Felix melepaskan cekat tangannya dari kerah lusuh seorang Rexa yang mengangkat tangan setelah mendengar raungan knalpot itu. Dia tahu bagaimana caranya menahan nafsu dari sebuah amarah daripada Felix.Â
Sementara tiga Vios hitam dengan emblem Gold Fangs berwarna putih sepanjang moncong mobil sampai ke bagian belakang melaju dengan cepat menuju arah gudang, mereka akan melewati God Claw di pintu masuk yang sudah siap dengan senjata mereka.
Salah satu anggota kelompok Gold Fangs dalam mobil itu adalah Reno, seorang pembunuh yang menghabisi anak kandung Tera, dia ingin kekuasaan Gold Fangs jatuh semua kepadanya. Tidak pungkiri, Gold Fangs menguasai konglomerat, kaum-kaum tajir yang memiliki bisnis melimpah di tengah perkotaan, sementara God Claw berperan sebagai sayap pelindung diantara jalan masuk pelabuhan, jalan-jalan yang dipenuhi bajing loncat, lebih kental dengan kaum sindikat perdagangan daripada bergaul dengan kaum tajir dengan bisnis yang biasa.
Kehidupan God Claw yang keras membuat Reno ingin merasakan seperti itu, baginya kehidupan Gold Fangs sangat membosankan. Mereka hanya berkutat dengan dunia damai tanpa perang dan senjata. Padahal, mereka adalah mafia.
"Bos, God Claw!" decak Fedro, dia adalah kaki tangan Reno yang dipercaya.
"Gue tahu, lo masuk pelabuhan, lewati mereka!" balas Reno, ia mengeluarkan pucuk senjatanya, sementara leher yang dipenuhi tato naga itu meliuk ke arah God Claw yang dengan cepat masuk ke dalam mobil dan mulai melakukan ancang pengejaran.
Rexa segera masuk ke dalam mobil, ia berseru kepada anak buahnya. "Masuk Brother! Kita ada santapan, Man!." Felix masih santai, ia berjalan ke arah Rexa yang sudah menyalakan mesin, tanganya yang menggenggam revolver bersender di atap mobil, dan kepalanya condong di depan jendela yang terbuka.Â
"Urusan lo sama gue belum selesai."
"Gue enggak pernah kabur, kapanpun lo mau, gue ladeni."
"Good!" dengan senyum tengil, Felix mencengkram dagu Rexa hingga tertekan membentuk kerucut. "Dengar ya, laki-laki itu seperti ... INI!!!"
Zdor!!
Sebuah timah panas keluar secepat kilat dari revolver di tangan Felix, butir berkilat itu melayang ke arah mobil ke-tiga diantara barisan Gold Fangs sejauh 40 meter.
"Anjir!" ucap anggota Gold Fangs yang kaget ketika sebutir peluru menghantam pintu mobilnya, meleset dari bidikan Felix. Sementara seluruh pengemudi langsung menancap gas, lalu berkelok untuk menghindari bidikan selanjutnya.
"Lo nungguin apa anjing? Kejar! Ah, Setan." ketus Vito kepada Felix, kakinya langsung meraih pedal dan menginjaknya sekeras mungkin. "Woy! Kejar!!!" teriaknya mengeluarkan kepala ke arah anak buahnya.
"Calm down, Man! Lo kira curut bisa kabur apa." balas Felix setengah berteriak, ia berjalan santai menuju pintu mobil yang dikendarainya sendiri. Rexa sudah menyusul, kini barisan Felix ada di belakang lalu menyusul keduanya. "Lambat!" ucapnya mencela ketika melewati Vito.
Ban mobil Reno berderit ketika menghindari peti kemas yang dijatuhkan sebuah spreader di terminal 3, badan mobilnya menyerong dengan ban memutar licin dan mengeluarkan asap. Sementara dua rombongan Gold Fangs yang lain menghindarinya dengan membentuk formasi "V". Sopirnya menginjak rem, lalu menengok ke arah mobil Reno yang dikendarai Fedro. Reno mengeluarkan kepalanya, ia menengok ke arah mobil God Claw yang menyusul lalu berteriak ke arah anak buahnya di depan. "Kabur goblok!!! Ngapain lo semua lihat ke belakang?!!"
"Respect, Man. Lo bossnya, mereka enggak mau ninggalin, lo!"
"Tetap saja, Fed! Kalau mereka nungguin gue, mereka bakalan mati, anying."
Fedro berusaha berusaha keras memutar setirnya yang slip. Tak lama usahanya berhasil, ia langsung menancap gas lalu memimpin kembali anggota Gold Fangs di depan. "Ok fine! Huhuhu!" serunya dengan riang.
Mobil Vito hampir saja menambrak sebuah petikmas yang baru saja diturunkan, ia mengerem dengan cepat hingga mobilnya berputar-putar. Felix menengoknya dari spion, lalu kembali fokus mengejar Vios di depannya. Rexa berhenti tepat di belakang mobil Vito. "Lo lepas rem, tepat menghadap depan, lo injak gas!" tunjuk Rexa menongolkan kepala. "Percaya sama gue, Man!"
Vito dapat mendengar petunjuk Rexa meski gemuruh ban yang berderit-derit begitu tajam menusuki telinganya. Kini, ia menarik kakinya dari pedal rem lalu menancap gas dengan keras. Mobilnya melaju dengan seloyongan hingga akhirnya putaran stir dapat ia kuasai.Â
Beberapa ratus meter di depan, Felix tengah menembaki mobil Gold Fangs yang berjejer dan saling mengatur strategi. Sementara mereka juga menghindar dengan melakukan gerakan berserongan. "Kita enggak boleh berpencar, Fed. Kasihan anak-anak." kata Reno ditengah perbincangan mereka mengenai strategi berpencar lalu bertemu di tempat yang disepakati.
"Lo mau kita mati bareng mereka?" tanya  Fedro dengan nada memaksa kehendak sebelumnya.
"Sama-sama datang, sama-sama pulang. Satu tenggelam semua dikenang."
"Oke! Kita ke dermaga 208, putar balik di sana. Ingat! Lo semua harus cari cara menghindari bongkar muat peti kemas!" seru Fedro ke anggota Gold Fangs. Sementara peluru terus mendesing selepas meletup hebat dari revolver Felix. "Lo semua harus ikuti gue, oke?!!" teriaknya lagi.
Vito kembali menyusul Felix di belakang dan diikuti Rexa, sementara seorang sopir meloncat dari forkliftnya ketika Fedro melanju mendekatinya. "WOY!!! GILA, LO!" maki sopir itu setelah terguling, untung saja Fedro dan tiga mobil di belakangnya berhasil menghindarinya, termasuk Felix.
Sopir itu segera berjalan ke arah forklift, namun dari arah sebelumnya tiba-tiba terdengar lengkingan klakson panjang dari seorang Vito. "Lo gila! Apa?!" maki Vito dengan tatapan nanar dan ketukan klakson menyebalkan.Â
"Lo yang gila, ini pelabuhan, lo ngapain di sini?"
Vito keluar dari mobil, ia langsung saja menarik rambut dari kepala sopir itu. "Lo dengar, ya! Gue Vito, ini kawasan gue."
"Ampun, Bang! Gue enggak tahu kalau elo." kata sopir dengan meringis, semua orang pelabuhan tahu kalau Vito adalah ketua mafia di sini.
"Bos!" teriak Rexa, ia segera menghentikan mobilnya lalu menyelamatkan sopir itu. "Lo jangan egois dong, dia enggak apa-apa kali."
"Iya, Bang. Gue enggak tahu, sumpah."
"Lo dengar kan, Man?"
"Aaaaah, anjing!" ketus Vito, ia membanting kepala itu. Sopir seloyongan lalu terjatuh karena tenaga Vito besar sekali. Ia kemudian melangkah ke arah daun pintu mobilnya. "Kalau bukan karena lo Brother, tuh bocah gue hantam."
"Thank you, Man! Let's go!!"
Vito kembali masuk ke dalam mobil, bersamaan dengan itu, sebuah Alphard melaju kencang melewati mereka, Vito terkaget seketika. "Gila, orang kaya masuk sini, Bro!" ucapnya ke Rexa.
"Gue kayak kenal, Man." sahut Rexa, dia pernah melihat mobil itu di Kalibata saat mencari peri malam di sana.
"Go! Go! Go! Kita harus nyusul Felix, Bro."
Knalpot mobil Vito kembali meraung dengan desiran turbo yang acap kali terdengar manja, Rexa pun sama, ia menggesek ban dengan cepat lalu mengikuti laju mobil Vito.
Klik disini untuk update ceritanya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H