Mohon tunggu...
Zida Sinata Milati
Zida Sinata Milati Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer, Content Creator, Writer

Seorang freelancer yang menyenangi dunia content creator dan kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Solo Backpacker, Menjelajah 5 Stasiun dalam Sehari Semalam, Oleh-oleh Kaki Bengkak?!

1 Maret 2024   11:22 Diperbarui: 1 Maret 2024   11:26 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu potret di Stasiun Surabaya Pasar Turi | Dokumen Pribadi

Acara mendadak yang mengharuskan saya pergi ke Kota Malang sendirian, padahal sudah lama sejak Juni 2023, saya tidak melakukan perjalanan dengan menggunakan moda transportasi kereta api, apalagi sebelumnya saya juga belum pernah ke Malang sendirian, tapi saya pikir, kemana perginya nyali? masih muda dan sehat tunggu apalagi.

Beli tiketpun juga mendadak, tanpa pikir panjang langsung scroll KAI Access dan menemukan jadwal yang cocok, langsung beli KA Matarmaja yang berangkat dari Stasiun Ngawi pukul 21.31 dan tiba di Stasiun Malang Kota pada pukul 02.39 WIB. Harga tiket sebesar 160.000, sebenarnya ada opsi yang lebih murah, dengan rute berbeda, namun sekali lagi karena keadaan.

Berangkat dari rumah sekitar jam 16.30 sore, dianter paklik naik motor yang saat itu sekalian bareng beliau yang akan pulang ke Ponorogo. Sore itu, hujan tidak juga kunjung berhenti, keaadaan ini cukup menahan kami, antara berangkat atau tidak, akhirnya tetap sepakat untuk menerobos hujan dengan berbekal pelindung mantel seadanya yang melindungi baju agar tetap kering. 

Sudah hujan, ditambah paklik lupa jalan yang biasa ia lalui, kemudian saya ngide menyalakan maps dan betul saja, sesuai dugaan kami, diarahkan ke rute hutan jati-jagung dengan jalan jelek yang curam, hingga sekitar setengah jam kami berputar-putar. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke rumah warga dan bertanya, doa kami terkabul, kami berhasil keluar dari hutan.

Kami meneruskan perjalanan hingga tiba di Ngawi pukul 20.00. Setelah tahu lokasi stasiun sebelah mana, dan masing-masing berganti baju karena basah akibat hujan serta sholat jama' qoshor di mushola terdekat.  Kemudian paklik mengajak saya untuk makan di warung nasi goreng. Porsi nasi goreng jumbo yang masih panas dan ditambah segelas teh hangat pelepas dahaga dan lapar, cocok sekali untuk malam gerimis waktu itu.

Jam sudah menunjukkan pukul 20.30, paklik akhirnya mengantarku ke stasiun Ngawi dan langsung berpamitan untuk meneruskan perjalanannya ke Ponorogo. Saya menunggu sejenak di ruang tunggu stasiun, dan akhirnya diperbolehkan untuk boarding.

Masuk ke dalam gerbong kereta, mencari nomor yang sesuai dengan yang saya punya, dengan harapan memiliki teman sebangku sesama perempuan, karena saya sudah sangat mengantuk dan lelah, takut bersandar pada bahu yang bukan muhrim. Wkwkwk.

Tapi sepertinya saya belum mujur, tempat duduk saya berada berada di tengah, kedua teman sebangku adalah laki-laki muda, sekitar usia 20-25 tahun, bangku yang tepat berhadapan dengan saya juga terisi oleh 2 bapak-bapak paruh baya, sepertinya mereka rekan.

Jadi bisa dibayangkan saya adalah perempuan sendiri dalam majelis tersebut.  Lima menit pertama, saya masih melek dengan men-scroll beberapa sosial media, dan ada basa-basi singkat dengan bapak-bapak paruh baya di hadapan saya.  

15 menit selanjutnya yang saya ingat adalah saya tidak bisa mengendalikan kesimbangan tubuh, saya terus-terusan mengantuk, sepertinya tubuh saya beberapa kali menyenggol dua orang disamping saya. Semoga mereka mengerti bahwa saya memang dalam keadaan lelah.

Beberapa kali juga saya terbangun dan membenahi posisi duduk, dan saya mencoba memeluk tas ransel di dekap saya, tidur lagi. Tak lama kemudian, saya dibangunkan oleh mas-mas samping kiri saya dan menyuruh saya untuk pindah agar bisa bersandar di dinding gerbong, saya pun mengiyakan dengan mengangguk, sambil setengah sadar, saya pindah namun setelah itu tidur lagi. Bangku depan kosong karena kedua bapak tadi sudah turun terlebih dahulu.

