Kampus negeri ternama itu pun menunjuk tim forensik dari laboratorium teknik untuk menemani tim penyelidik dari kejati Jatim. Tidak tanggung- tanggung, 18 ahli di bidang konstruksi diterjunkan untuk melihat dan menilai bangunan tersebut.
Tim forensik itu menguji konstruksi bangunan pada Kamis pekan lalu (11/12). Dengan mengendarai tiga mobil Toyota Kijang, mereka tiba di depan bangunan tersebut menjelang siang.
Tatapan mereka langsung tertuju pada dua bangunan bertingkat yang ada di hadapannya. Para driver langsung sibuk menurunkan muatan yang dibungkus banyak tas mirip orang mau melancong.
Para ahli itu bergegas mempersiapkan diri. Setumpuk dokumen perencanaan dan pengerjaan proyek dibentangkan. Sejumlah peranti teknik elektrik dan manual disiapkan untuk menunjang pengujian. Mereka membagi pekerjaan sesuai tugas dan keahlian masing-masing.
Meski belum melakukan kegiatan apa pun, tim forensik sudah banyak menemukan kerusakan yang tersebar di banyak sisi. Ketika berjalan ke dalam gedung A, perhatian mereka tersita pada permukaan tembok yang terlihat jelas tidak rata. Bentuknya mirip kulit yang mulai menua.
Tidak perlu mendekat untuk melihatnya. Dari jauh pun sudah tampak jelas permukaan tembok awut-awutan. “Hehehe....,” kata seorang anggota tim forensik sambil menunjuk permukaan tembok. Para ahli yang melihatnya pun nyengir.
Kedatangan tim forensik semakin memperjelas ketidakberesan dalam pengerjaan proyek miliaran rupiah itu. Tim yang bertugas mengecek permukaan tembok menemukan keretakan hampir di setiap sudut bangunan, baik di dalam maupun di luar gedung.
Kebanyakan retakan terlihat pada permukaan yang merupakan pembatas antara tembok dan beton penyangga. Tim penguji bahkan sempat melontarkan pernyataan bahwa keretakan itu yang membedakan mana tembok mana cor beton. Sebab dua permukaan itu merenggang. Semen dan plamin tidak bisa menyatukannya.
Tebal keretakan itu beragam. Ada yang kecil tapi tidak sedikit pula yang menganga. Semua terlihat jelas dengan kasat mata. Lembar pengecekan kondisi permukaan dinding tembok menjadi penuh dengan catatan karena saking banyaknya keretakan.
Tim forensik juga mengeluarkan alat pengukur k ekuatan material. Bentuknya mirip alat ultrasonografi dengan dua bernedera mirip mik yang terhubung dengan kabel. Alat itu terhubung dengan sebuah benda berbentuk kotak seukuran tape mobil.
Seorang ahli mengolesi dua ujung mik itu dengan gel sebelum menguji sebuah beton penyangga yang berada di belakang gedung lantai tiga. Keduanya diletakkan di dua sisi yang saling berlawanan arah. Dari layar di kotak mungil itu, keluar angka yang menunjukkan kekuatan konstruksi. “Ini osteoporosis. Keropos,” ucap seorang ahli senior dilanjutkan dengan tertawa.