Mohon tunggu...
Zidan Amalia
Zidan Amalia Mohon Tunggu... Administrasi - Administrasi

Saya adalah lulusan dari Sekolah Menengah Atas Negeri 03, berpengalaman dalam mengurus hubungan Kerjasama antar pelanggan. Terbiasa dengan proses penginputan maupun output data, memiliki pengetahuan tentang Penginputan Data, Melaksanakan Pengarsipan Data dan pengarsipan data dapat membangun dan memelihara hubungan yang kuat untuk perusahaan, teliti, terampil dan cekatan dalam menginput dan memproses data-data

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kaitan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Budaya Tradisi Nyadran di Jawa Tengah di Masa Modernisasi

4 Maret 2024   14:25 Diperbarui: 4 Maret 2024   14:28 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KAITAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI BUDAYA TRADISI NYADRAN DI JAWA TENGAH DIMASA MODERNISASI

 

Zidan Amalia Khaironisa

12 IPS 2, SMAN 3 KAB TANGERANG

 

PENDAHULUAN

            Masyarakat Indonesia khususnya di pulau Jawa memiliki adat budaya yang beragam.  Setiap daerah di Pulau Jawa memiliki budayanya sendiri.  Kebudayaan ini merupakan warisan nenek moyang yang turun temurun dari dulu kala. Salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa ialah tradisi nyadran.  Masyarakat Jawa khususnya yang tinggal di wilayah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur menjalankan tradisi nyadran untuk menyambut bulan Ramadan.

            Istilah nyadran berasal dari bahasa Sanskerta yaitu dari kata "sraddha" yang artinya  keyakinan.  Tradisi ini merupakan suatu bentuk kepercayaan masyarakat terhadap nenek moyang atau yang dikenal dengan animisme.  Saat agama Islam masuk ke tanah Jawa melalui wali songo, tradisi yang ada tidak dihilangkan namun justru menjadi alat untuk menyebarkan Islam.  Seiring masuknya Islam, tradisi sraddha mengalami perubahan.  Sebelum Islam, sraddha dilakukan untuk memperoleh berkah. Pada perkembangannya, tradisi ini menjadi  wujud rasa syukur atas anugerah Allah SWT kepada  warga.  Setelah pengaruh Islam digunakan kata nyadran.  Jadi nyadran adalah hasil dari akulturasi budaya Jawa dan Islam.

            Tradisi Sadranan atau biasa dikenal dengan nyadran adalah Tradisi yang dilakukan dengan cara menggelar doa untuk para leluhur dan kerabat yang sudah meninggal. Tujuannya supaya dosa-dosa mereka bisa diampuni dan amal baiknya bisa diterima dengan baik. Tradisi ini dilakukan dengan cara merapikan dan membersihkan makam dan membuat kue tradisional seperti kue apem, kolak, dan ketan yang nantinya akan dibagikan kepada para kerabat. Tradisi nyadran di setiap wilayah dikenal dengan nama yang beragam. Di Jawa Tengah seperti Banyumas dikenal dengan nyadran.  DI Temanggung dan Boyolali dikenal dengan sebutan sadranan.  Sementara di Jawa Timur disebut manganan atau sedekah bumi.

            Dikutip dari laman Kementerian pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, nyadran biasanya diselenggarakan satu bulan sebelum dimulainya puasa ramadan yaitu tanggal 15, 20 dan 23 Ruwah.  Ada pula yang dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya'ban.  Namun demikian, walaupun dilaksanakan  pada waktu yang berbeda di setiap wilayah, nyadran umumnya dilaksanakan pada bulan Ruwah pada kalender Jawa atau bulan Syaban pada kalender Hijriyah yang jatuh sebelum bulan Ramadan.

MAKNA DAN RAGAM TRADISI NYADRAN

            Makna Tradisi Nyadran, Nyadran tak hanya dijadikan sarana untuk mengenal, mengenang, dan mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia. Makna dari tradisi Nyadran adalah memetik nilai-nilai kebaikan dari para pendahulu atau para leluhur. Hal ini selaras dengan pepatah Jawa kuno yang berbunyi "Mikul dhuwur mendem jero" yang bermakna "ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang baik kita tanam-dalam". Nyadran juga memiliki makna untuk mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian.

            Selain itu, tradisi ini juga menjadi sarana melestarikan budaya gotong royong sekaligus untuk menjaga keharmonisan dalam bermasyarakat. Ragam Tradisi Nyadran Masing-masing wilayah di Jawa mempunyai ciri khas masing-masing dalam melakukan tradisi Nyadran sesuai dengan kearifan lokal yang ada di daerahnya. Adapun kegiatan utama adalah besik atau membersihkan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Masyarakat akan saling bekerja sama dan bergotong royong untuk membersihkan makam leluhur dan keluarga masing-masing. Di beberapa daerah, tradisi Nyadran juga diramaikan dengan kirab atau arak-arakan menuju ke tempat upacara adat dilangsungkan. Ada juga prosesi ujub atau menyampaikan maksud dari rangkaian tradisi Nyadran yang dilakukan oleh pemangku adat. Tradisi ini juga diikuti dengan kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh pemangku adat atau kyai yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal. Terakhir adalah kegiatan kenduri yang juga disebut kembul bujono atau tasyukuran.

            Masyarakat akan makan bersama di mana setiap keluarga yang mengikuti tradisi Nyadran akan membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa berupa makanan tradisional, baik nasi, lauk, kudapan, hingga minuman. Setelah acara makan bersama selesai, maka selesai juga rangkaian dari tradisi Nyadran. Tradisi yang satu ini merupakan sebuah campuran antara budaya lokal dengan nilai-nilai yang ada dalam agama Islam. Diceritakan menurut sejarah, Sadranan merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh umat Hindu dan Buddha sekitar abad ke-15. Pola kegiatan dari tradisi Sadranan mulai mengalami perubahan ketika Islam mulai diperkenalkan di Jawa oleh para wali sanga.

            Dahulu, ritual Nyadranan condong kepada aksi pemujaan roh. Namun seiring berkembangnya agama Islam, masyarakat memahami bahwa sebuah permohonan hanya dapat dibuat melalui Tuhan Yang Maha Esa. Siapa yang sangka jika meleburnya budaya dan agama ini dapat menyatukan perbedaan yang ada di tengah masyarakat Jawa pada masa itu. Sadranan yang dikenal juga sebagai tradisi ruwahan menjadi sarana bagi mereka untuk berkumpul bersama di makam leluhur dengan satu niat yang sama. Ritual dimulai dengan kegiatan membersihkan makam pada sore harinya. Dalam hal ini seluruh keluarga harus terlibat dan ikut membersihkan makam. Kemudian dilanjutkan dengan menggelar selamatan atau kenduri pada area kosong yang ada di sepanjang jalan menuju makam. Kegiatan selamatan atau kenduri biasanya diumumkan dengan pengeras suara yang ada di masjid atau musala di sekitar wilayah tersebut. Seluruh masyarakat beserta keluarga mereka diharap bisa berkumpul dengan membawa makanan dari rumah.

            Tak ada ketentuan jenis makanan yang harus dibawa sehingga akan tampak lebih beragam.Menariknya, dikutip dari laman resmi pemerintah Jawa Tengah, jatengprov.go.id, di beberapa daerah, seperti di Jawa Tengah bagian utara bahkan masih terdapat pantangan untuk mencicipi makanan yang dimasak untuk prosesi Sadranan. Pemimpin atau tokoh masyarakat kemudian akan mengawali acara dengan menyampaikan terima kasih atas berkat yang telah dibawa masing-masing keluarga dari rumah sebelum doa bersama dilakukan. Jika dilihat, tradisi ini memang dikemas seperti halnya kegiatan kajian atau pengajian. Berlanjut ke prosesi kenduri, para peserta akan melantunkan ayat Al-Qur'an serta berselawat. Tak lupa bacaan tahlil dan doa tahlil sebagai penghantar bagi leluhur agar diberikan tempat terbaik di surga. Masyarakat Jawa biasanya juga mempersiapkan persembahan berupa kue apam, kolak, dan ketan yang konon menjadi landasan ritual doa di kala prosesi nyadran,

            Ketiga jenis makanan tersebut kemudian disiapkan ke dalam sebuah wadah yang terbuat dari daun pisang dan ditusuk sepotong lidi di ujung kanan dan kirinya. Tak hanya sebagai persembahan, sajian tersebut juga dijadikan hantaran untuk dibagikan kepada saudara yang lebih tua. Tak sekadar rangkaian ritual, kita dapat memaknai tradisi nyadran melalui sudut pandang yang lain. Hampir seluruh prosesi dilakukan secara bersama-sama sehingga terdapat budaya gotong-royong dalam tradisi nyadran. Nilai-nilai kebersamaan, kerukunan, dan kerja sama juga tampak dalam sebuah tradisi nyadran. Tradisi ini tak hanya diperuntukkan bagi umat Islam. Sering kali masyarakat antaretnis dan agama berkumpul untuk memanjatkan doa bersama-sama.

 

TRADISI NYADRAN DALAM ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

            Dengan adanya arus globalisasi menyebabkan segala tatanan kehidupan masyarakat mengalami perubahan. Perubahan tersebut bisa berdampak positif ataupun negatif, tergantung dari bagaimana invidu tersebut menyikapinya. Dilihat dari sudut pandang positif, globalisasi telah memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk bisa melakukan segala aktivitasnya dengan cepat dan efisien. Hal itu tidak terlepas dari peranan perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat. Seperti pada saat ini masyarakat bisa dengan mudahnya memperoleh segala informasi, baik dari lokal maupun mancanegara. Dengan kata lain, globalisasi telah menghilangkan batas-batas penghalang dalam melakukan interaksi sosial. Akan tetapi, dilihat dari sudut pandang negatif, adanya globalisasi berpotensi untuk menggeser budaya bangsa Indonesia yang telah diturunkan dari leluhur terdahulu. Tentu saja hal ini yang perlu menjadi perhatian utama, khususnya bagi generasi muda yang cenderung meniru budaya asing. Bagi sebagian besar masyarakat, gaya hidup kebarat-baratan atau westernisasi dapat melumpuhkan jati diri bangsa, sebab budaya asing menyimpang dari ideologi bangsa, yaitu Pancasila.

            Pancasila menjadi identitas nasional bahwa, bangsa Indonesia adalah negara pluralis dan multikultural, sehingga budaya lokal yang terbentuk turut andil dalam aktivitas berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, kearifan lokal bisa berperan sebagai perisai untuk menghadapi arus globalisasi dan derasnya kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia.

            Kearifan lokal dimaknai sebagai pedoman hidup bagi masyarakat yang didalamnya mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan dan kebijaksanaan, terutama dalam membentuk dan mengarahkan karakter individu untuk menjadi pribadi yang budiman.

            Agar penananam nilai kearifan lokal dapat diwujudkan, pendidikan berperan sangatlah penting dan strategis untuk mewujudkan hal tersebut. Ada alasan yang mendasari kearifan lokal hendaknya diintegrasikan dalam pendidikan, yakni:

 1) kecakapan kearifan lokal dalam bertahan dari budaya asing,

2) kearifan lokal dapat menampung berbagai unsur-unsur budaya,

3) kearifan lokal mampu untuk memadukan budaya asing ke dalam budaya asli,

4) kearifan lokal mampu dalam mengendalikan,

5) kecakapan kearifan lokal dalam memberikan arah pada perkembangan budaya.

Dari pernyataan tersebut sangat jelas bahwa, pengintegrasian antara kearifan lokal dan pendidikan bisa menjadi alternatif dalam pembelajaran. Salah satu cara kearifan lokal bisa diintegrasikan dalam pembelajaran adalah dengan menjadikan kearifan lokal sebagai sumber belajar bagi peserta didik.

KESIMPULAN

            Masyarakat Jawa juga memiliki budaya yang unik, salah satunya adalah tradisi Nyadran. Tradisi Nyadran ialah tradisi/ritual/upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk mengungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para leluhur terdahulu, dengan melakukan ziarah kubur dan bersih-bersih desa. Tradisi ini telah dilakukan pada masa Hindu-Budha, tepatnya pada masa kerajaan Majapahit, dimana Ratu Tribuana Tunggadewi melakukan ritual tersebut untuk mendoakan ibu dan para leluhurnya. Kemudian tradisi ini dilanjutkan oleh anaknya, yakni Hayam Wuruk yang sama-sama dilakukan untuk mendoakan neneknya dan para leluhurnya yang sudah tiada. Sejak Islam masuk ke Indonesia, tradisi diteruskan oleh Wali Songo yang digunakan oleh para wali sebagai media dakwah atau dengan kata lain tradisi ini diakulturasikan dengan kebudayaan Islam. Pengakulturasian ini terlihat dari digunakannya doa-doa yang menggunakan Bahasa Arab atau dengan ayar-ayat suci Al-Qur'an, meskipun masih ada alat atau media yang digunakan mengikuti budaya Hindu-Budha. Oleh karena itu, tradisi Nyadran memiliki bentuk dan makna. Bentuk dan makna tradisi Nyadran di setiap daerah berbeda-beda, namun tujuan yang ingin disampaikan dalam tradisi Nyadran yang dilakukan sama. Kemudian, apabila dilihat secara seksama, makna tradisi Nyadran sendiri mengandung nilai-nilai yang baik, yaitu nilai religius, nilai, sosial, budaya, dan pendidikan.

            Tradisi Nyadran bukan hanya sebagai ritual belaka saja, karena dalam pelaksanannya tradisi Nyadran mengandung banyak nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai tersebut diantaranya adalah nilai sosial, nilai religius, nilai budaya, dan nilai pendidikan. Nilai-nilai tersebut padanannya bisa diintegrasikan sebagai sumber belajar dalam mata pelajaran IPS. Hal itu dikarenakan tradisi Nyadran ialah kearifan lokal yang memiliki relevansi dengan tujuan IPS, yakni menjadikan peserta didik sebagai warga negara yang memiliki kemampuan dalam mengatasi segala permasalahan kehidupan global, dengan berbekal pada nilai-nilai budaya bangsa sehingga peserta didik memiliki jati diri yang kuat. Pengintegrasian tradisi Nyadran dalam mata pelajaran IPS sebagai alternatif sumber belajar, diharapkan bisa memberikan pengetahuan dan pengalaman belajar peserta didik, sehingga pembelajaran IPS dapat lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Oleh karena itu, sudah semestinya guru menerapkan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran, melalui kearifan lokal peserta didik akan lebih mengenal dan dekat dengan lingkungan sosial budayanya dalam kehidupan sehari-hari. Adanya penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi para guru-guru untuk mengimpelementasikan tradisi Nyadran ke dalam pembelajaran IPS di kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun