksud dari kehidupan...

Selalu menjalani menjadi murid kehidupan.)

 

ꦓꦸꦫꦸ (Guru) menggunakan aksara murda (kepala, kehormatan) ꦓ, bukan ꦒ ('ga') dalam penulisannya. 'Ga' berarti gaib, merujuk pada sesuatu yang abstrak dan absolut. Karena menggunakan 'murda' ia merujuk pada sesuatu yang benar² absolut, sesuatu yang tidak ada sesuatu mengunggulinya. 'Ga' di-suku; dalam konteks ini, suku diartikan sebagai “sesuatu yang berbeda” sebagaimana kata suku pasal (pasal berbeda), menghasilkan makna Dia yang abstrak nan absolut yang berbeda dari segalanya. 

Aksara ꦫ berarti ‘ruh’ atau ‘rasa’. Dalam budaya Jawa, ruh merujuk pada wujud yang menjadi esensi kehidupan. Tanpa 'ruh/rasa'maka tak ada kehidupan. 'ra' di-suku bermakna 'ruh/rasa' yang berbeda dengan 'ruh' biasanya. 'Ra' menyatu dengan 'Ga' mengejawantahkan makna “Ruh/rasa gaib nan abstrak dan absolut yang sama sekali berbeda dari lainnya, dan tiada ruh yang menunggulinya”, maka dalam hal ini kata ꦓꦸꦫꦸ (guru) merujuk kepada ꦓꦸꦢ꧀ꦠꦶ (gusti). 

ꦱꦼꦗꦠꦶ (Sêjati) terangkai dari aksara ꦱ (sa) dipêpêt; ꦗ (ja); dan ꦠ (ta) diwulu. ꦱ (sa) berarti sawiji (tunggal). 'sa' dipêpêt; pêpêt bermakna mutlak. Maka ‘Sê’ bermakna Tunggal mutlak. ꦗ (ja) berarti jalma. Kata 'jalma' dapat berarti manusia, dan ‘asaling cahya’ (asal cahaya). Falsafah jalma, dapat dilihat dari pepatah Jawa: ‘Jalma Mara Jalma Mati’ (Ketika cahaya datang, maka manusia mati). Cahaya di sini berarti kematian, manunggaling dat sêbab kêlawan pati. Ilangé jasad manunggal kaliyan bumi.

Aksara ꦠ (ta) bermakna tês (menetas) seperti menetasnya telur, tés (menetes) seperti menetesnya air, dan tis (menitis) seperti menitisnya ilmu. Têtêsing watu jalaran tumétésé tirta kang anitis kahanan (Pecahnya batu sebab tetesan air yang menjelma sebuah keadaan). Maka dari itu, 'ta' dapat dipahami sebagai sebuah ciptaan. Ia disandari wulu (wulu) Dalam pandangan Jawa, wulu merupakan permulaan terbentuknya jalma. Sehingga, 'ta' dapat dipahami sebagai penciptaan paling awal manusia, yaitu bapak seluruh manusia. 

Maka, makna sêjati adalah Sesuatu yang bersifat tunggal secara mutlak, yang Ia merupakan asal dari segala cahaya, dan ia menciptakan sesuatu paling awal, tanpa contoh sebelumnya. Dari sini, dapat dipahami bahwa ꦓꦸꦫꦸꦱꦼꦗꦠꦶ adalah Gusti (Tuhan) yang bersifat tunggal secara mutlak, dan Dia merupakan asal cahaya yang menciptakan sesuatu tanpa contoh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun