Mohon tunggu...
Zilfah Awalia
Zilfah Awalia Mohon Tunggu... Wiraswasta - UIN Walisongo Semarang

Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Globalisasi dan Radikalisme Islam

18 Juni 2019   09:38 Diperbarui: 18 Juni 2019   09:44 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi dan Radikalisme Islam


Zilfah Awalia (1706026002)
Zilfahawaliyah90@gmail.com


Perubahan dunia tampak semakin jelas tatkala era komunikasi informasi membanjiri kehidupan umat bergama. Dengan teknologi informasi nyaris tidak ada masalah yang terjadi di muka bumi tidak diketahui. Semuanya dengan mudah dapat diketahui oleh semua penghuni planet bumi. Perbuatan yang beradab sampai yang tidak beradab dapat dengan mudah dikases oleh siapa saja nyaris tanpa sensor.

Problem materialisme dan kekeringan spiritualisme menjadi problem yang sangat keras tatkala globalisasi terus mengendus. Agama benar-benar hanya akan menjadi berhala dan membisu apabila tidak sanggup dihadirkan untuk menjawab persoalan-persoalan serius dunia pascamodernisme. Globalisasi merupakan perkembangan dunia menuju pascamodernisme. Globalisasi merupakan perubahan yang terus bergerak dan dapat menyergap seluruh aspek kehidupan tanpa kompromi. Akan banyak pihak (umat beragama) yang teralienasi apabila tidak sanggup menyiasati era globalisme yang demikian masif.

Globalisasi bisa dilihat dalam perspektif cultural, selain wilayah sosial politik, ekonomi, teknologi dan agama. Empat sampai lima wilayah inilah yang secara teoritis akan berhadapan langsung dengan gelombang globalisasi. Oleh karena itu, tidak heran jika kehadiran agama-agama juga ditentukan oleh perjalanan gelombang globalisasi yang tengah melanda dunia dengan serius tanpa berhenti sedetik pun. Seperti yang dikemukakan Peter Beyer, bahwa globalisasi dapat dilihat dalam perspektif politik, kultural, ekonomi, agama dan teknologi informasi sehingga memberikan banyak ruang untuk melihatnya.

Beyer menjelaskan bahwa dalam wilayah politik, kultur, ekonomi, agama dan teknologi komunikasi akan terjadi perubahan-perubahan besar dan saling mempengaruhi secara masif. Oleh karena itu, akan terjadi apa yang dinamakan "hegemoni ideologi globalisme" atas dunia lain sehingga memungkinkan adanya respons yang beragam dari umat manusia. Termasuk umat beragama di muka bumi. Kristen, Islam, Yahudi, Buddhisme dan Konfusianisme akan merespon ideologi globalisme dengan caranya sendiri-sendiri.

Dalam kasus Islam misalnya, respons yang paling jelas adalah adanya penolakan sebagian umat di muka bumi termasuk Indonesia dengan memunculkan gerakan self determination  atas gagasan demokratisasi dengan menghadirkan kembali khilafah Islamiyah. Melawan kehadiran sistem ekonomi kapitalis dengan menghadirkan "ekonomi Islami". Dalam bidang budaya terjadi apa yang oleh Samuel Huntington sebut sebagai "clash of civilization" dengan menghadirkan "cultur Islam" yang sebenarnya bisa dikatakan lebih dekat dengan apa saya sebut sebagai kultur Arab, sehingga lebih tepat bila dikatakan sebagai "Arabisasi kultural".

Dengan bergulirnya globalisasi dunia yang masif, tentu semua perubahan yang terjadi akan membawa dampak pada kehidupan sosial keagamaan masyarakat. Apabila organisasi agama tidak mampu menjawab tuntutan umatnya menghadapi globalisasi, yang muncul dihadapan kita adalah keengganan umat beragama atas agamanya itu. Umat beragama akan mencari "referensi" lain yang dianggap lebih memadahi ketimbang agamanya yang dianut selama ini, karena agamanya tidak mampu menjawab pertanyaan dasar yang diajukan oleh umatnya sendiri.

Jika kita hendak melihat agama di masa depan (Islam dan agama-agama lainnya), maka satu-satunya jalan terbaik adalah berusaha dengan sungguh-sungguh menguasai ilmu pengetahuan. Umat Islam harus menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen organisasi. Umat Islam tidak boleh tertinggal dalam bidang ini, sehingga umat Islam tidak kehilangan wibawa dalam percaturan perubahan global yang menciptakan "desa universal". Umat Islam tidak boleh terpeleset pada radikalisme yang sempit, sebagai jalan pintas beragama. Radikalisme sempit adalah sebuah cara beragama yang bersifat defensif, subjektif dan tidak bertanggung jawab. Memang radikalisme tidak selalu bermakna terorisme, tetapi radikalisme akan bisa menjadi bibit-bibit awal munculnya sikap tidak toleran dengan paham keagamaan orang lain. Ini jelas harus ditolak. Karena, Radikalisme selalu berakhir dengan malapetaka dan bunuh diri, sebab prinsip kearifan dan lapang dada yang diajarkan Islam tidak lagi menjadi acuan dan tidak lagi dihiraukan(Qodir, 2011).

Globalisasi memberikan implikasi pada proses terbentuknya perilaku radikalisme Islam berikut. Pertama, strategi ekonomi politik internasional yang membentuk global economy. Globalisasi berkaitan dengan munculnya radikalisme, terutama kelompok radikalisme Islam yang dikarakteristikan sebagai terorisme. Sebagai satu  bentuk dinamika politik internasional, globalisasi menjadi pemicu dan pendorong perilaku terorisme. Globalisasi memberi motivasi bagi pelaku terorisme, membuka kesempatan penyebaran dan meluasnya terorisme.

Kedua, politik keamanan global mendesain ulang peta keamanan internasional. Peta keamanan internasional terbentuk dan dikuasai oleh negara-negara hegemoni. Ini membentuk dunia dikuasai oleh negara-negara superpower antara lain; Amerika Serikat, Inggris, Israel, Saudi Arabia, China, India, Jepang dan Korea Selatan. Kekuasaan ekonomi dan politik, keamanan saling terkait satu sama lain. Kelompok radikalisme merupakan kelompok yang termarginalkan dari kekuasaan ekonomi, politik dan keamanan internasional. Dalam konteks globalisasi, terjadinya konflik di suatu wilayah berpengaruh pada kawasan atau negara lain. Bentuk globalisasi semacam ini dikenal sebagai globalisasi konflik. Konflik menahun yang terjadi di Timur Tengah termasuk Suriah baru-baru ini merupakan gejala globalisasi konflik. Gerakan jihad dari berbagai negara turut andil dalam konflik di Timur Tengah dan menjadi bagian dari anggota Islamic State of Iraq and Syria. Globalisasi sangat berperan dalam penyebaran isu konflik ini dan proses penyebaran radikalisme Islam ke berbagai negara termasuk Indonesia terutama melalui media internet dan teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun