Mohon tunggu...
Zidan Takalamingan
Zidan Takalamingan Mohon Tunggu... Lainnya - berbagi itu indah

Solus populi suprema lex

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jika Organisasi Merupakan Miniatur dari Negara, Apakah Sudah Menjamin Hak Konstitusional Setiap Anggota?

19 April 2021   21:48 Diperbarui: 19 April 2021   22:14 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia adalah negara demokrasi, dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat seperti tertuang dalam pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 “Kedaulatan Tertinggi Berada Di Tangan Rakyat”. Memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan bernegara. Oleh karena itu sangatlah penting bagi masyarakat untuk mengetahui tentang cara berkehidupan berbangsa dan bernegara atau dengan kata lain berpolitik. Tanpa adanya kesadaran politik, maka tingkat pertisipasi politik masyarakat juga rendah yang dapat berdampak pada terhambatnya pembangunan nasional.

Kesadaran berpolitik dapat diperoleh melalui beberapa hal, salah satunya adalah dengan mengikuti organisasi, terutama bagi para mahasiswa untuk mengikuti organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan dibagi dua yaitu, organisasi intrakampus misalnya seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Senat Mahasiswa (SEMA), dll. Sedangkan organisasi ekstrakampus seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dll.

Organisasi kehamasiswaan tersebut baik inta maupun ekstra telah memberikan peran positif dalam memberikan pemahaman tentang kehidupan politik bagi mahasiswa. Salah satu di antaranya adalah organisasi Himpunan Mahasiswa Islam. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi ekstrakampus yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947/14 Rabi’ul Awal 1366 H yang di prakarsai oleh Lafran Pane.

Himpunan Mahasiswa Islam memiliki motivasi dasar untuk mempertahankan NKRI, Pancasila, UUD NRI Tahun 1945 serta menegakkan dan mengembangkan ajaran islam. Karena bagi HMI, Indonesia dan Islam adalah dua entitas yang saling berjalin dan berkelindan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Meskipun HMI seringkali mengalami proses dalam menjalankan peranperan kebangsaanya, tetap saja entitas HMI sebagai organisasi mahasiswa yang menjadi pilar dalam mempertahankan nilai-nilai kebangsaan. Wujud permulaannya adalah peran HMI sebagai organisasi perkaderan sesuai tertuang dalam Pasal 7 AD/ART HMI, dengan segenap nilai dan metedologi yang dimiliki untuk membina kader-kader umat dan bangsa menjadi insan cita, untuk siap menjadi pemimpin dimasa mendatang.

Kader-kader insan cita ini memiliki kesamaan visi dan konsep tentang umat dan bangsa, meskipun berbeda latar belakang dalam hal mazhab, daerah asal maupun bidang ilmu pengetahuan.

Maka lewat pandangan umum yang tertulis di atas, kita bisa melihat adanya hal yang saling berhubungan antara Negara dan Organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) bergerak. Secara tidak langsung bicara landasan berorganisasi dan bernegara pun dilandasi dengan adanya “Konstitusi” jika dilihat Negara Indonesia memiliki (UUD NRI Tahun 1945) dan Himpunan Mahasiswa Islam memiliki (AD/ART HMI), dan kedua hal tersebut pula sebagai suatu konstitusi yang harus berisi 3 hal pokok seperti pandangan dari J.G Steenbeek yakni:

  • Adanya jaminan hak azasi manusia
  • Ditetapkan susunan ketatanegaraan
  • Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan

Maka kita bisa menilik konstitusi HMI (AD/ART) apakah sudah memuat ketentuan pokok dalam hal penjaminan hak azasi setiap anggota nya? Jika hal itu kita mengacu pada Pasal 5 ayat (2) Tentang “Hak Anggota” ART HMI berbunyi “Anggota biasa memiliki hak bicara, hak suara, hak partisipasi dan hak untuk dipilih”. Secara general kesimpulan yang kita dapat dalam unsur tersebut maka setiap Anggota biasa HMI memiliki hak untuk dipilih dalam konstalasi internal HMI, namun jika hal tersebut kita perhadapkan dengan hak anggota biasa dalam mencalonkan diri di pertarungan Pengurus Besar (PB HMI) mungkin hal itu masih terlalu jauh, kita bisa memperhadapkan unsur tersebut dengan kriteria calon ketua umum cabang dalam konstalasi (KONFERCAB).

Dalam ART HMI Pasal 28 ayat 3 Tentang Personalia Pengurus Cabang berbunyi

 “Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Pengurus Cabang adalah:

a. Ber-taqwa kepada Allah SWT

b. Dapat membaca Al Qur`an                                                                      

c. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi

d. Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II

e. Pernah menjadi Ketua Umum Komisariat, dan/atau Pengurus Cabang

f. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus

g. Sehat secara jasmani maupun rohani

h. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis.

Unsur yang bisa kita analisa ialah tertuang pada huruf (e) yakni yang bisa menjadi ketua umum adalah yang pernah menjadi ketua umum komisariat, dan/atau pengurus cabang. Hal tersebut menimbulkan satu pandangan telah terjadi kerugian hak konstitusional setiap anggota biasa dalam hal untuk mencalonkan diri sebagai ketua umum cabang, padahal bicara mengenai hak anggota biasa sudah dijamin dalam pasal 5 ART HMI ialah berhak untuk dipilih, pun jika memang sebuah argumentasi yang akan dibangun mengenai maksud dalam pasal 28 ayat 3 merupakan ketentuan khusus (Lex Specialis). Makna itu tidak akan diterima secara penafsiran secara konstitusional yang harus berlandaskan (Filosofi, Yuridis dan Sosiologi)

Jika memang organisasi HMI mempunyai entitas dalam menjalankan nilai-nilai bernegara dan berbangsa, maka hal yang fundamental seperti ini harus mencoba untuk mengacu ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, contoh seperti tertuang dalam konstitusi Indonesia (UUD NRI Tahun 1945) Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya." Ketentuan ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 yang berbunyi, "(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. 

Dan Pasal 43 ayat (1) UU HAM menyatakan: "Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan 6 8 perundang-undangan Dengan alasan organisasi HMI merupakan miniatur negara, maka frasa kata “pemerintahan” diganti dengan “Organisasi Mahasiswa HMI” bahwa seluruh kader/anggota biasa HMI kedudukannya sama di dalam pengambilan keputusan sampai pada hak untuk memilih/dipilih sebagai sebuah penjaminan hak azasi setiap anggota HMI.

Jika sebuah konsekuensi masih ada kekurangan dalam penafsiran Konstitusi HMI, maka itu hal yang sangat wajar, kita bisa menilik kembali telah terjadi 4 kali amandemen (perubahan) konstitusi Negara Indonesia ialah UUD NRI Tahun 1945. Begitupula dengan kedudukan Konstitusi HMI karena pada sejatinya Hukum itu tidak dibuat secara kaku tetapi tumbuh dan berkembang di masyarakat (Das recht wird nicht gemacht es it und wird mid dem volke).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun