Hari ini tanggal 11 Maret, saya dan keluarga memang belum menunaikan ibadah puasa, kami berpedoman dan ikut keputusan sidang isbat pemerintah saja. Memang perbedaan awal ramadan maupun awal hari raya Idul Fitri seringkali berbeda, namun toleransi sepertinya sudah terbiasa.
Sebelum memasuki bulan suci Ramadan, saya dan keluarga selalu menyempatkan untuk berziarah kubur di makam keluarga, yakni makam Abah, sudah 3 tahun lebih tepatnya abah dimakamkan di TPU Â terdekat yang masih satu desa dengan rumah kami.
Seperti ziarah sebelumnya, kami pergi dengan mengendarai motor dan membawa buku yasin-tahlil serta karpet untuk tempat duduk, kami pergi di jam 16.05 WIB saat cuaca sedang mendung dan sedikit kekhawatiran akan hujan turun.
Namun setelah melantunkan tahlil dan ayat-ayat suci Al-Quran serta menyapu beberapa dedaunan yang jatuh, hujan juga tak kunjung turun, Alhamdulillah. Di TPU, tidak hanya keluarga kami, namun ada juga tetangga lain yang juga memiliki tujuan sama untuk sambang dan memberikan doa pada mendiang keluarga.
Suasana TPU jauh lebih ramai daripada hari-hari sebelumnya, maklum, ziarah kubur sudah menjadi tradisi saat akan memasuki hari-hari yang disakralkan umat Islam seperti menjelang awal ramadan dan di akhir ramadan menjelang hari raya Idul Fitri.
Sudah tiga kali ramadan ini, sosok abah sudah tidak membersamai kami, tapi ingatan masa kecil seringkali melintas tanpa permisi yang hanya menyisakan haru. Kenangan tiap ramadan apalagi saat abah selalu membawa dan menempel jadwal imsakiyah kota kami di salah satu sudut rumah dan menyoret bergantian denganku tiap tanggal yang telah dilalui setelah selesai berbuka, adalah suatu kepuasan tersendiri.
Bagi kami sekeluarga, ziarah kubur selain sebagai sarana kirim doa, juga sebagai pengingat bahwa setiap orang, pada saatnya, juga akan mengalami kematian. Dunia hanya sementara, dan akhiratlah yang kekal, namun sebaik-baiknya adalah sadar bahwa dunia adalah sebuah kesempatan, layaknya seorang petani yang berlomba-lomba dalam menanam kebaikan dan berburu pahala, agar saat di akhirat tinggal panen dan merasakan manfaatnya.
Ziarah kubur menjelang ramadan, adalah salah satu momen yang mengharukan, bagaimana tidak, rasa syukur ini tidak berhenti terucap, karena masih diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk berjumpa dengan ramadan 1445 hijriyah ini. Bukan ajang membandingkan antara yang masih hidup dengan yang tidak, namun sebagai muhasabah diri, bahwa sejatinya kesempatan tidak datang dua kali.
Saya masih ingat sebuah hadis riwayat muslim yang menjelaskan bahwa seseorang yang wafat, akan terputus amalnya, kecuali sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih/shalihah yang mendoakannya.
Poin ketiga, anak shalih/shalihah yang mendoakan, adalah salah satu ikhtiar kami, anak-anaknya, agar Abah selalu mendapatkan ganjaran pahala, terlepas dari amal yang telah beliau kumpulkan sendiri saat masih hidup.
Memang saya juga masih berusaha untuk terus istiqamah untuk mengirim alfatihah pada Abah setiap selesai salat fardhu dan berziarah ke makam setiap satu minggu sekali. Tapi nafsu seringkali menghambat iktikad baik ini. Â
Dulu, saya sempat takut untuk sekedar lewat TPU setempat, karena banyak kejadian horror dari mulut ke mulut yang makin menambah rasa takut saya, pertama ada kejadian penumpang bis malam hari yang diturunkan di TPU, orang tersebut meyakini bahwa ia diturunkan di depan rumah gedongan mewah, namun setelah masuk, ia sadar bahwa rumah tersebut lama-kelamaan berubah menjadi TPU.
Kedua, ada banyak kejadian kecelakaan di area depan TPU, masyarakat sekitar meyakini bahwa ada penunggu usil di pohon besar dekat TPU yang kerap menganggu pengguna jalan. Karena semakin sering terjadi kecelakaan, akhirnya masyarakat desa sepakat untuk menebang pohon besar tersebut, namun anehnya penebang pohon jatuh sakit selama kurang lebih 3 hari setelah proses penebangan berhasil.
Semenjak jasad Abah ikut dimakamkan di TPU tersebut, dan saya serta keluarga kerap berkunjung, kami menjadi terbiasa dan rasa takut tersebut lambat laun luntur. Saya percaya jika datang dengan niat baik dan adab yang sopan, InsyaAllah tidak ada gangguan.
Ramadan tahun ini datang lebih cepat dari tahun lalu, biasanya setiap ramadan identik dengan cuaca panas tiap siang, namun tahun ini berbeda. Hari-hari masih sering hujan, seakan menjadi hadiah bagi umat muslim agar tidak merasa terlalu haus dan letih saat menjalani kurang lebih 14 jam berpuasa.
Semoga di Ramadan tahun ini, kita selalu diberikan kesehatan hingga akhir dalam menjalankan serangkaian ibadah dengan pahala berlipat ganda, serta diberikan kesempatan untuk bangun di malam lailatul qadar. Â Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H