Mohon tunggu...
Zilyanadelia WVN
Zilyanadelia WVN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Zilyanadelia Wahyu Veronellita Nurdin

Halo, selamat membaca dan semoga bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rasa Jijik dan Malu yang Dirasakan Anak

29 Oktober 2022   16:45 Diperbarui: 29 Oktober 2022   17:04 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jijik merupakan salah satu emosi yang dapat dirasakan melalui penampilan, bau, sesuatu yang dibenci, dan tekstur tertentu. Rasa jijik seringnya tidak dialami sendiri saja tetapi seringkali juga disertai dengan emosi negatif lainnya seperti rasa takut, kecemasan, kemarahan dan bisa saja bergabung dengan keadaan emosional lainnya. 

Contoh rasa jijik ini misalnya terdapat seorang anak kecil bernama Riza yang bermain ke sawah bersama Kakeknya. Lalu ia tiba-tiba tak sengaja menginjak katak di sawah tersebut, spontan ia berteriak karena kakinya merasa geli atau jijik bersentuhan dengan kulit kodok itu. 

Nah, hal yang dirasakan oleh Riza tadi bersamaan dengan rasa jijik dan rasa takut. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? karena ia sering mendengar bahwa jika kita terkena kulit katak kencing katak maka membuat kulit menjadi gatal-gatal. Respon dari rasa jijik ini biasanya dengan berusaha menjauhkan diri atau menghilangkan hal yang dianggap menjijikkan tersebut.

Apakah teman-teman tahu jika rasa jijik ini terdapat pengimplikasiannya terhadap perkembanga sosial anak?

Rasa jijik yang muncul pada diri seseorang dapat memengaruhi perkembangan sosialnya. Ketika seseorang jijik akan suatu hal, memunculkan reaksi pada perubahan raut muka, menghindari hal yang menjijikkan itu, berteriak, dan gerakan mempertahankan diri. 

Contohnya yaitu misalkan terdapat anak yang bernama Mely yang mana ia jijik ketika bertemu atau melihat kecoa. Kemudian pada saat di kelas, teman Mely yang bernama Rio ini menemukan kecoa di dalam lemari yang kemudian ia pegang. Rio yang jail ini iseng untuk menakut-nakuti Mely dengan kecoa tersebut. Ketika kecoanya didekatkan pada Mely, ia berusaha lari agar terhindar serta melindungi dirinya. 

Karena kejadian tersebut, Mely marah sehingga ia tidak mau berteman dengan Rio lagi.

 Bahkan ia merasa takut, ragu dan hati-hati ketika ingin bermain atau bersosialisasi dengan Rio atau teman-teman lainnya sebab ia takut jika dijahili kembali. Nah, dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa perkembangan sosial anak akan mengalami kesulitan dalam perkembangan sosialnya.

Selain rasa jijik yang dirasakan oleh anak, terdapat pula rasa emosi yang sering dialami oleh anak-anak yaitu malu. Malu merupakan emosi menyakitkan yang biasanya disertai perasaan menjadi 'kecil', tidak berharga, serta ketidakberdayaan Tangney (1999). 

Selain itu, dari perspektif psikologis, rasa malu dikatakan sebagai perasaan yang muncul karena tidak menyadari sesuatu yang tidak berharga, menggelikan, tidak pantas, memalukan, emosional tentang perilaku atau kondisi seseorang (atau tentang sesuatu yang terhormat), atau melanggar hukum dalam situasi kesopanan (Gilbert, 2003:1). 

Rasa malu ini dapat membuat seseorang merasa terganggu dalam tindakannya, bingung dalam berpikir dan tidak dapat berbicara. Pola rasa malu ini meliputi tubuh yang mengecil, bahu yang bungkuk, dan perasaan ingin menghilang dari orang lain.

Tidak hanya jijik saja yang memiliki implikasi terhadap perkembangan sosial anak, malu pun ada.

Rasa malu memiliki dampak besar pada perkembangan sosial anak. Anak yang terlalu pemalu atau biasa disebut pemalu juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain. Anak pemalu sering menghindari orang lain, curiga, dan berhati-hati ketika melakukan sesuatu terutama di tempat yang asing. Anak pemalu cenderung pendiam, berbicara lembut dan menghindari kontak mata dengan orang lain.

Menurut Eka (2002, hlm. 207), anak pemalu juga memiliki gejala yaitu anak cenderung menghindari hubungan sosial dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, enggan, curiga dan tidak mudah berkomunikasi dengan orang lain dan lingkungannya.

 Gejala-gejala tersebut dapat mengakibatkan anak memiliki potensi yang terpendam dan tidak berkembang secara optimal sesuai potensinya, menghambat perkembangan individu, canggung atau kurang dalam hubungan interpersonal karena kurangnya pengalaman, yang dapat mengakibatkan kesulitan belajar pada anak, dan semakin tumpulnya keterampilan sosial individu yang gagal beradaptasi dengan lingkungan.

Nah, ada tiga cara yang dapat dipraktikkan untuk melatih anak agar tidak malu yaitu: 1) Menghindari memarahi anak. Ketika anak sedang dalam keadaan yang mulai memperlihatkan sifat pemalu, orang tua jangan langsung memarahinya. 2) Menempatkan anak pada situasi sosial. 

Orang tua harus membantu anak untuk bersosialisasi dengan teman-temannya seperti membuka pembicaraan dengan teman sebaya anak serta memancing anak untuk berinteraksi dengan mereka. Dan 3) Membangun rasa percaya diri. Cara ini contohnya dapat dilakukan dengan melatih anak seperti membayar hasil belanjaan dia di supermarket yang tetap dalam pengawasan.

Daftar Rujukan:

Hayani, Nurhayani, 'Peran Rasa Malu Dan Rasa Bersalah Terhadap Pengajaran Moral Anak', Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan Dan Konseling, 7.1 (2019), 63--77

Khoerunnisa, Siti, 'Pemalu Pada Anak Usia Dini', Research in Early Childhood Education and Parenting, 01.02 (2021), 87--92

Tang, A., and L. A. Schmidt, 'Shyness', The Curated Reference Collection in Neuroscience and Biobehavioral Psychology, 1999, 2016, 146--53

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun