Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan istilah antropometri, ya, secara definisi antropometri adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran dimensi fisik manusia, ada banyak macamnya, yang paling populer dan sering kita dengar adalah pengukuran tinggi atau panjang badan, berat badan, lingkar lengan atas, serta pengukuran rasio pinggang dan panggul.
Pengukuran antropometri kerap digunakan oleh tenaga kesehatan atau akademisi sebagai assessmen awal, penentu apakah pada pasien/masyarakat yang diteliti atau menjadi sasaran intervensi, memiliki risiko terhadap malnutrisi juga terhadap risiko penyakit degeneratif, sebagai langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan sebuah intervensi.
Kita ambil contoh pada kelompok usia balita, ada program rutin berupa posyandu yang diadakan setiap bulannya. Kegiatan utama posyandu berupa pengukuran antropometri, baik penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan bagi balita usia 2 tahun dan bisa berdiri, juga pengukuran panjang badan dengan telentang untuk baduta, bawah dua tahun.
Pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan balita bertujuan untuk mengetahui status gizi pada masing-masing balita itu sendiri, apakah ditemukan proporsi balita stunting ataupun wasting pada sekelompok populasi atau tidak.Â
Posyandu balita juga bersifat rutinan tiap bulan, hal ini bertujuan untuk memantau apakah balita mengalami peningkatan berat badan maupun tinggi/panjang badan balita dari satu bulan sebelumnya, ataukah malah terjadi stagnasi, tidak naik berat badan atau tinggi badannya.
Hasil dari monitoring tiap bulan akan menjadi bahan evaluasi program kebijakan, di tahap manakah harus dilakukan perbaikan, atau program mana saja yang dirasa kurang efektif berjalan di masyarakat untuk dapat ditindaklanjuti dengan perbaikan atau bahkan mungkin mengubah menjadi program baru.
Dalam artikel ini saya tidak akan membahas lebih jauh mengenai kebijakan-kebijakan kesehatan yang ada di Indonesia, tetapi akan berfokus pada penerapan ilmu antropometri bagi sebuah keluarga, sebagai deteksi dini akan risiko malnutrisi pada masing-masing anggota keluarga.
Harus punya timbangan berat badanÂ
Saya kira hal terkecil yang harus dimiliki dalam sebuah keluarga selain aneka perabot rumah tangga adalah adanya timbangan berat badan. Timbangan berat badan banyak jenis dan harganya, dan setelah saya telusuri dari salah satu online marketplace, satu timbangan digital harganya mulai dibandrol dari 50.000-an saja, sebanding dengan manfaat yang akan Anda dapatkan dari investasi satu timbangan dalam satu rumah.
Berat badan adalah salah satu pengukuran dimensi tubuh yang mudah, tidak memerlukan keahlian khusus dalam melakukan pengukurannya, hanya ada sedikit ketentuannya, yakni saat melakukan penimbangan diharuskan untuk melepas segala aksesoris yang dapat memperberat tubuh Anda, seperti handphone, sepatu/sandal, jaket tebal, dan lain-lain.
Pastikan juga alat timbangan yang digunakan masih dalam kondisi yang optimal, baterai masih hidup dan sering diganti jika frekuensi pemakaian sering, penting juga melakukan kalibrasi pada alat timbang sebelumnya, dengan benda-benda yang memiliki berat pasti yang diketahui, apakah sebuah benda memiliki berat yang sama seperti aslinya, saat ditimbang menggunakan timbangan yang baru beli, ataukah tidak.
Berat badan digunakan sebagai parameter antropometri karena berat badan mudah terlihat dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Apakah terjadi penurunan berat badan dalam tiga bulan terakhir ini, karena memang ada penurunan asupan makan karena diet ataukah karena adanya penyakit penyerta tertentu, misal kanker yang memang membuat pasien berisiko kakheksia.
Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan juga sama pentingnya pada sebuah skrining awal, apakah ditemukan malnutrisi pada seseorang, apalagi untuk sasaran balita, karena hasil pengukuran tinggi atau panjang badan dibandingkan dengan usia, akan menilai apakah balita tersebut stunting atau tidak.
Data tinggi badan untuk orang dewasa juga sama pentingnya dengan data berat badan, karena keduanya adalah variable yang digunakan untuk menilai status gizi seseorang dengan menggunakan rumus IMT (Index Massa Tubuh), dengan rumus perhitungan IMT = BB/(TB)^2, masing-masing dalam satuan kilogram dan meter. Hasil dari perhitungan IMT ini bisa untuk melihat apakah seseorang memiliki status gizi normal, obesitas, ataukah malah underweight.
Alat ukur tinggi badan ada banyak, salah satunya yang cukup fleskibel dan mudah digunakan adalah jenis microtoise, dalam penggunaannya hanya memerlukan dinding datar dan minimal tinggi dinding 2,5 meter, karena tinggi dari microtoise sendiri 2,2 meter.Â
Prinsip pengukuran tinggi badan sedikit lebih rumit daripada saat menimbang berat badan, karena posisi yang salah saat dilakukan pengukuran tinggi badan menjadikan pengukuran overestimate atau bahkan underestimate. Responden harus mengusahakan kepala belakang, punggung badan, pantat, dan juga tumit menempel pada alat ukur/dinding.
Namun pada orang lansia dengan postur tubuh yang sedikit bungkuk dan sulit untuk dilakukan pengukuran dengan syarat beberapa bagian tubuh harus menempel pada alat/ukur atau dinding, bisa dilakukan pendekatan perhitungan tinggi badan estimasi dengan menggunakan panjang bagian tubuh lain, seperti ulna dan tinggi lutut dengan pendekatan rumus.
IMT dan BBI Untuk Dewasa
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, IMT atau Indeks Massa Tubuh adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui status gizi seseorang yang didapatkan dari perbandingan berat dan tinggi badan.Â
Mengutip dari web Kemenkes, seseorang dikatakan memiliki status gizi normal saat memiliki IMT diantara 18.5 -- 25 kg/m^2, dibawah 18.5 kg/m^2 termasuk kurus dan diatas 25 kg/m^2 termasuk gemuk.
Saya akan mencoba mencontohkan perhitungan IMT, diketahui seorang wanita usia 25 tahun memiliki berat badan 42 kg dan tinggi badan 150 cm, setelah dimasukkan ke dalam rumus IMT = BB/(TB)^2, maka didapatkan hasil 18.7 kg/m^2 (status gizi normal).
Sedangkan BBI atau berat badan ideal, adalah berat badan yang perlu dicapai saat seseorang memiliki IMT gemuk ataupun kurus. Rumus perhitungan BBI bisa menggunakan formula brocca, BBI = 90% x (tinggi badan-100 (cm)) x 1 kg.
Sebagai contoh, ada seorang laki-laki dewasa usia 58 tahun, memiliki berat badan 80 kg dan tinggi badan 172 cm, dan didapatkan IMT sebesar 27 kg/m^2 (gemuk, kategori kelebihan berat badan tingkat berat), sehingga pelu untuk mencapai BBI sebesar 65 kg, namun butuh bertahap dalam pembatasan kalori dan target penurunan berat badannya, yang dalam prosesnya menjadi berat badan ideal tentu tidak mudah.
Pentingnya Memiliki Alat Antropometri Saat di Rumah
Adanya kegiatan rutin posyandu balita setiap bulan adalah untuk memberikan manfaat monitoring pertumbuhan dan perkembangan seorang balita, apakah balita yang memiliki berat badan sekian dan tinggi badan sekian, sama dengan berat dan tinggi badan anak normal seusianya ataukah tidak.
Namun, sebagai orangtua yang bertanggung jawab terhadap kesehatan buah hati, seharusnya juga dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan secara mandiri, tidak hanya menunggu rutinan posyandu saja, karena masa pertumbuhan dan perkembangan anak berada pada masa keemasannya, sehingga perlu maksimalkan dalam pemberian nutrisi dan tumbuh-kembangnya.
Begitu pula, pada kelompok dewasa produktif, yang tidak ada kegiatan rutinan kesehatan, kecuali jika memang ada peneliti yang ingin menilai status gizi dewasa atau saat adanya event seperti SKI (Survei Kesehatan Indonesia) tahun 2023 silam yang dilaksanakan 5 tahun sekali.
Oleh karena itu, memang sudah menjadi keharusan, dalam sebuah keluarga setidaknya ada satu alat timbangan berat badan dan juga tinggi badan, sebagai upaya preventif yang mudah dilakukan, jangan hanya mengandalkan kondisi sakit terlebih dahulu, baru tahu berat dan tinggi badannya saat diukur oleh petugas kesehatan. Tentu upaya preventif dilakukan saat badan masih sehat, sebelum terjangkit penyakit.
Di rumah saya, juga memiliki sebuah timbangan berat badan dan panjang badan, untuk dapat memantau berat badan ideal kami sekeluarga, kapan harus dilakukan pembatasan asupan kalori, dan kapan kami harus menyeimbangkan asupan makan dengan aktivitas fisik, yang kadangkala tidak seimbang dan menyebabkan asupan inadekuat.
Bahkan keluarga kami memiliki alat tensi sendiri, untuk memantau tekanan darah saat dirasa mulai ada tanda pusing dan sakit kepala, apakah memang pusing dan sakit kepala ini dikarenakan tekanan darah yang ubnormal atau memang hanya kurang asupan makan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H