Tepat pukul 02.40 kereta Matarmaja telah tiba di stasiun Malang Kota, ada announcement terakhir yang saya ingat, bahwa ada 2 cara yang bisa dilakukan untuk  keluar dari Stasiun Malang Kota, pertama bisa melewati terowongan dan kedua bisa naik eskalator, karena sudah capek, saya tidak berpikir banyak, saya hanya bertanya arah menuju eskalator.

Ternyata pilihan saya benar, ada ruang tunggu luas dan nyaman setelah menaiki escalator, selain itu, juga ada mesin minuman otomatis, toilet, dan juga mushola yang bersih. Udara yang saya rasakan pertama kali adalah dingin yang menyegarkan, saya saat itu lupa saat itu tidak membawa jaket, namun untungnya saya membawa sweater.

Sekiranya ada sekitar 1 jam saya berada di Stasiun Malang Kota, tentu sudah mengicipi toilet dan musholanya. Sekitar pukul 04.00 saya mencoba pesan ojek online dan memutuskan untuk pergi ke masjid Jami' Malang yang berhadapan langsung dengan alun-alun Malang dan Kantor Bupati Malang.   

Potret nampak depan Masjid Jami' Malang | Dokumen Pribadi
Potret nampak depan Masjid Jami' Malang | Dokumen Pribadi

Tentu tujuan utama saya di Masjid adalah untuk beribadah melaksanakan sholat subuh berjamaah, namun sebelumnya saya juga harus membersihkan diri dengan mandi air secukupnya dan berganti pakaian bersih. Saya juga bertemu dengan ibu-ibu penjaga kebersihan masjid yang saat itu juga sama-sama akan mandi di kamar mandi masjid, dan mengajak saya berbasa-basi sebentar. Ibunya ramah dan baik.

Selesai mandi saya pun bergegas berdandan di ruang dandan, berada di samping kamar mandi, saya cukup kagum bahwa masjid ini adalah satu-satunya masjid yang pernah saya kunjungi, yang menyediakan ruang ganti/dandan serta kaca besarnya.

Setelah menunaikan jamaah sholat subuh, entah kenapa mata sangat sulit untuk melek, akhirnya saya memutuskan untuk duduk bersandar di dinding bagian belakang dari shaf putri, karena acara mulai jam 8 tepat, sehingga masih ada waktu banyak.

Sekitar jam 05.55 saya terbangun dan memutuskan untuk kembali berwudhu untuk menunaikan sholat dhuha dan membenarkan jilbab saya yang mulai berantakan. Setelah sholat, saya pun beberes, merapikan barang-barang agar tetap muat dalam satu ransel.

Kemudian beberapa ibu-ibu paruh baya menghampiri saya sambil berbasa-basi dan ngobrol random tentang pemilu presiden lalu. Ternyata orang Malang ramah-ramah, malah saya disuruh untuk menginap sampai sore di Masjid, tidak apa-apa katanya, saya hanya tersenyum malu.

Beberes selesai, saya pun berpamitan dengan ibu petugas kebersihan masjid yang saat itu tengah asyik menyapu, saya hampiri dan mengucapkan terimakasih banyak telah mengizinkan saya singgah ke Masjid ini.

Setelah keluar masjid, saya tidak langsung menuju ke tempat acara, namun mampir sebentar untuk berkeliling mengitari alun-alun Malang, sambil menggigit bekal satu apel fuji ukuran besar yang sudah saya bawa dari rumah.

Puas berkeliling, akhirnya saya ke tempat acara inti saya, kurang lebih memakan waktu sekitar 3 jam lamanya.

Acara beres tepat pukul 09.45 WIB, saya memutuskan untuk langsung memesan ojek online menuju Stasiun Malang Kota, biar hati tenang dan tinggal cari makan di stasiun tersebut, karena saat itu saya pesan tiket KA Dhoho Penataran yang berangkat pukul 11.44 WIB.

Saya waktu itu lagi BM ayam krispy, sehingga pilihan jatuh pada outlet CFC Stasiun Malang Kota, pesan 1 paket nasi putih hangat, ayam krispy bagian dada, saos pedas manis, dan air mineral seharga 38.500. Seusai makan dan kenyang, saya memutuskan untuk berganti atasan agar menjadi lebih casual.

Tepat pukul 11.00 saya sudah diperbolehkan masuk ke KA Dhoho-Penataran, sedikit cemas ya, karena waktu itu beli tiket sudah kehabisan tempat duduk, alhasil ya sudahlah, ikuti kata hati dimanapun duduknya. Masih ingat, saya memilih duduk di gerbong 2 nomor 2B, dan alhamdulliah rezeki anak sholihah, dari Malang Kota hingga sampai tujuan Surabaya Gubeng di jam 14.10, saya masih stay di tempat tersebut.

Sesampainya di Stasiun Surabaya Gubeng pukul 14.10, saya memutuskan untuk sholat jama' qoshor di mushola yang seingat saya sekarang sudah jauh lebih baik, lebih luas dan tertata. Memang sudah sejak 2023 lalu, saya sudah tidak pernah lagi ke Kota Surabaya.

Jam menunjukkan pukul 14.40, saya langsung melaju ke stasiun Surabaya Pasar Turi yang saat itu, saya akan menaiki KA Blorasura di jam 18.30, memang masih ada waktu lama, tapi saya memilih untuk menghindari kejadiaan yang tidak diinginkan, karena setelah melihat langit dan prakiraan cuaca, sebentar lagi akan turun hujan.

15 menit setelah tiba di Stasiun Surabaya Pasar Turi,  benar saja dugaan saya, hujan turun secara mendadak dan cukup deras, setelah itu, saya memutuskan untuk mencari tempat tunggu yang nyaman sambil memanfaatkan waktu dengan menulis.

Sudah menulis sekitar satu jam lamanya, perut cukup keroncongan, kemudian saya ingin membeli cromboloni viral di outlet Roti'O seharga 25.000, saya pesan yang choco peanut, ini adalah kedua kali saya makan makanan viral ini, suka banget, kriuk diluar dan lumer didalam, saya beri rating 9/10.  

Hingga tak terasa adzan maghrib telah menggema, saya memutuskan untuk bergegas ke masjid terdekat yang berada di luar area stasiun Surabaya Pasar Turi, untung tidak terlalu antri saat berwudhu, dan kemudian saya sholat jama' antara maghrib dan isya. Setelah beres, saya langsung berlari karena waktu sudah menunjukkan pukul 18.20, 10 menit lagi KA Blorasura berangkat.

Beres boarding dan tidak ada barang yang tertinggal, saya pun segera masuk gerbong dan mencari tempat duduk yang sesuai. Ritual pertama adalah men-charge handphone, kedua menaruh ransel ke bagasi atas, ketiga menaruh minum di dekat saya, dan keempat memposisikan duduk senyaman mungkin sambil membaca doa mau tidur, wkwkwk.

Malam itu, di dalam gerbong cukup sepi, enam kursi yang harusnya diisi oleh 6 orang, dari awal hingga akhir hanya saya yang mengisi, Alhamdulillah, bisa selonjoran kaki dan melepas sepatu, karena entah kenapa sejak dari Stasiun Surabaya Gubeng, kaki bagian bawah cukup terasa sakit saat dibuat berjalan, apalagi saat akan naik KA Blorasura sempat dibuat lari-lari. Semoga baik-baik ya kaki.

Pukul menunjukkan 21.00 WIB, saya pun melayangkan chat Whatsapp kepada kakak "Kak, dah nyampek Stasiun Bojonegoro", untung ada kakak yang bersedia menjemputku kapan saja, dan jawabnya "Ok siap". Malam itupun sama halnya seperti malam saat akan berangkat ke Malang, diiringi hujan cukup deras.

Sampai di kos kakak, pertama kali yang ingin saya lihat adalah, kondisi kaki saya, karena masih saja terasa berat dan sakit, setelah sepatu dibuka dan kaos kaki dilepas, benar saja, kedua kaki saya bengkak, mulai lutut hingga telapak kaki.  Kakak pun nyeletuk "Kebanyakan duduk itu kamu", saya pun senyum sinis, sambil memijat-mijat kaki perlahan.  

Akhirnya penjelajahan 5 stasiun usai, saya pun memutuskan menginap semalam di kos kakak, dan keesokan harinya harus naik sepeda motor selama kurang lebih 45 menit untuk mencapai rumah. Perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan namun saya cukup menikmatinya sebagai solo backpacker pertama dalam hidup saya.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun