Mohon tunggu...
Zidna Ilma
Zidna Ilma Mohon Tunggu... Lainnya - love my self

:)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik dengan Perbandingan Zakat Produktif dan Zakat Konsumtif

26 Oktober 2021   12:00 Diperbarui: 26 Oktober 2021   12:01 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik Dengan Perbandingan

Zakat Konsumtif Dan Zakat Produktif

Oleh : Nadia Sayyidah Arifah dan Zidna Ilman Nafia

Zakat merupakan salah satu rukun islam ke-empat yang wajib dilakukan setiap satu tahun sekali oleh umat islam di dunia. Adanya zakat sangat berguna dalam membantu masyarakat yang kurang mampu untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya serta membantu pemerintah untuk meminimalisir tingkat kemiskinan dan menerapkan konsep keadilan menurut islam dalam bidang sosial dan ekonomi. 

Adapaun jenis zakat terbagi menjadi 2 (dua) yaitu zakat fitrah (zakat yang wajib dilakukan oleh umat islam setiap satu tahun sekali) dan zakat mal (zakat penghasilan bagi orang yang mampu dan sudah mencapai haul serta nashabnya).

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dalam pengertian memproduktifkan zakat fitrah untuk memberdayakan ekonomi umat dengan membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi ekonomi yang memilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya, zakat fitrah itu memiliki manfaat serta dapat memajukan ekonomi umat. 

Artikel ini akan membahas mengenai perbandingan pendistribusian zakat untuk mensejahterakan mustahik menggunakan metode zakat konsumtif dan zakat produktif. Anjuran mengeluarkan zakat dalam islam telah diatur dalam Al Quran Surah At Taubah ayat 103 yang artinya “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Terdapat 8 orang yang berhak menerima zakat disebut Mustahik. Berdasarkan Q.S. At Taubah ayat 60 antara lain fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharimin, fii sabilillah, dan ibnu sabil. Adapun salah satu golongan yaitu fakir miskin yang menjadi tolak ukur kesejahteraan masyarakat.

Cara pembagian zakat terbagi menjadi 2 (dua) yaitu menggunakan zakat konsumtif dan zakat produktif. Perbandingan yang sangat nampak guna meningkatkan kesejahteraan mustahik adalah jika zakat konsumtif pendistribusian dan manfaatnya dapat langsung digunakan oleh mustahik serta habis dalam jangka pendek namun tidak menimbulkan pengaruh secara ekonomi. Sedangkan zakat produktif pendistribusian dan pemanfaatannya tidak langsung habis atau dapat dikatakan untuk jangka panjang dan menimbulkan pengaruh secara ekonomi. 

Salah satunya yaitu terdapat perbedaan rata-rata pengeluaran per bulan rumah tangga mustahik sebelum dan setelah menerima zakat produktif berupa bantuan alat kerja oleh Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Malang, yaitu sebelum menerima zakat produktif, rata-rata pengeluaran mustahik per bulan sebesar Rp1.645.000,00, dan setelah menerima, rata-rata pengeluaran mustahik per bulan adalah sebesar Rp1.971.666,7. 

Dapat dilihat terjadi peningkatan sebesar Rp326.666,7. Yang artinya dalam memenuhi kebutuhan hidup, mustahik memiliki peluang yang lebih besar dari segi pengeluaran. Sedangkan dalam segi pendapatan rata-rata pendapatan mustahik sebelum menerima zakat produktif yaitu sebesar Rp1.861.666,67, dan setelah menerima zakat produktif rata-rata pendapatan mustahik sebesar Rp2.173.333,3. Dapat dilihat terjadi peningkatan sebesar Rp311.666,63. Yang artinya dalam hal memenuhi hidup, mustahik memiliki peluang yang lebih besar dari segi pendapatan.

Adapun bentuk pendistribusian zakat konsumtif dan zakat produktif seperti pada tabel dibawah ini :

Zakat Konsumtif

Zakat Produktif

Distribusi yang bersifat tradisional, yaitu zakat yang diberikan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mendistribusikan susu, madu, dan lain sebagainya.

Distribusi zakat ini lebih mengacu pada pendistribusian dalam bentuk non investasi, Pendistribusian ini ada dua cara yaitu : zakat yang diberikan berupa uang tunai dan zakat yang diberikan berupa barang-barang yang bisa dikembangkan seperti sapi, mesin jahit, dan lain sebagainya.

Distribusi yang bersifat kreatif, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk lain dari barang semula seperti peralatan sekolah, beasiswa, pakaian dan lainnya.

Distribusi zakat lebih mengacu pada pendistribusian bentuk invetasi atau lebih dikenal dengan produktif kreatif. Dalam pendistribusiannya ada dua cara, yaitu : memberikan modal usaha kepada mustahik (fakir miskin) dan dengan membangun proyek sosial maupun ekonomi seperti membangun lapangan kerja.

Di Indonesia saat ini pendistribusian zakat konsumtif dianggap kurang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan mustahik terutama fakir miskin. Maka dari itu ada upaya untuk merevitalisasi kedua instusi tersebut, yakni dari zakat yang dikelola secara konsumtif menuju zakat yang dikelola secara produktif. Pendayagunaan dari konsumtif ke produktif di atur dalam UU. No 23/2011, pasal 27 menyebutkan; “zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat”. 

Ketentuan ini juga diatur lebih lanjut dalam PMA no. 52/2014 pasal 32-34. Perubahan pola dari zakat kosumtif ke produktif akan mempengaruhi nilai kemanfaatan zakat yang lebih tinggi pada dsitribusi zakat. Karena pada dasarnya hanya mengubah pada bentuk benda nya namun tidak mengubah pada nilai manfaatnya yang akan didapatkan oleh mustahik. 

Dan zakat produktif lebih ampuh dan efektif mengurangi kemiskinan dibanding dengan zakat konsumtif, karena saat pembagian zakat produktif oleh amil akan diiringi dengan pendamping usaha yang tidak hanya memberikan informasi mengenai bagaimana cara berbisnis yang baik, tetapi juga bagaimana cara beragama yang benar sesuai dengan ketentuan syariat.

Tetapi ada pengkhususan menurut Imam Nawawi yaitu zakat konsumtif harus diberikan kepada golongan fakir, miskin yang memang sudah tidak mempunyai kemampuan untuk bekerja yang disebabkan oleh faktor usia yang jika dipaksakan bekerja akan memberikan efek berbahaya bagi dirinya seperti sakit atau bahkan kematian. Dengan kata lain, apabila fakir miskin sudah benar benar tidak mampu dan mengancam kehidupan selanjutnya jika diberi zakat produktif maka dianjurkan untuk memberi mereka berupa zakat konsumtif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun