Berakhirnya kekuasaan ali bin abi thalib menandakan lahirnya masa kepemimpinan baru dalam islam yang berpola dinasti atau kerajaan ataupun yang biasa kita sering dengar yaitu Daulah. Dalam sistemnya, bentuk pemerintahan Daulah ataupun kerajaan cenderung bersifat feodal dan turun temurun. Berbeda dengan sebelumnya, yaitu pada masa pemerintahan Khulafaurrasyidin yang mana dalam pemilihan pemimpin nya menggunakan wasiat, yaitu pada saat terpilihnya Abu Bakar yang diwasiatkan oleh nabi dan dengan pembaiatan.
Setelah masa Khulafaurrasyidin benar-benar berakhir yang ditandai dengan terbunuhnya khalifah terakhir, Ali bin Abi Thalib. Muncul lah Daulah-daulah baru yang berdiri. sejak tahu 661 M kekuasaan politik mulai di genggam oleh daulah-daulah tertentu, dimulai dari Daulah Umayyah di Damaskus, di ikuti dengan Daulah Abbasyiah di Baghdad, dan sampai ke daulah yang terakhir yaitu Daulah Turki Ustmaniah. Tentunya dalam setiap daulah memiliki sistem politik dan pemerintahan yang berbeda-beda, Lantas bagaimanakah sistem politik dan pemerintahan pada masa pemerintahan Daulah Umayyah, Daulah Abbasyiah dan daulah terkahir yaitu daulah Turki Ustmania?
Sistem politik dan pemerintahan Daulah Umayyah
Dalam Artikel ini akan membahas bagaimana sistem politik dan pemerintahan Daulah Umayyah, Daulah Abbasyiah, dan daulah yang terakhir yaitu Daulah Ustmaniah. Dimulai dari daulah yang pertama yaitu Daulah Umayyah. Daulah Umayyah merupakan Daulah atau dinasti islam pertama yang didirikan oleh Mu'awiyah Bin Abi Sufyan. Daulah ini berdiri tahun (661-750 M). Perintisan dinasti ini dilakukan dengan cara menolak pembaiatan terhadap Ali bin Abi Thalib. kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali bin Abi thalib, dengan strategi politik yang sangat menguntungkan di pihaknya.
Jatuhnya Ali bin Abi Thalib dan naiknya Mu'awiyah juga disebabkan oleh keberhasilan pihak Khawarij (kelompok yang menentang dari Ali bin Abi Thalib) membunuh Ali bin Abi Thalib, meskipun kemudian tampak kekuasaan dipegang oleh putranya, Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau, akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan.
Setelah Daulah Bani Umayyah berdiri, adapun langkah pertama yang dilakukan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan adalah memindahkan ibu kota pemerintahan islam dari Madinah ke kota Damaskus di wilayah Suriah. Selain itu, ia juga mengatur tentara dengan cara baru, yaitu dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara Byzantium, membangun administrasi pemerintahan, dan menetapkan aturan kiriman pos.
Baca juga: Daulah Abbasiyah: Puncak Perkembangan Kebudayaan dan Pemikiran Islam
Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan sangat bertolak belakang dengan sistem pemerintahan pada zaman Khulafaurrasyidin. Pada masa ini, sistem pemerintahan yang digunakan adalah sistem Demokrasi, yaitu sistem pemerintahan berasaskan musyawarah dalam mengambil keputusan dan pemilihan pemimpin dilakukan oleh rakyat.
      Diantara kebijakan yang dilakukan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan pada masa pemerintahanya ialah sebagai berikut:
- Pembentukan diwanul hijabah, yaitu sebuah lembaga yang bertugas yang memberikan pengawalan terhadap pemimpinnya.
- Pembentukan diwanul khatam, yaitu lembaga yang bertugas mencatat semua peraturan yang dikeluarkan oleh pemimpinnya dalam berita acara pemerintah.
- Pembentukan diwanul barid, yaitu departemen pos dan transportasi, yang bertugas menjaga pos-pos perjalanan dan menyediakan kuda sebagai alat transportasi.
- Pembentukan shahibul kharraj (pemungut pajak).
Masa pemerintahan Bani Umayyah dikenal sebagai masa yang agresif, dimana perhatiannya bertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang sudah terhenti sejak zaman khulafaurrasyidin terakhir. Dalam jangka waktu 90 tahu, banyak bangsa di setiap arah penjuru mata angina beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan, yang termasuk Soviet Rusia.
Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain majelis penasihat sebagai pendamping, Bani Umayyah juga dibantu oleh beberapa sekertaris guna membantu pelaksanaan tugasnya, yaitu:
- Kati bar-rasail, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan para pembesar setempat.
- Katib al-kharrar, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
- Katib al-jundi, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
- Katibasy-syurtah, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemelihraan keamanan dan ketertiban umum.
- Katib al-qudat, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Berbagai kemajuan memang telah dicapai oleh Daulah Bani Umayyah, namun konflik internal juga tidak bisa dielakan. Hal ini terbukti dengan banyaknya gerakan pemberontakan yang muncul, dan akhirnya menimbulkan perang saudara. Inilah yang menyebabkan kehacuran Daulah Umayyah.
Sistem politik dan pemerintahan Daulah Abbasyiah
Setelah runtuhnya Daulah Umayyah beserta segala kajayaannya, Daulah yang berdiri dan berkuasa selanjutnya adalah Daulah Abbasyiah. Daulah Abbasyiah adalah merupakan keturunan Abbas, yang merupakan paman Nabi Muhammad Saw. Daulah Abbasyiah memerintah setelah Daulah Umayyah tepatnya dari tahun (750-1258M) yang pusat pemerintahannya di Baghdad. Adapun khalifah pertama dari Daulah Abbasyiah adalah Abdullah ash-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
Masa pemerintahan Daulah Abbasyiah merupakan masa keemasan islam, atau yang sering kita dengar dengan the golden age. Yang mana pada masa itu, islam mencapai puncak kemuliaan, yang mencangkup bidang ekonomi, kekuasaan, maupun peradaban. Dan juga terbagi dalam cabang ilmu pengetahuan, dan juga banyaknya penerjemah buku-buku dari bahasa asing ke bahasa arab. Fenomena ini melahirkan cerdikiawan-cerdikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi yang baru dalam aneka ragam disiplin ilmu pengetahuan. Hal demikian terjadi karena Bani Abbasyiah mewarisi imperium besar Bani Umayyah, yang memungkinkan meraka lebih banyak mencapai hasil karena landasan yang telah dipersiapkan oleh Daulah terdahulunya yaitu Daulah Bani Umayyah.
Berbedanya sistem politik pada masa Daulah Bani Abbasyiah dengan Bani Umayyah, disebabkan dalam pemerintahan Bani Abbasyiah pemegangan kekuasaan lebih merata daripada Bani Umayyah. Dalam pemerintahan Daulah Bani Abbasyiah pemegang kekuasaannya tidak hanya dipegang oleh bangsa Arab, tetapi lebih demokratis. Kekuasaan di bagi-bagi berdasarkan kekuatan kekuatan masyarakat. Seperti Bangsa Persia dan Bangsa Turki dan yang lainya yang diberi kekuasaan.
Pada masa pemerintahan Abbasyiah, ada beberapa kebijakan politik yang dijalankan diantaranya adalah sebagai berikut:
- Para khalifah tetap berasal dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum mawali.
- Kota Baghdad dijadikan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan, serta terbuka bagi siapa pun, termasuk bangsa dan penganut agama lainnya.
- Ilmu pengetahuan dianggap sesuatu yang penting, mulia, dan harus untuk dikembangkan.
- Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia.
Meskipun Daulah Abbasyiah merupakan masa keemasan Islam, namun ada waktu dimana masa keemasan itu mengalami kemunduran. Secara umum, penyebab kemunduran Daulah Abbasiah dapat disimpulkan menjadi dua faktor. Yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal yang menyebabkan kemunduran Daulah Abbasyiah adalah sebagai berikut:
- Tampilnya penguasa lemah yang sulit mengendalikan wilayah yang sangat luas di tambah dengan sistem komunikasi yang masih sangat lemah yang menyebabkan lepasnya daerah satu-persatu.
- Kecenderungan para penguasa untuk hidup mewah, mencolok, dan berfoya-foya, yang diikuti oleh para hartawan dan anak--anak pejabat yang turut menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.
- Dualisme pemerintah; secara de jure dipegang oleh Abbasiah, tetapi secara de facto digerakan oleh tentara profesonal asal Turki yang semula diangkat oleh Al-Muktasim untuk mengambil kendali pemerintah.
- Praktik korupsi oleh penguasa diiringi munculnya nepotisme yang tidak profesional di berbagai provinsi.
- Perang saudara antara Al-Amin dan Al-Makmun secara jelas membagi Abbasyiah menjadi dua kubu, yaitu kubu Arab dan Persia, menyebabkan pertentangan antara Arab da non-Arab, perselisihan antara muslim dengan non-muslim, serta perpecahan dikalangan umat Islam sendiri.
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasyiah adalah sebagai berikut:
- Abbasyiah mendapat serangan secara tidak langsung dari pasukan salib di dunia Barat.
- Abbasyiah memperoleh serangan secara langsung dari orang-orang mongol yang berasal dari timur ke wilayah kekuasaan Islam.
Setelah mengalami kemunduran dan akhirnya Daulah Abbasyiah akhirnya pun runtuh. Namun ironisnya, setelah jatuhnya Daulah Abbasyiah, tidak ada satu pun daulah setelahnya yang bisa mengembalikan kejayaan Islam sebagaimana yang telah dicapai Daulah Abbasyiah.
Sistem politik dan pemerintahan Daulah Ustmaniah
Sejak berakhirnya masa keemasan Daulah Abbasyiah, Daulah islam mengalami kemajuan kembali berkat tiga Daulah besar yang muncul setelahnya, yaitu Turki Ustmani di Turki (1300-1922 M) yang berpusat di Istanbul; Mughal yang berpusat di India (1526-1858 M) dan menguasai anak benua India pada awal abad ke-17; serta safawiyah yang berpusat di Persia. Diantara ketiga kerajaan adikuasa itu, wilayah Daulah Turki Ustmaniah itulah yang paling besar. dengan wilayah yang luas membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan, sampai Asia Tengah. Daulah Ustmaniah mengandung keberagaman bangsa, budaya, dan agama. Daulah ini juga sanggup berdiri sekitar enam abad berturut-turut.
Dalam kurun waktu tersebut, Daulah Ustmaniah dapat menguasi wilayah yang sangat luas, yang meliputi Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hejaz, dan Yaman di Asia; mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Maroko, dan Al-Jazair di Afrika; Bulgaria, Hongaria, Yugoslavia, Rumania, Albania, serta Yunan di Eropa Timur. Ditinjau dari sisi durasi dan luas wilayah kekuasaan, sebenarnya tidak ada satupun kerajaan Islam yang mampu menandingi Daulah Turki Ustmani.
Dalam perkembangannya, Daulah Turki Ustmaniah melewati beberapa periode kepemimpinan. Sejak berdiri, kerajaan ini dipimpin oleh Ustman I bin Artogol (1299-1326 M), yang berakhir dengan kepemimpinan Mahmud II bin Majib (1918-1922 M). Dalam perjalanan sejarahnya, Daulah Turki Ustmani merupakan salah satu dari tiga Daulah Islam yang mendatangkan kemajuan dalam islam.
Dalam membentuk struktur pemerintahan, pemegang kekuasaan tertinggi Turki Ustmani ada ditangan raja yang dibantu oleh perdana menteri yang membawahi gubernur. Gubernur mengepalai daerah tingkat I. dibawahnya ada beberapa bupati. Demi mengatur urusan pemerintahan negara, pada masa sulaiman I, dibuatnya UU yang diberi nama Multaqa al-abhur. UU ini menjadi pegangan bagi Daulah Turki Ustmani sampai datangnya Reformasi pada abad ke-19.
Puncak kejayaan Daulah Turki Ustmani yaitu pada masa Sulaiman I (1520-1566 M). namun setelah wafat nya, pada masa kepemimpinan setelahnya Daulah Turki Ustmani sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Walaupun masih bertahan selama lima abad setelah meninggalnya Sulaiman I. Namun terjadinya perebutan kekuasaan yang mengakibatkan Daulah ini perlahan hancur.
Ragam faktor kehancuran Daulah Turki Ustmani dibedakan menjadi dua, yaitu faktor Internal dan faktor Eksternal. Adapun faktor Internalnya sebagai berikut:
- Buruknya sistem pemerintahan.
- Hilannya keadilan.
- Banyaknya korupsi.
- Meningkatnya kriminalitas.
- Heterogenitas penduduk dan agama.
- Kehidupan istimewa yang bermegah-megahan.
- Merosotnya perekonomian negara akibat peperangan, yang dalam sebagian besar peperangan, kerajaan Turki Ustmani mengalami kekalahan.
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan kehancuranya Daulah Turki Ustmani adalah sebagai berikut:
- Munculnya gerakan nasionalisme.
- Terjadinya kemajuan teknologi diwilayah Barat, khususnya dibidang persenjataan.
Dengan kemundurannya Daulah Turki Ustmani, menyebabkan terjadinya revolusi politik domestik yang menyebabkan bergulirnya reformasi bentuk pemerintahan dari Daulah atau kerajaan/Monarki absolut menjadi republik yang terjadi pada 1923. Perubahan bentuk pemerintahan ini lah yang menandai berakhirnya masa Daulah Turki Ustmani.
Baca juga: Mengenal Era Daulah Abbasiyah-Sejarah Pemerintahan dan Runtuhnya Abbasiyah
Kesimpulan
Daulah Umayyah merupakan Daulah atau dinasti islam pertama yang didirikan oleh Mu'awiyah Bin Abi Sufyan. Daulah ini berdiri tahun (661-750 M) Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan sangat bertolak belakang dengan sistem pemerintahan pada zaman Khulafaurrasyidin. Pada masa ini, sistem pemerintahan yang digunakan adalah sistem Demokrasi, yaitu sistem pemerintahan berasaskan musyawarah dalam mengambil keputusan dan pemilihan pemimpin dilakukan oleh rakyat. Â Â Â Â
Masa pemerintahan Bani Umayyah dikenal sebagai masa yang agresif, dimana perhatiannya bertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang sudah terhenti sejak zaman khulafaurrasyidin terakhir. Dalam jangka waktu 90 tahu, banyak bangsa di setiap arah penjuru mata angina beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan, yang termasuk Soviet Rusia.
Pada masa pemerintahan Daulah Abbasyiah, dijuluki sebagai masa keemasan islam, atau yang sering kita dengar dengan the golden age. Yang mana pada masa itu, islam mencapai puncak kemuliaan, yang mencangkup bidang ekonomi, kekuasaan, maupun peradaban. Dan juga terbagi dalam cabang ilmu pengetahuan, dan juga banyaknya penerjemah buku-buku dari bahasa asing ke bahasa arab. Yang kemudian melahirkan cerdikiawan-cerdikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi yang baru dalam aneka ragam disiplin ilmu pengetahuan. Hal demikian terjadi karena Bani Abbasyiah mewarisi imperium besar Bani Umayyah, yang memungkinkan meraka lebih banyak mencapai hasil karena landasan yang telah dipersiapkan oleh Daulah terdahulunya yaitu Daulah Bani Umayyah.
Berbeda dengan Masa Daulah Umayyah dan Daulah Abbasyiah, kalau diitinjau dari sisi durasi dan luas wilayah kekuasaan sebenarnya tidak ada satupun kerajaan Islam yang mampu menandingi Daulah Turki Ustmani. Dalam membentuk struktur pemerintahan, pemegang kekuasaan tertinggi Turki Ustmani ada ditangan raja yang dibantu oleh perdana menteri yang membawahi gubernur. Gubernur mengepalai daerah tingkat I. dibawahnya ada beberapa bupati.
Demi mengatur urusan pemerintahan negara, pada masa sulaiman I, dibuatnya UU yang diberi nama Multaqa al-abhur. UU ini menjadi pegangan bagi Daulah Turki Ustmani sampai datangnya Reformasi pada abad ke-19 yang menyebabkan bergulirnya sistem pemerintahan Daulah Turki Ustmani dari sistem monarki absolut atau dinasti/kerajaan menjadi Republik. Hal ini lah yang menandai berakhirnya Daulah Turki Ustmani sekaligus mengakhiri sistem pemerintahan islam yang bersistem Daulah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H