Kemudian kami, saya beserta orang tua dan kakak adik saya pun memutuskan untuk beranjak dari rumah untuk mencari tempat evakuasi agar kami tidak terjebak banjir di dalam rumah.
Sebelumnya kami tidak pernah berpindah ke tempat pengungsian karena banjir. Setiap tahun daerah kami khususnya kampung yang kami tinggali ini memang sudah menjadi langganan banjir setiap tahunnya, bahkan 3 sampai 5 kali pertahunnya.
Karena merasa banjir kali ini akan dalam kami pun memutuskan keluar dari rumah untuk ke tempat pengungsian.
Ketinggian air di halaman kami yang sudah dalam, serta arusnya yang deras membuat kami kewalahan berjalan di tengah arus, langkah demi langkah kami ayunkan untuk terus mengusahakan agar kami bisa ke tempat pengungsian. Saat itu, memang moment yang tidak mungkin kami lupakan, moment di mana kami pasrah, akan apa yang terjadi pada rumah kami, akan apa yang terjadi pada jiwa kami, kami benar -- benar kewalahan menghitari banjir kali ini.
Seumur hidup kakek, seumur hidup nenek, seumur hidup orang tua, seumur hidup saya, seumur hidup kami, ini banjir terbesar yang telah kami temui. Begitu besar perjuangan kami saat berada di air untuk bertahan hidup, walau hanya sekedar berteduh untuk menghangatkan tubuh saja kami tidak bisa, karena semua tempat telah di masuki air banjir kali ini.
Setelah itu kami berjalan menghitari banjir dan kemudian berkumpul dengan beberapa warga kampung kami untuk berharap ada bantuan yang datang membawa kami ke tempat pengungsian,
Ada beberapa perahu karet yang beberapa kali melewati depan kami membawa orang -- orang yang telah di evakuasi. Sampa kemudian sekitar 2 jam kami bertahan di tempat itu, menunggu perahu karet yang tak kunjung datang untuk membawa kami ke tempat pengungsian.
Kemudian kami memberanikan diri ntuk berenang menyeberangi arus deras untuk menuju tempat pengungsian. Kala itu, kami masih tidak tau dimana lokasi pengungsian, kami berenang mencoba melawan arus deras yang hampir membuat kami hanyut ditelan air. Harapan kami sudah hampir hilang, beberapa kali saya memegang ting listrik saat berenang dan saya tidak mampu memegangnya, karena arus deras yang begitu kencang membawa tubuh ini larut di kedalaman air kala itu.
Keberuntungan masih hinggap kepada kami, kami berhasil berenang melawan arus deras banjir itu.
Kami berjalan terus mencari dimana lokasi pengungsian untuk kami dapat sekedar bernaung untuk menghangatkan tubuh kami dari dinginnya air banjir dan curah hujan kala itu.
Kira -- kira hampir 1 km kami berjalan bergulat dengan air, melangkah pada kencangnya arus air sehingga kami dapat menemukan sebuah mushola yang memiliki tingkat atau mushola berloteng.